Bagaimana Doa Rasulllah tentang Suriah, Yaman dan negeri Timur Tengah lain menjadi populer? Sebelum ke sana, kita harus memahami beberapa fakta terkait ini. Misalnya, Tunisia mempelopori terjadinya Arab Spring di negara-negara Timur Tengah. Mesir, Libiya, Maroko, Yaman, Suriah dan beberapa negara Arab lainnya mengalami tragedi beradarah demi jabatan politik tertentu. Namun hingga kini, ada dua negara Arab yang hingga kini konfliknya belum berakhir, yaitu Suriah dan Yaman. Keduanya pun masih menjadi sorotan media-media Arab dan internasional.
Dalam hal ini, saya tidak sedang memposisikan diri sebagai pengamat politik Timur Tengah. Namun saya memposisikan diri sebagai pengkaji Hadis. Pasalnya, ada salah satu Hadis populer dan dijadikan “jualan” oleh kelompok tertentu untuk mendapatkan simpati-simpati publik yang sifatnya pragmatis. Hadis yang dijadikan legitimasi berbicara tentang doa Nabi untuk keberkahan Syam dan Yaman. Dalam Hadis tersebut, Nabi justru “enggan” mendoakan keberkahan untuk Najd. Bahkan para sahabat ada yang protes sampai tiga kali kenapa Nabi tidak mau mendoakan Najd.
Nabi pun menjawab, “Karena dari di Najd itu akan terjadi huru hara dan konflik berkepanjangan, dan di sana juga akan ada tanduk (tentara) setan.”
Sebelum negara Arab terpisah-pisah akibat penjajahan pada waktu itu, Syam itu sebenarnya bukan hanya Suriah saja, tapi juga Palestina, Yordania, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan seterusnya. Namun kini, Syam hanya diidentikan dengan Suriah saja. Anggaplah demikian. Terlepas dari itu, apakah benar doa keberkahan Nabi itu karena menspesialkan kedua negara itu? Kalau memang Nabi mendoakan keberkahan mengapa dulu dan kini kedua wilayah itu terus menjadi konflik karena kepentingan politik tertetu? Tentu kita terlalu suul adab jika mengatakan doa Nabi tidak manjur bukan?
Paling tidak, ada tiga poin yang ingin saya garis bawahi dalam memahami Hadis tersebut yang tentunya mengutip dari beberapa kitab syarah Hadis.
Pertama, Najd itu bukan nama suatu daerah tertentu yang ada di sebuah negara. Akan tetapi, menurut al-Khatabi, Najd itu setiap wilayah dataran tinggi yang berada di sebelah timur Madinah. Menurutnya, itu adalah wilayah Irak dan sekitarnya. Karena hadis ini diucapkan oleh Nabi ketika beliau berada di Madinah.
Jadi ini justru berlawanan dengan penafsiran-penafsiran teman-teman NU yang mengatakan bahwa Najd itu adalah nama salah satu wilayah di Arab Saudi. Selain itu, Nabi berat hati mendoakan keberkahan untuk Najd. Nabi sudah tahu bahwa didoakan seperti apa pun orang-orang yang ada di Najd sana sudah tertipu dengan bujukan setan. Agama dijadikan tameng untuk merebutkan kepentingan politik. Jadi sama saja percuma berdoa untuk orang-orang seperti itu.
Kedua, para perawi hadis berbeda dalam meriwayatkan redaksi minha dan biha sebelum kalimat yathlu’ qarn al-syaithan. Imam Bukhari menggunakan lafal biha saja, sementara Tirmidzi menggunakan kedua-duanya. Dalam kajian hadis, apa yang dilakukan oleh Tirmidzi diistilahkan dengan syak min al-râwi. Keduanya tentu berimplikasi terhadap perbedaan pemahaman. Kalau minha berarti bermakna ‘dari situ’, sementara biha bermakna ‘di situ’. Tentu implikasi lafal yang menggunakan minha jauh lebih dahsyat efeknya daripada biha.
Pasalnya, kalau minha berarti mengindikasikan keluarnya tanduk setan itu ‘dari situ’, yaitu Irak dan bisa jadi menyebar ke negara lainnya. Sementara arti biha hanya mengindikasikan bahwa tanduk setan itu hanya berada di Irak saja, tidak akan menyebar kemana-mana.
Tetapi faktanya, konflik Timur Tengah saat ini sudah merembet kemana-mana. Bahkan informasi terakhir yang saya dapatkan dari media bahwa Arab Saudi dan sekutunya ingin membuat pasukan militer khusus, yang terlatih, untuk ikut memperkeruh konflik yang terjadi di Suriah. Di sisi lain, Rusia, Iran, dan tentara Hizbullah juga ikut serta andil dalam mempertahankan sekutunya, yaitu Bashar Asad.
Perlu diketahui juga bahwa yang dimaksud tanduk setan dalam hadis ini, menurut al-Khatabi, itu sejumlah kekuatan yang ingin melengserkan kekuatan lainnya. Saya tidak ingin memperkeruh keadaan dengan mengasumsikan tanduk setan di sini pada kelompok atau milisi tertentu. Silakan para pembaca menilainya sendiri. Baik di Suriah maupun di Yaman, tanduk setan ini ada di sana semuanya.
Ketiga, doa Rasulullah itu sebanarnya sifatnya preventif. Artinya, jauh-jauh hari Rasulullah mendoakan itu karena untuk memperedam konflik-konflik yang ada pada saat itu dan kini. Bukankah dulu juga terjadi perpecahan antara Ali dan Muawiyah itu di wilayah Irak dan sekitarnya? Sekarang juga demikian.
Nabi mendoakan Syam (Suriah) dan Yaman bukan karena kedua negara ini memiliki sesuatu yang spesial, akan tetapi karena konflik yang tidak berkesudahan akan terjadi di sana. Kalau tidak didoakan Rasulullah, mungkin jauh-jauh hari dunia ini sudah kiamat.
Jadi, saya tekankan sekali lagi bahwa doa keberkahan Nabi untuk Yaman dan Suriah itu bukan spesialisasi, tapi tindakan preventif Nabi. Demikian Ibnu Hajar mencantumkan pendapat al-Muhalab dalam Fathul Bari. Wallahu a’lam bis shawab. []