Dunia Islam Pekan Ini (28 April-4 Mei): Al Azhar, Ahmad et-Thayyeb dan Pesan Moderasi untuk Dunia Muslim

Dunia Islam Pekan Ini (28 April-4 Mei): Al Azhar, Ahmad et-Thayyeb dan Pesan Moderasi untuk Dunia Muslim

Dunia islam pekan ini diisi oleh pesan penting Grand Syekh Al Azhar bagi dunia muslim

Dunia Islam Pekan Ini (28 April-4 Mei): Al Azhar, Ahmad et-Thayyeb dan Pesan Moderasi untuk Dunia Muslim

Dunia islam pekan ini diisi oleh kedatangan Grand Syekh Universitas Al Azhar, Syekh Ahmed Mohammed et-Thayeb. Beliau datang ke Indonesia dalam rangka berjumpa dengan ulama Indonesia membincang washatiyah (moderatisme) dalam islam. Ulama paling berpengaruh di dunia itu mengajak umat islam untuk tidak terjebak dalam fundamentalisme maupun ekstrimisme agama. Hal beliau, ia utarakan dalam pertemuan Konsultasi Tingkat TInggi (KTT) kemarin di Bogor (1/5).

Dalam pertemuan yang diikuti pelbagai ulama dari lintas negara dan dunia islam itu membincang tentang tawaran konsep washatiyah dalam islam. Washatiyah sendiri bisa bermakna adil, atau moderat dan tidak berlebihan.

“Jangan terlalu ekstrem dalam melakukan sesuatu, kita harus berada di posisi tengah (washat). Sebab, segala sesuatui yang ekstrem dan berlebihan itu tidak baik,” tutur beliau seperti Antara.

Ulama yang dinobatkan sebagai muslim paling berpengaruh di dunia ini juga menjelaskan tentang konsep washatiyah. Menurut beliau, sudah banyak sebenarnya yang memikirkan hal ini dan menganggapnya sebagai salah satu jalan terbaik untuk kehidupan bersama.

“Konsep agama Islam yang berjalan di jalan tengah. Allah sudah mengatakan umat Islam umat wasatiyyat dalam Alquran. Agar umat Islam jadi saksi, wasatiyyat dan adil dalam beragama,” tambahnya.

Acara pertemuan ulama dunia di Bogor ini juga dihadiri oleh Presiden Jokowi. Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyambut baik pertemuan ini dan sesuai dengan visi islam Indonesia sebagai episentrum dan percontohan toleransi, seraya mengajak untuk menyebarkan keindahan islam ke penjuru dunia.

Selain mengikuti pertempuan tinggi ulama internasional ini, Grand Syekh Al Azhar juga dijadwalkan akan berkunjung ke beberapa daerah dan berjumpa dengan organisasi muslim di Indonesia. Salah satunya, adalah berjumpa dengan NU dan Muhammadiyah, dua ormas terbesar di negeri ini yang dianggap representasi washatiyah dalam islam.

Pertemuan para ulama di Bogor ini walhasil menjadi tonggak penting untuk kian meneguhkan posisi islam di Indonesia sebagai poros washatiyah dalam dunia islam. Selain itu, menjadikan islam sebagai jembatan perdamaian dunia, bukan sebaliknya sebagai agama teror.

Pertemuan itu pun diakhiri dengan pernyataan bersama dan diberi tajuk “Bogor Message’ untuk dunia islam, seraya mengajak publik islam dunia untuk lebih mengarusutamakan moderatisme islam sebagai platform bersama dunia islam dengan menolak tegas ekstrimisme.

Berikut teks lengkap hasil pertemuan itu:

Bismillahinahmanirrahim

Dalam Nama Allah, Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang

Kami, Cendekiawan Muslim Dunia, bersidang di Konsultasi Tingkat Tinggi Cendekiawan Muslim Dunia tentang Wasatiyyat Islam, di Bogor, Jawa Barat, Indonesia, pada tanggal 1 Mei, 2018;

Mengakui realitas peradaban modern yang menunjukkan kekacauan global, ketidakpastian dan akumulasi kerusakan global, diperparah oleh kemiskinan, buta huruf, ketidakadilan, diskriminasi, dan berbagai bentuk kekerasan, baik di tingkat nasional maupun global;

Percaya pada Islam sebagai agama damai dan rahmat (din aI-salam wa alrahmah), agama keadilan (din aI-adalah), dan agama peradaban (din aI-hadarah) yang prinsip dan ajaran dasarnya mengajarkan cinta, rahmat , harmoni, persatuan, kesetaraan, perdamaian, dan kesopanan;

Mengakui bahwa paradigma Wasatiyaat Islam, sebagai ajaran utama Islam, telah dipraktekkan dalam perjalanan sejarah sejak era Nabi Muhammad SAW, khalifah yang dibimbing dengan benar (al-Khilafah alRashida), ke periode modern dan kontemporer, di berbagai negara di seluruh dunia, serta menegaskan kembali peran dan tanggung jawab moral para cendekiawan Muslim untuk memastikan dan memelihara generasi masa depan untuk membangun peradaban Ummatan Wasatan;

Dengan ini berkomitmen untuk:

1. Mengaktifkan kembali paradigma Wasatiyyat Islam sebagai ajaran Islam pusat yang meliputi 7 (tujuh) nilai utama:

Tawassut, posisi di jalur tengah dan lurus;

I’tidal, berperilaku proporsional dan adil dengan tanggung jawab;
Tasamuh, mengakui dan menghormati perbedaan dalam semua aspek kehidupan;

Syura, bersandar pada konsultasi dan menyelesaikan masalah melalui musyawarah untuk mencapai konsensus;
Islah, terlibat dalam tindakan yang reformatif dan konstruktif untuk kebaikan bersama;

Qudwah, merintis inisiatif mulia dan memimpin untuk kesejahteraan manusia;

Muwatonah, mengakui negara bangsa dan menghormati kewarganegaraan.

2. Menjunjung tinggi nilai-nilai paradigma Wasatiyyat Islam sebagai budaya hidup secara individual dan kolektif, dengan melambangkan semangat dan eksemplar dari sejarah peradaban Islam;

3. Memperkuat tekad untuk membuktikan kepada dunia, bahwa umat Islam sedang mengamati paradigma Wasatiyyat Islam dalam semua aspek kehidupan;

4. Mendorong negara-negara Muslim dan komunitas untuk mengambil inisiatif untuk mempromosikan paradigma Wasatiyyat lslam, melalui World Fulcrum of Wasatiyyat Islam, dalam rangka membangun Ummatan Wasatan, sebuah masyarakat yang adil, makmur, damai, inklusif, harmonis, berdasarkan pada ajaran Islam dan moralitas.

Semoga Allah Swt Memberkati Kami.
Bogor, 3 Mei 2018 17 Sha ‘ban 1439H

Nah, dari pernyataan bersama para ulama dunia ini termaktub pesan kunci bahwa islam tidak lagi difungsikan hanya sebagai ajaran belaka, lebih dari itu dunia islam harus juga bisa meneguhkan arti islam sebagai ilmu dalam pelbagai aspek, termasuk teknologi dan pengetahuan.

Dunia islam pekan ini memang lebih banyak menyoroti tentang Grand Syekh Al Azhar seperti yang diutarakan di awal catatan ini. Sosoknya diangagp representasi dunia islam dan Indonesia adalah negara dengan mayoritas muslim terbesar Indonesia. Sudah barang tentu kedatangannya menjadi begitu penting dan bermakna.

Beliau pun mengunjungi beberapa tempat, di antara ke Pondok Modern Gontor di Ponorogo, berjumpa dengan para alumni Universitas di Al Azhar di Solo. Selain itu, beliau juga diterima oleh Presiden Jokowi di istana negara dan mengunjungi dua ormas terbesar di negeri ini, yakni Muhammadiyah dan NU.

Dalam kunjungannya ke PBNU, beliau bahkan menegaskan lagi pentingnya moderatisme dan menjaga agar umat islam tidak berpecah belah hanya karena politik. Apalagi, beliau mencontohnya banyak negara yang hancur tercerai berai karena melupakan prinsip agama yang luas dan nasionalisme yang dihilangkan dan tidak dianggap sebagai bagian dari agama.

“Tidak boleh mengatakan ‘hanya saya yang paling benar, sementara yang lain tidak’,” katanya.

Syyekh ath-Thayyeb menekankan kaum Muslimin untuk fokus pada titik persamaan ketimbang perbedaan di kalangan umat Islam, baik kelompok sufi, Wahabi, Ahlussunnah, Syiah, dan lainnya.

Pemimpin tertinggi Al-Azhar ini juga menyampaikan bahwa Nabi Muhammad datang sebagai rahmat untuk semua, bukan terbatas untuk umat Islam.

Begitulah, semoga pesan penting Syekh ath-Thayyeb ini sampai ke dunia islam, khususnya bagi negara-negara yang sedang mengalami perpecahan dan dilanda konflik seperti Suriah, Yaman dan lain sebagainya. Tapi, lebih dari itu, pesan ini juga penting bagi negeri seperti Indonesia dan muslim yang ada di dalamnya bahwa kita harus senantiasa menjaga negeri ini dari perpecahan.