Penyakit yang paling saya takuti dalam hidup adalah sombong. Orang yang sombong telinganya tak sanggup lagi menerima nasehat. Semua nasehat tetpental. Apa yang bisa diharapkan dari hidup, jika kita menjauh dari nasehat?
Di luar itu, orang sombong selalu gila dengan pujian. Dan, agar dia bisa dipuja-puji, maka tak jarang mencipta kebohongan demi kebohongan.
Adakalanya “energi ” kesombongan ini menyusup dalam hati berupa suka pamer agar mendapat pujian orang , riya’ dalam bahasa agama.
Saya pernah dan bahkan sering mendapat “energi ” kesombongan berupa riya’ itu, pamer agar orang lain memuji. Pamer agar dianggap pintar, pamer agar dianggap baik, dan sebagainya dan seterusnya. Astagfirullah…
Suatu kali, guru saya pernah memberi wejangan :” perjuangan terberat nafsu adalah menghadapi kesombongan dirinya sendiri ”
Iblis yang sudah meninggi setara dengan malaikat, tiba-tiba harus jatuh ke lembah nista disebabkan karena ia merawat kesombongan. Dan, di dunia ini, iblis sangat giat “meniup ” spirit kesombongan dalam dada manusia. Mulai dari kesombongan-kesombongan kecil, seperti gembira karena update statusnya di FB di “like ” orang banyak. Sampai pada kesombongan-kesombongan besar, seperti marah ketika dikritik.
Seorang yang hobby me “banned ” komentar-komentar kritis di wallnya, boleh jadi termasuk kesombongan besar itu. Hatinya marah besar ketika ada orang yang mengkritik.
Termasuk kesombongan besar adalah mereka yang suka mencela dan menghina orang lain. Setiap hari, waktunya habis untuk mencaci. Mereka merasa dirinya paling suci, paling bersih.
Sebuah hadits qudsi berbunyi :”Kesombongan itu adalah selendangKU “. Artinya, hanya Tuhan saja yang berhak menyombongkan diri. Saya, anda, kita tidak mempunyai hak itu.
Segala bentuk kegaduhan hidup bermula dari kesombongan, egoisme bahasa anak-anak kampusan.
Mengapa orang yang mengaku Islam suka mencela yang Kristen? Karena ada kesombongan di sana. Mengapa orang sunni mencaci orang Syi’ah? Karena ada kesombongan di sana. Mengapa orang Kristen membenci begitu rupa seorang muslim? Karena ada kesombongan di sana. Dan, seterusnya dan sebagainya.
Astagfirullah hal adzhim