Sudah tiba di kampung halaman? Selamat! Selamat bertemu keluarga, selamat merasakan kembali suasana tanah tumpah darah. Atau jika Anda menantu, selamat menikmati kampung suami atau istri Anda.
Meskipun kampung yang hari ini kita nikmati adalah kampung kita, atau kampung pasangan kita, pada hakikatnya kita adalah pendatang, warga baru. Mengapa?
Setidaknya karena kita memang sudah lama tinggal di rantau. Sekolah anak-anak kita di rantau, bekerja di rantau, hingga KTP kita semua sudah bukan kampung kita dulu, melainkan dengan alamat rantau.
Untuk itu, sebaiknya kita mempraktikkan sikap yang sesuai dengan alam atau suasana kampung. Ini penting sekali, agar kedatangan kita disambut dengan hangat, agar kita tampak tidak asing. Inilah empat perilaku yang harus kita praktikkan:
Pertama, kita harus menyesuaikan dengan adat dan kebiasaan kampung halaman, dari hal-hal besar hingga hal-hal yang dianggap kecil. Misalnya, jika di kampung orang umumnya pakai sarung saat kemasjid, pakailah sarung. Jangan pakai celana cingkrang.
Jika di kampung tersebut orang umumnya berkendaraan pakai becak, pakailah becak. Sambil berbagi rejeki kan? Meskipun kita punya motor atau mobil yang dibawa dari kota. Sesekali jalan kaki lebih baik, sambil buang lemak opor ayam.
Kedua, silaturahim. Ini tentu saja wajib. Kita mudik niat utamanya adalah silaturahim, ke siapa pun. Ke guru, tokoh masyarakat, ke ustadz atau kiai.
Dan jangan ragu silaturahim ke orang yang lebih muda, bahkan ke kuburan. Tapi jangan silaturahim ke mantan, bila kira-kira akan menyebabkan kericuhan lingkungan, minimal kericuhan di hati kita. Kalau terpaksa ingin maaf-maafan dengan mantan, pakai WA saja atau komen di akun Facebook-nya.
Ketiga, ringan tangan. Sebagai pendatang, tentu saja kita perlu kembali bikin suasana-suasana yang dapat saling mendekatkan, saling mengakrabkan. Traktir teman atau keluarga di warung bakso tetangga termasuk dari perilaku ringan tangan. Dengan catatan tidak berlebihan, apalagi memaksakan diri.
Nah, ringan tangan bisa membantu kita untuk dekat dengan siapa saja, lebih-lebih kepada mertua. Nyapu, nyuci piring, manjat pohon mangga, pasang gas di kompor, dan lain-lain. Terampil dan rajin sangat disukai.
Keempat, jangan pamer. Jangan sekali-kali Anda ingin menunjukkan sesuatu yang tidak berguna, pamer misalnya.
Pamer kekayaan, pamer makanan, pamer ponsel bagus. Pamer istri cantik atau pamer suami ganteng, jangan. Alih-alih akan bikin kagum, orang di sekeliling Anda bisa sebal dan menjauh. Jika ingin menginspirasi orang-orang kampung, “pamerkanlah” perilaku baik Anda, ilmu-ilmu Anda secara baik. Hindari kata-kata yang sok menggurui, terlalu verbal. Ketauladanan sangat dipenting dalam hal ini.
Itulah empat perilaku yang penting saat di kampung. Mana dalil Alquran atau hadis dari empat perilaku di atas? Mohon cari sendiri. Saya tidak sempat buka-buka kitab. Saya juga ingin mudik.
Oh ya, satu hal yang sangat penting, dan ini sangat relegius. Kita harus punya kesadaran bahwa semua dari kita ini, di dunia ini, tak terkecuali, adalah pendatang, kita semua ini asing.
Batak, Sunda, Bugis, Jawa, Papua, Banjar, Aceh, Minang, Madura, kulit Putih, kulih hitam, kulit kuning, rambut hitam rambut pirang, Kristen, Islam, Budha, Yahudi, Kaharingan, Pantura, pegunungan, kota, desa, PNS, swasta, tentara sipil, bakul kaos, politisi, dan lain sebagianya, adalah asing. Hanya Tuhanlah yang maha Pribumi.
Kita semua suatu saat akan mudik pada kesejatian, pada kampung halaman yang sesungguhnya, yaitu kematian.