Ustadz yang satu ini mendadak terkenal sejak beberapa tahun terakhir, bagaimana tidak ia adalah seorang muallaf via HTI. Sejak ketenarannya sebagai tokoh muallaf yang mau belajar Islam sambil langsung mendakwahkan Islam, ia mengambil lapangan dakwah ranah pemuda.
Benar keputusannya! Karena tidak terlalu beresiko. Mengambil tempat yang sesuai dengan kapasitasnya sebagai seorang muallaf. Terlebih kelompok pemuda Islam yang menjadi sasarannya selama ini adalah mereka yang terlahir dan tumbuh tanpa perhatian ilmu-ilmu agama secara mendalam.
Sosoknya telah menjadi idola kaum muda seberang, untuk ber-Islam yang tetap gaul, kekinian tapi tetap terpandang syar’i. Felix ini kemudian sampai pada suatu kondisi di mana ia merasa sudah paling tinggi derajat keilmuannya. Sampai ia tidak menyadari bahwa fatwa-fatwa yang dikeluarkannya, selalu memantik kontroversi.
Satu contoh saja; ketika ia berpendapat tentang keharaman nasionalisme. Ia mungkin lupa kalau dirinya muallaf, dan maklum karena Islamnya VIA HTI, sehingga tidak mengenal Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, yang ‘mengiyakan’ hubbulwathon minal iman.
Sekelumit saja membahas masa lalunya sampai pada paragraf di atas, jika tidak saya belokkan, tulisan ini mungkin hanya berisi perundungan saja terhadap yang bersangkutan. Mari kita bahas sedikit tentang pertemuannya dengan Maiyah.
Kehadiran Felix pada acara Maiyahan, menyimpan sebuah pertanyaan tersendiri di otak saya. Untuk dan karena apa kesediaannya menghadiri Maiyah?
Kondisi HTI sebagaimana kenyataannya sekarang, tidak memungkinkan untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah. Hal yang paling mungkin untuk dilakukan adalah “mencari” perlindungan.
Terlebih seorang Felix yang jelas-jelas berwajah Cina dan bernama Cina, mungkin saja ia yang paling ketakutan. Ketika HTI sudah dibubarkan, kemana lagi ia berlindung. Toh selama ini ia dilindungi ke-Cina-annya oleh HTI, meskipun HTI paling vokal teriak anti Cina. Lhoalaa kok masih merundung lagi! Itu kesan yang muncul pertama dalam otak saya.
Yang kedua adalah; ia mengatakan kehadirannya di Maiyah dengan tujuan “Murni untuk belajar mengakui kekurangan”. Kali ini saya sepakat! Ia mungkin baru menemukan hasil perenungan atas dalil uthlubul ilma minal mahdi ilal lahdi. Agar setiap manusia belajar tidak memaksakan kebenarannya.
Selanjutnya adalah bagaimana sikap kita, yang tetap harus memiliki pandangan yang tidak terjebak pada pendangkalan. Kita sudah terbiasa bergaul dan bersikap toleran terhadap mereka yang lain tauhid, dengan fenomena Felix kali ini, tentunya kita harus lebih lebar membuka tangan untuk eks HTI.
Meskipun saya pribadi sungguh sangat masih kesal, dengan melihat ulah-ulah mereka, hanya karena kita toleran terhadap non muslim. Tapi di kondisi mereka terjepit kita harus bersedia merangkul mereka kembali, sebagai saudara seiman.
Pada akhirnya saya melihat upaya yang dilakukan oleh Felix tersebut, adalah sebuah niat tulus untuk kembali kepangkuan Islam Nusantara. Moderat, toleran, seimbang dan adil.
Konsekuensi sebagai ‘calon’ pemegang sanad Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kita masih perlu belajar dan belajar secara terus menerus, tanpa memotong akses orang lain untuk belajar juga. Meskipun dengan masih menyimpan rasa berat hati.
Teruntukmu Felix yang tercinta, saya ucapkan selamat atas “pertobatan makarmu”. Mari bersama-sama menjadi manusia terlebih dahulu, kemudian baru menjadi muslim.