Di Cirebon terdapat tradisi Pencak silat yang diiringi musik Rebana, biasa dikenal Genjring Rudat. Genjring adalah rebana kecil yang dilengkapi dengan kepingan logam bundar pada bingkainya. Sedangkan Rudat menurut Maestro Tari Sunda Enoch Atmabrata adalah tarian yang iringi oleh musik tebangan di mana unsur tariannya kental dengan nuansa agama dan seni bela diri.
Munculnya kesenian Rudat berawal dari tumbuhnya semangat perjuangan bangsa dalam upayanya melawan penjajah yang dipimpin oleh seorang pangeran dari Kesultanan Kanoman Cirebon. Bersama pimpinan-pimpinan pesantren ia menyusun kekuatan dengan mengajarkan ilmu bela diri pada para santri. Sehingga gerakan-gerakan silat dan bela diri (rudat) tersebut tidak disadari oleh penjajah.
Selain motivasi untuk syiar atau menyebarkan agama Islam, Genjring Rudat adalah pegelabuan dari para santri yang melakukan penempaan fisik supaya tidak dicurigai penjajah Belanda. Mereka kemudian berlatih kesenian rudat.
Di dalam Rudat terdapat gerak-gerak silat yang diiringi genjring. Di satu sisi, hal ini diartikan sebagai pembinaan mental anak muda pesantren. Di sisi lain dimaknai dengan penempaan fisik bagi anak-anak pesantren untuk mempersiapkan diri melakukan perlawanan terhadap penjajah pada masa kolonial Belanda. Menurut budayawan Sunda Abidin Aslih, tokoh-tokoh seni rudat Cirebon justru adalah buronan yang melawan terhadap penjajah Belanda.
Kesenian Genjring Rudat ini biasa ditampilkan dalam acara hiburan di lingkungan pesantren. Para santri melakukan kesenian Genjring Rudat pada saat waktu senggang dengan menyanyikan syair-syair shalawat yang bertujuan untuk memuji kebesaran Allah Swt dan Salawat kepada Nabi Muhammad. Selain itu, kesenian Genjring Rudat dilakukan sambil menari dengan gerakan pencak silat. Pada awalnya tembang yang dimainkan adalah iringan salawat Nabi yang terdapat dalam kitab al-Barzanji.
Pada perkembangan berikutnya, kesenian Genjring Rudat biasa ditampilkan pada acara keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Rajaban, Hari Raya Idul Fitri dan hari-hari besar Islam lainnya. Seiring perkembangan zaman, kesenian Genjring Rudat beralih fungsi dari media pengembangan dan penyebaran agama Islam menjadi sarana hiburan. Setelah beralih fungsi menjadi sarana hiburan yang ditonton oleh masyarakat luas, kesenian Genjring Rudat biasa ditampilkan pada Peringatan Hari Besar Nasional, penyambutan tamu kehormatan, hajatan, khitanan, dan lain-lain.
Genjring Rudat memiliki nilai filosofis yang diambil dari aktifitas ibadah shalat. Pertama, mengambil nilai filosofis dari barisan shalat yang berjajar rapi. Para penari melakukan gerakan baris-berbaris secara tradisional. Selain itu, proses pertunjukan rudat ini lebih kepada pertunjukan bela diri yang diiringi tabuhan genjring dan shalawatan yang dilengkapi dengan puja dan puji kepada junjungan Nabi Muhammad Saw. Biasanya, apabila jumlah penari-nya semakin banyak, maka pertunjukan semakin bagus.
Atraksi dimulai ketika para penari sudah berjajar seperti barisan shalat, kemudian mereka menari silih berganti seperti gerakan ombak yang susul menyusul. Itulah yang disebut sebagai rudat.
Hanya saja, yang menjadi inti gerakan tarian adalah tarian silat atau pencak silat. Secara jumlah, tujuh penari merupakan angka minimal diadakan pertunjukan Genjring Rudat. Selebihnya bisa mencapat 40 pemain. Sedangkan alat musik inti yang dipakai adalah bedug dan Genjring (Rebanda). Jumlah Genjring bervariasi antara empat hingga sebelas pengiring musik genjring.
Dilihat dari gerakan tarinya, Genjring Rudat hampir mirip dengan Tarian Shaman di Aceh. Perbedaannya terletak dari gerakan pencak silatnya. Pencak silat Genjring Rudat Cirebon tergolong unik. Pencak silat Cirebon merupakan perpaduan antara Cimande, Bogor, Minangkabau, kemudian Dermayon atau Indramayu.
Cirebon memiliki watak khas yang lumayan unik dalam hal aliran silat. Karena tidak ada satu aliran silat yang menonjol. Jadi terbuka terhadap unsur-unsur dari luar. Bahkan kungfu-pun masuk dalam khasanah silat Cirebon. Misalnya ada jurus, kuntau. Kuntau berasal dari bahasa Cina yang masuk dalam peristilahansilat Cirebon. Selain di Cirebon, Kesenian genjring rudat berkembang di beberapa daerah di Kabupaten Kuningan, diantaranya Ciporang, Subang, Darma, Ancaran, Cilimus dan juga di Garut.
*Penulis adalah Tim penulis Naskah GBIM JM (Garis Besar Isi Media Jabaran Materi) Radio Edukasi Pustekkom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2016. Sekarang Penulis bekerja sebagai Guru Sejarah di Hellomotion High School, Ciputat Tangerang Selatan.