ISLAMI.CO. Saat ini banyak persoalan perpajakan yang terkait dengan pesantren. Salah satunya adalah ketika pesantren telah memiliki usaha yang kemudian berhubungan dengan masalah pajak. Maka dari itu perlu adanya rumusan pajak yang terkait dengan pesantren yang dulunya pajaknya adalah pajak sosial. Selain itu perlu adanya pola yang sistematis untuk mengubah perilaku masyarakat agar sadar dan taat pajak melalui literasi pajak. Kemudian juga penting untuk melakukan penggalian prinsip-prinsip fiqih yang mendukung penerimaan negara dari pajak sosialisasi dan literasi perpajakan bagi kalangan Muslim. Untuk itu P3M akan menyusun sebuah buku bertema Fiqih Pajak: Solusi Permasalahan Pajak dalam Perspektif Islam
Hal tersebut dikemukakan oleh KH Sarmidi Husna, Direktur Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dalam Focus Group Discussion di Jakarta, Kamis (7/3). Menurutnya kurangnya kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak membayar pajak kepada negara merupakan persoalan serius bagi bangsa ini. Hal ini karena pemasukan negara sebagian besar adalah dari pembayaran pajak. “ Kesadaran membayar pajak menjadi penting. Penyebab kurangnya kesadaran membayar pajak karena kurang mengetahui manfaat membayar pajak, dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah tentang pajak. Selain itu kurangnya literasi tentang perpajakan dapat menyebabkan terjadinya perlawanan berupa penghindaran dan penggelapan pajak,” ujarnya.
Argumen Fiqih
Sarmidi menambahkan perlu adanya pola yang sistematis untuk mengubah perilaku masyarakat agar sadar dan taat pajak. Hal tersebut dapat dapat melalui pendidikan maupun forum seminar. Selain itu juga dapat melalui mimbar-mimbar keagamaan, pertemuan warga, dan lain sebagainya dalam bentuk inklusi kesadaran perpajakan.
Menurutnya pungutan yang wajib berdasarkan perintah langsung dari Al-Quran dan Hadits secara eksplisit adalah zakat.“ Sedangkan pajak, ada perintah tidak langsung yang dapat digali dari argumen fiqih dan atau ushul fiqih. Memberikan informasi kepada masyarakat agar sadar membayar pajak itu merupakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang sangat dianjurkan oleh Islam (QS. Ali-Imron:104). Selain itu, dalam Islam juga dikenal satu pendekatan yang sering digunakan untuk menyelesaikan masalah, termasuk juga masalah perpajakan, yaitu dengan pendekatan fiqih,” ungkap Sarmidi.
Kemudian ia menjelaskan melalui fiqih dapat menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan perpajakan dalam pandangan dan pemahaman ajaran Islam dari teks al-Qur’an dan Hadis. “Tentunya, fiqih di sini bukan saja sekumpulan ketentuan hukum (legal-formal), melainkan juga kerangka etika moral sosial yang sangat penting untuk memandu kehidupan manusia yang adil, maslahah, manusiawi, dan bijaksana untuk kemaslahatan bangsa dan negara.
Fiqih Pajak
Untuk Itu P3M akan menyusun sebuah buku bertema Fiqih Pajak: Solusi Permasalahan Pajak dalam Perspektif Islam .“ Maka dari itu P3M memandang sangat penting adanya penggalian prinsip-prinsip fiqih yang mendukung penerimaan negara dari pajak. Melalui buku bisa jadi bahan ampuh untuk melakukan edukasi, sosialisasi dan literasi perpajakan untuk kaum muslim,” ungkapnya.
Sementara itu menurut Muhammad Noor, Direktur P2Humas DJP mengatakan di Indonesia tingkat kepatuhan bayar pajak masih kurang. Menurutnya teks rasio yang masih rendah sekitar 10 persen. “Pada tahun 2024 negara ini membutuhkan dana 3300 T, sedangkan pendapatan negara proyeksinya sekitar 2700 T. Adapun pembiayaan anggaran sekitar 522 T. Sehingga negara masih butuh pembiayaan anggaran yang besar. Nah jika melihat dari nominalnya maka jelas besar pasak daripada tiang. untuk itu kita perlu memikirkan sumber pendapatan,” ungkapnya.
Menurutnya banyak pendapat kaum muslim terkait pajak. “Khususnya di Indonesia terutama kalangan santri masih menjadi pertentangan apakah wajib, sunnah, haram, mubah atau makruh,” tambahnya. Kemudian Noor menyebut Muslim di Indonesia terdapat 87 persen dan merupakan umat muslim terbanyak di dunia. Hal ini menunjukan bahwa seharusnya potensi di luar pajak seperti zakat sangat besar yaitu 300 T. “Namun yang terkumpul masih kecil yaitu sebesar 22 persen. Zakat secara program dapat mengurangi penghasilan yang dapat mengurangi besaran pajak yang harus terbayar,” pungkasnya.