“Rasulullah bersabda: berjuang itu wajib bagi kalian semua dan juga (bagi) setiap para pemimpin. Jadi berjuang untuk menegakkan agama Allah itu wajib. Baik pemimpin yang baik atau buruk, wajib menegakkan agamanya,” tuturnya, dalam bahasa Jawa.
Hadis tersebut dikutip KH. Bahauddin Nursalim, Gus Baha dari Rembang, Jawa Tengah, ketika menjelaskan tentang jihad.
Menurut Gus Baha, memikirkan agama itu termasuk jihad. “Jihad itu berjuang. Jihad dimaknai perang itu dari orang ekstrimis. Padahal jihad itu tak ada hubungannya dengan perang. Karena jahada-yajhadu-jihadan itu kesulitan. Tiap kali (mengalami) kesulitan itu disebut jihad. Seperti kamu miskin itu juga jihad. Makanya orang mati faqir itu mati jihad. Maka dia mati syahid,” ungkapnya, diikuti gelak tawa para santri.
Lebih lanjut, dai yang video ceramahnya tersebar di berbagai kanal media sosial ini menjelaskan, lelaki yang menyukai perempuan kemudian tidak kesampaian lalu meninggal, itu juga bisa disebut mati syahid.
“Jadi, syahid cinta itu ada. Suka perempuan, pacaran tidak berani, ditahan tidak sanggup. Itu kalau mati, syahid,” katanya, diikuti ger-geran para santri yang memyimak. “Tapi syaratnya, meninggal, biar syahid. Itu beneran, sudah masyhur,” imbuhnya.
“Ketika Rasulullah tanya: siapa yang mati syahid menurut kamu? Yaitu orang yang mati di medan perang. Rasul menjawab: kalau begitu yang mati syahid jumlahnya sedikit. Terus Nabi mulai menyebut: orang yang mati karena penyakit/wabah massal, orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati karena tertimpa bangunan,” jelasnya dengan mengutip hadis Rasul.
Di sebagian riwayat, lanjutnya, menyebutkan mati karena tenggelam juga syahid. “Termasuk mati karena cinta tadi juga ternasuk mati syahid. Mencintai perempuan tak kesampaian, zina tidak berani, menahan tidak bisa, yakin ditolak, terus mati. Itu matinya syahid,” selorohnya.
Menurut kiai yang hafal al-Quran dan beberapa kitab otoritatif ini, teori orang-orang Ahlussunnah itu sederhana: jihad itu maknanya bersungguh-sungguh.
“Jadi jahada-yajhadu-jihadan itu maknanya bersungguh-sungguh. Maka kita kenal: ijhad walaa taksal;(bersungguh-sungguhlah dan jangan malas, pen.). Jadi bandingannya sungguh-sungguh dengan malas. Bukan kemudian, ijhad, peranglah kamu, itu tidak (benar),” tuturnya.
Perang itu, masih menurutnya, kondisi tertentu yang karena kesulitan disebut jihad. “Sebetulnya babnya itu bab qital. Makanya di fiqh itu tidak ada bab jihad, adanya bab qital,” tutur ulama yang suka memakai kemeja putih ini.
Kalau jihad, menurut Gus Baha, mengaji juga termasuk jihad. Bahkan, bertahan dalam kemiskinan juga jihad. “Kakeknya miskin, ayahnya miskin, kok cucunya miskin. Itu jihad. Tidak mudah tetap islam dalam keadaan faqir. Itu jihad. Itu keren,” selorohnya, diikuti gelak tawa para santrinya.
Wallahu a’lam.