Berikut ini adalah kutipan doa Neno Warisman dan Fahri Hamzah di malam munajat 212:
Neno Warisman:
“Jangan.. jangan kau tinggalkan kami
dan menangkan kami
karena jika Engkau tidak menangkan
kami Khawatir ya Allah.. kami khawatir ya Allah..
Tak ada lagi yang menyembahmu.. Ya Allah…
Fahri Hamzah:
Ya Allah singkirkan orang munafik
Ya Allah tumbangkanlah kekuasaan orang kafir
Rampaslah kekuasaan mereka
Cabutlah wibawa mereka
hancurkan tahta mereka ya Allah..
Karena kalau tidak umat akan terus gelisah
Kita tidak akan pernah berhenti seperti ini
Sampai umat mendapatkan orang yang mulutnya bisa dipercaya
Hatinya lurus dan tidak khianat kepada ulama dan bangsanya_
Beberapa kawan menyebarkan video kutipan doa kedua tokoh politik pro-Capres-Cawapres 02 Prabowo-Sandi itu dengan tajuk “Doa yang mengancam”. Saya kurang sepakat. Sebenarnya banyak doa atau syair Arab yang bernada mengancam seperti itu, dan sering diucapkan oleh kaum Muslimin di Indonesia, hanya saja diucapkan dalam bahasa Arab sehingga banyak orang yang tidak paham.
Misalnya, dalam syair yang mengiringi kalimat takbiran setiap lebaran, ada kalimat yang artinya “Allah-lah yang mengalahkan musuhnya sendiri”, atau “doa-doa perang” yang dibaca khatib ketika khutbah Jum’at. Kontek doa-doa seperti itu dibaca dalam keadaan sedang berhadap-hadapan dengan lawan, tapi bahasanya tidak terlalu vulgar seperti doa Neno dan Fahri di atas.
Baca juga: Teks Lengkap Puisi Neno Warisman yang Mengancam Allah
Dalam Shalawat Asyghil yang dibaca oleh jutaan warga NU di Jawa Timur pada acara peringatan Hari Santri juga ada kalimat yang mirip meskipun tidak terlalu “mengancam” seperti doa dua tokoh politik di atas. Ada kalimat yang kurang lebih artinya “sibukkanlah/hadapkanlah orang yang zhalim dengan orang zhalim juga”. Belakangan Fahri Hamzah juga mengunggah video dengan membaca shalawat Asyghil bersama dengan rekannya Fadli Zon, Ahmad Dhani, dan tidak ketinggalan Mulan Jamela.
Apakah doa Neno Warisman dan Fahri Hamzah itu salah? Tentu tidak. Dalam politik terkadang urusannya bukan salah dan benar, tetapi menag dan kalah. Hanya sedihnya, Pilpres ini kan soal pilihan politik.
Baca juga: Munajat 212 yang Sangat Politis dan Tidak Ramah Jurnalis
Mestinya sumpah serapah seperti di atas tidak perlu dikeluarkan, sampai menyebut lawan politik sebagai kelompok MUNAFIK atau kelompok KAFIR. Apalagi ada ancaman kepada Allah kalau mereka kalah, tidak ada lagi yang menyembah-Nya. Allah kok diancam-ancam. Ini berlebihan. Padahal di kubu samping mereka juga didukung oleh umat Islam, bahkan jumlahnya lebih banyak, ini kalau kita bicara jumlah.
Sekali lagi ini urusan politik. Tidak perlu belebihan.
Berikutnya, kalau masih ingin berdoa dengan tema seperti itu, tantangannya adalah bisa nggak doa itu diucapkan dalam bahasa Arab? Ini bukan bercandaan. Bukan saja bahasa Arab ini adalah bahasa yang utama dalam berdoa. Tetapi, doa dengan bahasa Indonesia yang mudah dipahami oleh para peserta munajat seperti di atas, apalagi diucapkan dengan tangis histeris (Neno Warisman) atau teriakan heroik (Fahri Hamzah) itu sebenarnya tidak ditujukan secara langsung kepada Allah Dzat Pengabul Doa, tetapi ditujukan kepada para peserta munajat itu sendiri. Itu adalah orasi atau kampanye, bukan doa. Dengan bahasa Arab, secara psikologis doa bisa kita angkat ke atas, ke Arsy, bukan ke samping kanan-kiri kita.
Doa yang ditujukan kepada Allah juga tidak perlu dengan kalimat se-vulgar itu. Berdoa juga ada etikanya, misal dimulai dengan bismillah, hamdalah, dan shalawat, baru sampai pada inti doa yang cukup dengan kalimat yang satir, soft. Tak perlu khawatir, Allah mengerti keinginan hambanya meskipun dengan bahasa yang sangat satir.
Bahkan, para ahli dzikir biasanya malah hanya sedikit sekali berdoa. Mereka memperbanyak dzikir bahkan sampai larut malam, setiap hari, rutin, tidak hanya menunggu perpaduan angka unik 2-1-2. Berzikirlah yang banyak, agungkan Asma Allah sesering mungkin, dan setelah itu mintalah kepada-Nya seperlunya saja. Tanpa meminta pun dengan banyak berdzikir, bukankah Dia Maha Mengetahui yang diinginkan dan diikhtiarkan oleh hambanya? Tentunya ikhtiar yang dilakukan dengan cara-cara yang baik, bukan dengan menebar hoax.