Akhir-akhir ini media nusantara dihebohkan dengan drama kebohongan yang dilakukan oleh salah satu aktris senior (Ratna Sarumpaet). Kisah yang dibuat oleh RS mungkin awalnya hanyalah sebuah keisengan karena dimungkinkan ia sudah terbiasa bermain aksi drama. Drama ini menjadi masalah karena melahirkan simpati yang cukup ekstrim untuk kepentingan politik tertentu.
Kisah-kisah tentang kebohongan akan dengan mudah kita temukan dalam buku-buku sejarah maupun kitab suci agama-agama. Bahkan, dalam beberapa hal ketika kebohongan diolah sedemikian rupa bisa bermetamorfosa menjadi mitos-mitos yang dianggap benar. Fenomena semacam ini merupakan salah satu drama kehidupan manusia. Bisa dikatakan, sejarah manusia merupakan drama antara kebenaran dengan kebohongan.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk merespon drama kebohongan RS dan panasnya perpolitikan nusantara. Akan tetapi, penulis mengajak untuk mentadaburi Al-Quran dan mengambil pelajaran dari sebuah kisah kebohongan yang terekam di dalamnya (Q.S. Yūsuf/ 12: 18).
وَ جاؤُ عَلى قَميصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْراً فَصَبْرٌ جَميلٌ وَ اللَّهُ الْمُسْتَعانُ عَلى ما تَصِفُونَ
“Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya`qub berkata: “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan“. (Q.S. Yūsuf/ 12: 18).
Kisah Yusuf dan saudara-saudaranya sudah dikenal manusia sebelum era Islam. Kisah ini telah disebutkan dalam kitab-kitab terdahulu (Taurat dan Injil). Bahkan, Al-Quran menyebut kisah Yusuf sebagai kisah terbaik; aĥsan al-qashash (Q.S. Yūsuf/ 12: 3).
Kisah ini agak unik dan agak berbeda dengan kisah-kisah lainnya dalam Al-Quran karena dua hal. Yaitu: pertama, jika kisah-kisah lainnya dinarasikan secara sepotong-potong dan tersebar dalam beberapa tempat, maka kisah ini diletakan secara utuh dalam sebuah surat. Kedua, Jika kisah-kisah lainnya menarasikan tentang perjuangan para nabi dalam menghadapi para penentangnya, yang selanjutnya ditutup dengan keimanan sekelompok orang dan pengingkaran sebagian lainnya, maka kisah Yusuf secara khusus menceritakan kehidupan Yusuf itu sendiri, yang telah berhasil melewati beberapa tantangan hidup hingga ia dianugerahi sebuah karunia menjadi orang yang mulia/ terpandang dalam sebuah masyarakat.
Salah satu tantangan penting yang dihadapi Yusuf adalah konsistensi dia memperjuangkan kebenaran walaupun beberapa kali drama kebohongan ditujukan kepada dirinya. Diawal kehidupan Yusuf hingga masa remajanya ia telah menderita dan menjadi korban kebohongan. Misalnya, Pada masa kecilnya, ia pernah dituduh sebagai pencuri oleh ssaudara-saudaranya. Demikian juga, di masa mudanya, ia dipenjara dan menjadi korban kebohongan yang didramakan oleh wanita cantik Zulaikhah (istri ayah angkatnya), yang telah gagal mengajaknya untuk melakukan zina.
Salah satu drama kebohongan yang terberat dialami Yusuf bisa kita lihat dalam Q.S. Yūsuf/ 12: 18. Yakni, sebuah drama yang telah berhasil menjauhkan Yusuf dari orang tuanya (nabi Ya’kub as). Saudara-saudara Yusuf, karena iri hati terhadapnya, membuat cerita bahwa Yusuf telah dimakan serigala. Padahal, mereka telah membuang Yusuf dalam sebuah sumur. Selanjutnya, untuk menutupi tindakan jahatnya, mereka membuat drama kebohongan dengan membawa baju gamis Yusuf yang berlumuran darah palsu.
Salah satu pesan penting dari ayat ini adalah keteladanan yang diperankan oleh Ya’kub as. Ya’kub as mengetahui kebohongan putra-putranya. Ia tahu melalui tanda-tandanya. Ia mampu membedakan antara darah manusia dengan darah hewan. Ia hanya bersikap sabar dan tidak bertindak gegabah karena belum ada data yang benar-benar kuat untuk membongkar kejahatan putra-putranya. Ia memohon pertolongan Allah swt agar memberikan jalan untuk bertemu dengan putra kesayangannya, dan membukakan hati putra-putra yang lainnya tersebut agar mengakui kesalahan dan bertobat kepada Allah swt.
Pesan penting lainnya dalam ayat ini adalah bahwa seorang pembohong tidak akan dapat menutupi rahasianya untuk selamanya. Segala sesuatu selalu memiliki jejak tersendiri. Setiap kejadian ketika hadir menjadi fenomena di alam eksternal, maka ia akan terhubung dan terkait dengan beberapa hal di luar dirinya. Seandainya ia dapat menutupi kejadian tersebut, maka ia tetap tidak dapat menutupi keterkaitan (keterhubungan) dengan beberapa hal di luar kejadian tersebut.
Jadi, Yusuf dalam ayat ini digambarkan sebagai korban kebohongan. Ia menjadi simbol kebenaran, yang merupakan antitesa dari kebohongan. Yusuf merupakan simbol dari ketakwaan dan kesucian.
Kerwanto, Penikmat Kajian Tafsir