Didi Kempot, Cinta dan Luka: Kenangan Tumbuh Bersama Lagu Lord of Brokenheart

Didi Kempot, Cinta dan Luka: Kenangan Tumbuh Bersama Lagu Lord of Brokenheart

Apa sih yang membuat Didi Kempot begitu istimewa?

Didi Kempot, Cinta dan Luka: Kenangan Tumbuh Bersama Lagu Lord of Brokenheart

Ambyar, kaget dan termenung. Beberapa respon inilah yang sebagian besar ‘Sobat Ambyar’ rasakan di seluruh negeri. Bagaimana tidak, The Lord of Broken Heart alias Didi Kempot, yang baru sekitar dua tahunan ini menjadi buah bibir dan bahkan menjadi cekelan cagak pemuda millennial ternyata begitu cepat meninggalkan kita semua. Lord Didi meninggal dunia pagi ini, Selasa, 5 Mei 2020 pukul 07.30 WIB di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, Jawa Tengah.

Kematian memang tidak akan pernah bisa dihindari dan ditolak (Ali Imran:185 dan A-Munafiqun:11). Begitu juga Lord Didi, ia tak mampu ‘merayu’ malaikat maut melalui lagunya dengan misalnya meminta jeda tanggal kematiannya karena tahun-tahun ini baru menjadi tahun terbaiknya. Tidak, sekali Tuhan berkata “Kun”, maka jadilah apa yang Dia kehendaki.

Mungkin sebagian dari kita juga terbersit sebuah pikiran, “Kasihan Lord Didi, dia baru merasakan buah manis dari puluhan tahun perjuangannya, namun Tuhan sudah mengambilnya.” Tapi, memang terkadang begitulah cara Tuhan menaikkan derajat hamba-Nya yang istimewa. Ia dipanggil di saat semua orang lagi sayang-sayange dan lagi jeru-jerune dengan karya-karya dan pribadi Lord Didi yang dikenal murah senyum meski hatinya pernah ajur berkali-kali.

Lelaki berambut gondrong dan hampir selalu pake’ blangkon ini lahir dari seniman tradisional terkenal, Ranto Edi Gudel yang lebih dikenal dengan Mbah Ranto. Lord Didi juga merupakan adik kandung dari Mamiek Prakoso, pelawak senior Srimulat yang sudah ‘pamit’ duluan. Mungkin darah seniman inilah yang membawanya untuk menjadi pengamen sebelum akhirnya menjadi maestro Campur Sari.

Lika-liku perjuangan Lord Didi memang begitu panjang, ia memulai karirnya sebagai musisi jalanan di kota Surakarta sejak tahun 1984 hingga 1986, kemudian mengadu nasib ke Jakarta pada tahun 1987 hingga 1989. Adapun nama panggung Didi Kempot merupakan singkatan dari Kelompok Pengamen Trotoar, grup musik asal Surakarta yang membawanya hijrah ke Jakarta. Ia pun mengakui bahwa kata “Kempot” inilah yang akhirnya membawa berkah tersendiri. Namun, ketenaran Didi Kempot dalam dua tahun ini memang di luar prediksi banyak orang. Ia mampu mewakili suara anak muda meski ia sendiri sudah berkepala lima.

Hemat saya, ada beberapa alasan kenapa Lord Didi begitu digandrungi khalayak muda-mudi dewasa ini. Pertama, ia memang seniman Jawa sejati yang mempunyai prinsip untuk nguri-nguri atau mempertahankan budaya Jawa. Karena itulah, meski puluhan tahun karyanya sempat kembang kempis dan kurang dilirik, akhirnya waktu pun berpihak kepadanya. Kedua, tanpa mengurangi “kebesaran” Lord Didi, beberapa penyanyi Jawa seperti Nella Kharisma, Via Vallen dll. yang mampu meng-cover lagu-lagu Lord Didi dengan gaya dan nuansa khas anak millenial memang telah membangkitkan kembali gairah mereka untuk kembali mengenal penyanyi aslinya.

Di samping itu, ramai dilagukannya lagu-lagu Jawa jugsa membuat beberapa penyanyi muda Jawa seperti Deni Caknan dll, ketiban berkahnya. Ia tidak mungkin lahir dan besar tanpa pengaruh Didi Kempot. Lagu-lagu Jawa pun dinyanyikan tidak hanya orang Jawa, tapi juga luar Jawa. Di sini “misi” Lord Dedi sangat berhasil.

Ketiga, ada kharisma dan daya magis tersendiri ketika Lord Didi mendendangkan lagu-lagunya yang mengiris hati. Maka tidak heran bila beberapa penonton terkadang sampai menangis gero-gero ketika ikut bernyanyi, tak terkecuali bagi pemain kendang, Dory Harsa yang tak mampu menahan tangis—karena teringat mantan istrinya—tatkala diajak Lord Didi berduet. Saya yakin, penyanyi manapun yang menyanyikan lagu Lord Didi tidak akan mampu membuat penonton sampai menangis histeris di tengah konser.

Keempat, sekelompok anak muda yang menamakan dirinya sebagai “Sobat Ambyar” yang baru terbentuk sekitar Juni 2019 menjadi pemicu semakin dikenalnya Lord Didi. Kreativitas Sobat Ambyar ini memang tiada tandingnya. Bila diamati dengan seksama, coba lihat dari mana datangnya kata-kata “Cendol dawet, lima ratusan, gak pake’ ketan, 1234…” yang mengiringi sela-sela lagu Lord Didi Kempot kalau tidak dari kreativitas Sobat Ambyar. Ada semacam sinergi dan mutualisme hakiki antara Sobat Ambyar dan Didi Kempot.

Belajar dari Kebesaran Hati Lord Didi

Mari kita melihat bagaimana tanggapan-tanggapan Lord Didi setiap kali menceritakan perjuangannya di masa lalu, bagaimana ketika ia ditolak perempuan, tidak direstui calon mertua dan bahkan ditinggalkan kekasihnya tanpa kabar. Lord Didi hampir pasti menjawab dengan tersenyum bahagia, yang menandakan bahwa ia telah melewati masa-masa kelam itu. Dan tentu, ia ingin melihat Sobat Ambyar—yang sedang mengalami masa kelam dan getirnya cinta—juga kuat dan tetap berkarya.

Dalam salah satu kongkow-nya dengan anak-anak Jogja, begitu juga dengan acara Rosi di Kompas TV, Lord Didi juga bercerita bahwa ia telah bikin sekitar 700-an lagu. Bayangkan, dari 700-an lagu itu berapa yang akhirnya meledak dan trending? Entah ada 10% nya atau tidak. Saya kira Lord Didi memang sudah menulis lagu cinta dengan cinta. Maksudnya, ia sudah berada di maqam seseorang yang tidak berfikir panjang apakah nanti lagunya booming atau tidak. Baginya, booming dan viral biarlah Tuhan yang mengurusnya, yang terpenting ia tetap bahagia dalam berkarya. Mental seperti Lord Didi inilah yang perlu kita tiru.

Lord Didi, terimakasih atas karya-karyamu yang luar biasa. Engkau akan tetap menjadi panutan bagi kita. Kau telah menemani dan menyirami hati para Sobat Ambyar yang hatinya sempat terseok-seok dan ajur. Mari Sobat Ambyar, kita doakan yang terbaik untuk beliau. Aku yakin Lord Didi sedang ‘berdendang’ dengan bahagia di alam sana. Ia tidak pernah lagi sakit hati, karena hatinya sekarang sangat bahagia karena diiringi bidadari surgawi.