Tugas dakwah bagi sebagian orang adalah dorongan dari nurani. Namun fakta mengejutkan terjadi, ada yang memaknai dakwah merupakan kewajiban bagi setiap umat, tanpa peduli kualitas keilmuan yang dimiliki. Itulah yang terjadi
Dalam sebuah hadis nabi dikatakan “Katankanlah walau satu ayat!” hadist ini kemudian dimaknai oleh sebagian orang seruan untuk melakukan dakwah baik melalui lisan maupun tulisan. Mereka yang merasa bahwa ilmu agamanya masih dangkal juga turut terpanggil untuk melakukan dakwah dengan berbagi informasi-informasi seputar agama meskipun mereka hanya merujuk pada salah satu guru atau ustadznya.
Di Indonesia berdiri kurang lebih dua belas juta pesantren yang setiap hari aktif dalam kegiatan pendidikan agama. Ada jutaan masyarakat Indonesia yang bermukim dan lulus dari pondok pesantren. Mereka tidak asing dengan hadist anjuran dakwah tersebut.Yang menjadi pertanyaan adalah apakah jutaan alumni dan santri tersebut saat ini dan kelak akan menjadi pendakwah sebagaimana seruan dalam hadist tersebut?
Sebuah fakta menjelaskan bahwa tidak semua alumni pesantren menjadi mubalig dan menhabiskan waktunya untuk berdakwah meskipun tidak sedikit pula alumni pesantren menjadi tokoh agama di masyarakat. Di antara alasannya ialah mereka menganggap untuk menjadi seorang pendakwah diperlukan ilmu agama yang luas dan mendalam.Tidak bisa sembarang orang bisa mendapat predikat ulama. Dua tipe masyarakat tersebut di atas memiliki rujukan yang sama yakni hadist tentang seruan berdakwah.
Di sisi lain fenomena saat ini menunjukkan bahwa mubalig menjadi sebuah profesi yang egaliter di kalangan muslim perkotaan. Beberapa contohnya ialah selebritis yang melakukan “hijrah”. Beberapa di antaranya kemudian muncul sebagai pembicara kajian-kajian keagamaan dari majlis ke majlis. Jika saat inimubalig dianggap sebagai orang yang tepat menjawab segala persoalan kehidupan masyarakat, lalu pertanyaannyamateri apa yang dibutuhkan dan mampu memberikan manfaat bagi umat?
Dakwah Medsos
Fenomena dakwah media sosial telah lama menjadi trend dan membanjiri dunia media sosial.Setiap hari kita akan disuguhi oleh postingan dari Facebook, Youtube sampai Whatsapp Grup. Konten dakwahnya pun bervariasi dari mulai hal remeh-temeh sampai kajian yang mendalam seperti kajian kitab Ihya Ulumuddin oleh Ulil Abshar Abdala. Video yang dianggah sangat variatif ada yang berjam-jam bahkan ada yang hanya satu menit.
Para dai medsos berusaha agar orang mudah memahami, mudah mengingat dan diputar beberapa kali melalui ponsel. Setiap dakwah, tentu ada segmentasi marketnya, Mama Dedeh misalnya yang fokus dakwah kepada kelompok ibu-ibu sehingga tema-tema yang diangkat seputar rumah tangga dan kehidupan bertetangga di Masyarakat.
Tidak ada yang salah dengan model dan tema dakwah-dakwah tersebut, masing-masing memiliki fokus pasar, gaya dakwah, karakteristik serta permainan diksi. Akan tetapi, akhir – akhir terkadang sentimen antar golongan serta persoalan politik yang dibawa pada mimbar dakwah menjadi momok atas keributan di sosial media. Sebagian orang menjadi fokus pada konten-konten negatif yang sengaja disebar untuk memicu perdebatan panjang di media sosial.
Seperti maraton, setiap hari selalu muncul kelompok penggemar dai tertentu. Beberapa jamaah pengajian nampak fanatik secara berlebihan sehingga mendewakan panutannya sambil menghina dai kelompok lain. Saling sindir dan saling menjatuhkan bukan hal yang tabu lagi di jagad media sosial. Anehnya, perdebatan itu dipicu oleh isikajian majlis keagamaan. Dalam hal ini Esensi dakwah pun hilang.
Beberapa dakwah tak lagi menjadi sesuatu yang mencerahkan. Malah menjadi forum adu domba.
Jika pada awalnya tujuandakwah disebar dimedia untuk menebarkan ilmu, sudah sejatinya umat diberikan gambaran dan bekal tentang mana konten-konten yang baik dan layak untuk diunggah. Di sisi lain perlu juga untuk menghindari tema-tema yang bisa memicu perdebatan dan kericuhan di media sosial. Selain itu, kita juga mesti bijak dalam memilah konten yang memicu kontroversi.
Belajar Pada Zainuddin MZ
Tahun 90-an KH. Zainuddin MZ seringkali muncul dalam acara-acara di televisi nasional. Dakwahnya sukses membentuk karakter dirinya sebagai sosok mubalig ternama di Indonesia. Dia dikenal oleh masyarakat dari kalangan kelas atas sampai kalangan menengah ke bawah sebagai sosok dai sejuta umat.
KH Zainuddin MZ berdakwah dari mimbar ke mimbar hingga di atas panggung raksasa dengan ribuan bahkan jutaan jamaah. Dia memiliki banyak pendengar sebab isi ceramahanya yang khas dan mudah dipahami.Diksi yang digunakan variatif, dengan suara lantang, intonasi yang unikserta logat betawi yang asyik didengar jamaahnya. Pada tahun itu, sarana syiar hanya terbatas pada majlis taklim, radio dan televisi.
Setiap pendakwah yang ingin berbagi kebaikan dan pencerahan kepada masyarakat perlu menahan diri agar tidak menjadi sumber provokasi. Untuk itu perlu kiranya belajar lagi kepada sosok Zainuddin MZ. Dia telah memberikan pembelajaran bagi kita dakwah tidak melulu soal intonasi dan popuaritas.Namun sejauh mana isi dakwah bisa diterima dan tidak menimbulkan mahdharat dalam masyarakat.