Setelah pasangan mempelai menyelesaikan hal-hal yang berkenaan dengan cara dan etika sebelum melakukan hubungan seksual sebagaimana tersebut dalam tulisan-tulisan terdahulu, maka tibalah pada pembahasan berikutnya tentang cara dan etika dalam melakukan hubungan seksual atau bersetubuh yang telah dihalakan oleh Allah Azza wa Jalla.
Bagi seorang mempelai pria (suami), bahwa posisi seorang istri dalam bersetubuh, adalah terlentang di atas seprai yang dingin, kemudian suaminya naik ke atas tubuh istrinya (dalam kondisi tubuh telungkup), sementara sang istri menundukkan kepala ke bawah dan pnggulnya (pantatnya) diangkat ke atas dengan diberi ganjal sebuah bantal.
Posisi bersetubuh seperti ini adalah posisi yang paling nikmat dalam bersetubuh. Imam al-Razi mengatakan bahwa “posisi bersetubuh sebagaimana diterangkan di ats, adalah posisi yang dipilih oleh para ulama fiqh dan para ahli kesehatan”.
Tersebutlah dalam kitab al-Waghsiliyah, bahwa posisi bersetubuh dengan menempatkan seorang istri berada di atas tubuh suami yang dalam posisi tidur terlentang adalah dapat menyebabkan peredaran darah macet (kelancaran perredaran darah terganggu).
Oleh karena itu, sebaiknya posisi semacam itu harus dihindari. Dan pilihlah posisi istri tidur terlentang dengan mengangkat kedua kakinya, sebab yang demikian itu adalah posisi terbaik dalam melakukan hubungan seksual bagi pasangan suami istri.
Sumber: K. H. Misbah Musthofa, terjemah quratu al-‘uyun, hal 84, Al-Balagh. 1993.