Banyak orang menyangka bahwa harta yang didapatkan oleh seseorang adalah miliknya semata. Padahal sebenarnya ketika ia mengumpulkan harta untuk dirinya, di saat yang sama pula ia mengumpulkan harta buat orang lain seperti anak sendiri, tetangga dan orang-orang yang membutuhkannya. Meskipun ia tetap bersikukuh untuk tidak memberikan hartanya kepada siapapun, harta tersebut lambat laun akan pindah ke tangan orang lain baik ketika ia masih hidup atau setelah meninggal.
Menurut Abu Dzar Al-Ghifari sebagaimana dikutip dalam Tafsir Al-Sya’rawi, karya Syaikh Muhammad Mutawally Al-Sya’rawi, pada hakekatnya harta yang berada di tangan kita juga dimiliki oleh tiga orang. Abu Dzar menjelaskan bahwa harta dimiliki oleh orang yaitu takdir, ahli Waris dan diri sendiri.
Pertama, takdir. Ketika takdir hendak mengambil hartanya, ia tidak perlu menunggu perintah dari sepimilik harta. Ia tidak menunggu harta itu harus baik atau buruk. Kapan saja takdir bisa mengambil bagiannya dari harta itu. Ia tidak perduli si pemilik harta sedih atau bahagia. Bisa jadi ia mengambil bagiannya dalam jumlah yang sedikit bisa jadi dalam jumlah yang banyak. Bahkan terkadang ia mengambil semua bagiannya tanpa menyisakan sedikitpun. Semuanya terserah takdir berapa ia mengambil bagiannya.
Kedua, ahli waris. Anak-anak, istri dan keluarga dekat akan mengambil bagiannya dari harta yang kita miliki manakala sudah meninggal. Mungkin saat masih hidup, kita mampu menguasai harta dan memberikan keluarga sesuai keinginan tetapi hal itu tidak akan bertahan lama. Mereka sedang menunggu waktu jasad kita bersatu dengan tanah. Pada waktu itulah mereka secara otomatis mengambil bagiannya masing-masing sementara kita tidak berbuat apa-apa selain terpenjara dalam kubur.
Ketiga, diri sendiri. Kita harus berusaha untuk tidak boleh dikalahkan oleh dua pemilik yang telah disebutkan yaitu takdir dan ahli waris. Semampu mungkin harta yang berada di tangan kita jangan sampai jatuh di tangan mereka berdua sementara kita hanya mendiamkan harta itu. Gunakanlah harta itu sebaik-baiknya dengan cara menyedekahkannya di jalan Allah sebelum mereka mengambilnya. Jika tidak, mereka sendiri yang datang mengambilnya dan belum tentu kita bisa mendapatkan manfaat dari harta yang mereka ambil dari kita. Sebagai contoh, jika harta kita ditakdirkan dicuri, belum tentu pencurinya menggunakannya di jalan yang benar. Begitu juga ketika jatuh di tangan ahli waris, belum tentu mereka memanfaatkannya dengan baik yang bisa memberikan pahala buat kita di akhirat.
Sebanyak apapun harta yang dikumpulkan, berusahalah untuk tetap mengifakannya di jalan Allah SWT. Meskipun nantinya takdir dan ahli waris datang mengambil bagiannya, paling tidak kita sudah menabung bagian kita untuk kehidupan akhirat kelak dan tidak meninggalkan penyesalan sedikit pun dalam diri kita di kemudian hari.