Dunia islam pekan ini ditandai dengan berita tentang mulai melunaknya sikap Arab Saudi terhadap ideologi mereka. Jika beberap pekan lalu mereka mulai memperbolehkan perempuan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan berkendara, maka kini otoritas Saudi juga memperbolehkan perempuan ke stadion untuk menonton pertandingan olahraga.
Tentu saja, hal ini mendapatkan sorak-gembira di pelbagai pihak. Pasalnya, dulu, tempat-tempat itu hanya boleh didatangi oleh laki-laki. Bahkan banyak yang mengganggap bahwa olahra seperti sepakbola yang begitu populer hanya boleh diikuti oleh laki-laki saja.
Mulai melunaknya Saudi ini ditengarai terkait investasi yang mereka galakkan. Apalagi, putra mahkota Arab, Mohammed bin Salman, juga mengatakan bahwa Arab Saudi akan mulai membuka diri terhadap segala sesuatu yang baru dan bersiap menjadi negara moderat. Hal itu termaktub dalam visi mereka yang dinamakan Arab Saudi 2030.
Visi ini merupakan rencana jangka panjang berisi kebijakan ekonomi dan sosial selepas era minyak habis. Efeknya, Arab akan lebih longgar terhadap peraturan dogmatis dan sang pangeran tidak ingin negaranya dicap penyokong wahabisme maupun terorisme.
Di belahan Timur tengah lain, Yaman tepatnya, kita melihat hasil konflik dan perang membuat korban banyak orang. Bahkan otoritas PBB yang bertugas di sana dibuat tercengang dengan efek konflik Yaman.
“Saya datang ke Yaman agar bisa lebih memahami krisis kemanusiaan yang semakin memburuk, termasuk wabah kolera yang berkembang cepat dan baru pernah ada di dunia ini, kerawanan pangan terbesar di dunia dan perpindahan penduduk yang semakin luas,” ujar Mark Lowcock, Kepala Bantuan PBB seperti dikutip dari Antara (30/10).
PBB pun menyerukan perang di Yaman harus segera diselesaikan, meskipun itu memakai proses politik. Sebab, lagi-lagi yang menjadi korban adalah warga.
Dari Yaman, kita bergerak ke Palestina. Dan ternyata, pekan ini adalah tepat penanda 50 tahun Palestina dijajah oleh Palestina. Tentu saja ini bukan waktu yang sebentar. Pendudukan Israel ini diperkirakan telah membuat Palestina berantakan.
Diperkirakan ada 600.000 warga Israel telah menduduki wilayah kota suci tersebut, 100.000 hektar tanah warga dirampas dan ribuan bangunan diambil alih. Itu belum pembatasan gerak warga Palestina oleh Israel, khususnya setelah dibangun tembok-tembok pemisah yang kian menyengsarakan rakyat.
Untuk itulah, posisi Indonesia dinilai begitu strategis untuk menghentikan penjajahan ini. Apalagi Indonesia mayoritas muslim dan memiliki kedekatan dengan Timur Tengah, serta, tentu saja, dengan Amerika.