Dalam sebuah hadits, nabi Muhammad pernah bersabda : “seorang hamba dicegah dari rejeki akibat dari dosa yang diperbuatnya” (HR. Ahmad). Artinya, saat seorang anak manusia tertatih-tatih mengais rejeki di pelataran bumi, itu pertanda bahwa ia sedang membersihkan dosa, mencuci kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya di masa lalu. Dosa, adakalanya, tak cukup hanya dibasuh dengan istighfar, tetapi juga harus dicuci dengan berbagai kesulitan hidup.
Di samping itu, makna “dicegah” dari rejeki juga berarti dijauhkan seseorang dari keberkahan. Betapapun dia kaya-raya, harta melimpah, rumah dimana-mana; namun dia tercegah dari rejeki. Tidak ada keberkahan di dalam harta yang ia miliki. Harta yang banyak justru membuat dia selalu dihimpit masalah dan dirundung nestapa. Istri selingkuh, anak terkena narkoba, atau keluarga yang penuh konflik merupakan beberapa contoh tercegahnya rejeki itu.
Artinya, mereka yang dicegah dari rezeki, baik yang sulit mencari rejeki maupun yang gagal memanfaatkan rejeki, sama-sama menanggung beban dosa. Tercegahnya mereka dari rejeki adalah cara Tuhan untuk membersihkan dosa. Mereka yang tak suka mengeluh mencari rejeki niscaya akan dihapus dosanya sedikit demi sedikit. Sementara itu, bagi mereka yang hartanya melimpah, cara terbaik menghapus dosa adalah dengan bersedekah, menyisihkan rejekinya untuk orang-orang miskin dan marjinal.
Manusia paripurna – yang bersih dari dosa – adalah mereka yang sanggup memanfaatkan dan mengelola rejeki untuk meninggikan peradaban dan kualitas kemanusiaan. Bukan banyaknya harta yang dinilai oleh Tuhan, tetapi darimana harta itu berasal dan diperuntukkan untuk apa. Uang yang diperoleh dari korupsi, misalnya, jelas tidak mengandung keberkahan didalamnya. uang yang dipergunakan untuk ke pelacuran juga jauh dari nilai manfaat.
Bangsa Pendosa
Sekarang, marilah kita tengok Indonesia, negara yang sangat kita cintai. Negara ini kaya-raya dalam segala hal. Manusianya melimpah, ratusan juta jiwa dan mempunyai tingkat intelegensia yang tinggi. Berkali-kali putra-putra Indonesia memenangkan lomba sains tingkat dunia.
Di samping itu, Indonesia juga mempunyai ragam kebudayaan yang kaya. Ratusan suku-bangsa yang mendiami Indonesia memiliki karakter kebudayaan yang beragam dan indah.
Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tanahnya subur, lautnya subur, dan kandungan tambangnya juga subur. Dengan kekayaan alam yang melimpah itu, tak ada celah bagi hadirnya kemiskinan di Indonesia.
Maknanya, dilihat dari human capital, economic capital, dan cultural capital; Indonesia sangat kaya raya. Rejeki Tuhan datang dari segala penjuru. Namun, kekayaan yang melimpah itu ternyata justru membuat orang-orang Indonesia tercegah dari rejeki. Gagal memanfaatkan rejeki secara proporsional.
Betapapun Indonesia kaya-raya namun tak ada keadilan sosial di negeri ini. Tercegahnya orang-orang Indonesia dari rejeki akibat dosa besar yang mereka lakukan. Dosa itu disebabkan karena sekelompok elit di negeri ini lebih suka hidup bermewah-mewahan, koruptif, dan berwatak tamak. Mengenai hal ini, Al-Qur’an memberi nasehat sebagai berikut (Al-Israa/17 : 16) :
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (untuk patuh pada kebenaran) tetapi mereka melakukan kedurhakaan di negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketetapan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”
Hadirnya sekelompok elit yang hidup bermewah-mewahan dan koruptif menyebabkan sebuah Negara tercegah dari rejeki. Kekayaan alam yang melimpah di Negara itu justru merupakan kutukan karena menjadi ajang perebutan oleh para elit. Kaum elit berusaha menjadikan kekayaan negeri sebagai hak milik, bukan lagi menjadi hak hidup bersama.
Ketika penduduk negeri berlomba-lomba untuk hidup bermewah-mewahan, di situlah terjadi tercegahnya rejeki di negeri itu. Konflik terus-menerus terjadi. Kekerasan, kriminalitas, dan berbagai patologi sosial menjamur. Dalam bahasa lain, terjadi keruntuhan social capital.
Tampaknya, hal itulah yang terjadi di Indonesia. Negara ini memang memiliki kekayaan human capital, economic capital, dan cultural capital; tetapi Indonesia sangat miskin social capital. Terjadi gap sosial yang cukup jauh antara mereka yang kaya-raya dan hidup mewah dengan mereka yang miskin.
Para pemilik modal terus berusaha menambah pundi-pundi kekayaannya dengan cara merampas hak-hak orang banyak. Inilah dosa besar yang sekarang melanda Negara Indonesia. Dosa yang mencerabut berkah kekayaan melimpah. Dosa – yang tidak segera ditaubati – akan membuat Negara ini hancur sehancur-hancurnya.