Perkembangan media sosial (medsos) saat ini sudah saat mengkhawatirkan. Atas dasar itulah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa halal-haram dan panduan bermedia sosial. MUI melabelinya dengan “Fatwa Medsosiah”.
Fatwa ini disampaikan oleh Ketua MUI, KH. Ma’ruf Amin yang didampingi oleh Menteri Kominfo Rudiantara. Menurut Kiai Ma’ruf Amin, medsos sudah terlalu banyak dibanjiri berita bohong. “Adu domba, pornografi, dan kami rasakan medsos ini mengarah pada kebencian dan permusuhan,” ujarnya sebagaimana dikutip Liputan 6 .
MUI sebagai lembaga yang turut menjaga keutuhan dari perpecahan, berkewajiban mengantisipasi hal tersebut. Dia berharap, fatwa MUI ini dapat menjadi arah untuk umat menjaga persatuan dari bahaya medsos.
Ada enam poin yang disampaikan dalam Fatwa MUI tersebut. Enam poin ini disampaikan oleh Asrorun Ni’am selaku Sekretaris Komisi Fatwa. Enam poin tersebut meliputi: Pertama, melakukan gibah (menggunjing), fitnah, namimah (mengadu domba), dan menyebarkan permusuhan;
Kedua, bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan;
Ketiga, menyebarkan hoax serta informasi bohong, meskipun dengan tujuan baik seperti informasi tentang kematian orang yang masih hidup;
Keempat, menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i;
Kelima, menyebarkan konten yang benar, tetapi tidak sesuai tempat dan atau waktunya.
Selain itu, menyebarkan, dan/atau membuat dapat diaksesnya konten atau informasi yang tidak benar kepada masyarakat, hukumnya haram.
Bahkan aktifitas buzzer di medsos, yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, gibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi atau nonekonomi, hukumnya juga haram.
Dalam peluncuran fatwa di Kantor Kementerian Komunikasi Informasi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 5 Juni 2017 tersebut, Kiai Ma’ruf juga berharap agar hal ini dapat ditindaklanjuti oleh DPR.
“Supaya fatwa (MUI) ini ada tindak lanjutnya, supaya ada pertimbangan perundangan untuk dibuat DPR dan pemerintah,” jelas Kiai Ma’ruf.