Saat menyiapkan materi pengajian tafsir QS Maryam ayat 78-87 untuk majelis khataman Al-Qur’an di Melbourne, saya menemukan doa dari sahabat Nabi yang terkenal alim dan cerdas, yaitu Abdullah bin Mas’ud.
Ketika menjelaskan ayat 87, “Mereka tidak berhak mendapat syafa’at kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah,” Tafsir Ibn Katsir mengutip riwayat di bawah ini:
Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman bin Khalid Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan Al-Wasiti, dari Al-Mas’udi, dari Aun bin Abdullah, dari Abi Fakhitah, dari Al-Aswad bin Yazid yang mengatakan bahwa Abdullah bin Mas’ud membaca ayat ini: kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 87)
Kemudian Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa mereka yang telah mengambil janji di sisi Tuhannya, maka kelak di hari kiamat Allah Swt. akan memanggil mereka, “Barangsiapa yang telah mengambil janji di sisi Allah, hendaklah ia berdiri.”
Mereka (para tabi’in) berkata, “Wahai Aba Abdir Rahman (julukan panggilan Ibnu Mas’ud), kalau begitu ajarkanlah doanya kepada kami.” Ibnu Mas’ud menjawab, “Kalau demikian, ucapkanlah oleh kalian doa berikut:
“Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui semua yang gaib dan yang lahir, sesungguhnya saya berjanji kepada Engkau dalam kehidupan dunia ini, bahwa jikalau Engkau membiarkan diriku kepada amal perbuatan yang mendekatkan diriku kepada keburukan dan menjauhkan diriku dari kebaikan, sedangkan aku tidak percaya kepada siapa pun kecuali hanya kepada rahmat-Mu, maka jadikanlah bagiku di sisi Engkau suatu perjanjian yang Engkau akan tunaikan kepadaku kelak di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji’.”
Dikisahkan sahabat Nabi Ibnu Mas’ud selalu mengiringi doanya ini yang diucapkan dengan penuh rasa takut, memohon perlindungan dan memohon ampunan dengan penuh harap dan cemas kepada Allah SWT. Ibn Syaibah dalam al-Mushannaf mengatakan sanad riwayat di atas shahih.
Apa maksud Ibn Mas’ud dalam doanya di atas?
Mereka yang terikat perjanjian dengan Allah akan diberi syafaat kelak di hari akhir. Para ulama tafsir mengatakan perjanjian yang dimaksud ini adalah ungkapan syahadat. Para ulama sufi menafsirkan perjanjian dalam kalimat syahadat itu adalah perjanjian umum, di luar itu juga ada perjanjian semacam ikatan khusus antara hamba dengan Allah SWT –disesuaikan dengan tugas dan amanah yang diterima masing-masing hambaNya.
Dalam konteks ini Ibnu Mas’ud berbaik hati mengajarkan kita perjanjian antara dia dengan Allah SWT: jikalau ternyata hidupnya lebih banyak bergelimang keburukan dan jauh dari kebaikan, Ibn Mas’ud berjanji untuk tetap kukuh percaya kepada kasih sayang Allah. Inilah ikatan kontrak seorang Ibn Mas’ud. Dia berjanji akan memegang teguh hal ini dan memohon agar kelak dimasukkan ke dalam golongan mereka yang berdiri di saat Allah memanggil mereka yang memiliki perjanjian dengan Allah. Ibn Mas’ud juga tersirat dalam doanya memohon syafaat sesuai perjanjian ini.
Kita mungkin bukan orang-orang khusus yang memiliki perjanjian dengan Allah SWT. Yang kita miliki adalah perjanjian umum saat Allah dulu bertanya “Alastu birabbikum? Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” (QS al-A’raf:172). Namun tidak salah kita turut mengucapkan do’a di atas yang telah diajarkan Ibn Mas’ud karena ada kata kunci di sana: kita tidak mengandalkan amal ibadah kita, yang tidak seberapa dan belum tentu pula diterima Allah. Yang kita harapkan adalah rahmat Allah. Maka sejatinya doa Ibn Mas’ud adalah harapan kita semua: kita berharap kasih sayang Allah meliputi kita semua baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Sudah kusampaikan, Ya Arhamar Rahimin….
Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School