Catatan untuk Ustadz Rahmat Baequni: Benarkah Imam Mahdi Muncul di Usia 40 Tahun?

Catatan untuk Ustadz Rahmat Baequni: Benarkah Imam Mahdi Muncul di Usia 40 Tahun?

Catatan untuk Ustadz Rahmat Baequni: Benarkah Imam Mahdi Muncul di Usia 40 Tahun?
Ustadz Rahmat Baequni memiliki banyak jamaah dan tak jarang jamaahnya yang menelan mentah-mentah apa yang dikatakan. Eh, tapi benar nggak sih demikian?

Dalam pengajiannya, Ustadz Rahmat Baequni menjelaskan Imam Mahdi akan diutus setelah banjir darah di Mekah, di sekitar Masjidil Haram dan Ka’bah, karena ada tiga putra Mahkota yang berkelahi, berperang berebut kekuasaan. Apakah Raja Salman akan meninggal tahun depan jika Imam Mahdi diutus tahun depan?

Selain itu, Ustadz Baequni juga menyebutkan bahwa usia Imam Mahdi saat di tahun 2019 itu sudah mencapai 39 tahun, dan akan muncul pada tahun 2020 ketika usianya mencapai 40 tahun. Rupanya ia mengutip sebuah hadis mengenai kemunculan Imam Mahdi.

Setelah kami telusuri ternyata hadis yang dimaksud itu terdapat dalam beberapa kitab sejarah dan hadis, seperti kitab Musnad al-Syamiyyin dan al-Mu‘jam al-Kabir karya Imam al-Thabrani, al-Fitan karya Nu’aim bin Hammad, al-Sunan karya Abu Amr al-Dani, dan Tarikh Dimasyq karya Ibnu Asakir. Tapi darimana ia tahu kalau Imam Mahdi sudah berusia 39 tahun? Dan apakah hadis yang dikutipnya mengenai usia 40 tahun Imam Mahdi itu dapat dipertanggungjawabkan validitasnya?

Redaksi Hadis di Musnad al-Syamiyin dan al-Mu‘jam al-Kabir

Hadis mengenai sosok Imam Mahdi yang akan meraih kesuksesan di usianya yang ke-40 tahun itu bersumber dari sahabat Nabi Abu Umamah yang mendengar Rasulullah SAW bersabda:

«سَيَكُونُ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الرُّومِ أَرْبَعُ هُدَنٍ، الرَّابِعَةُ عَلَى يَدِ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ هِرَقْلَ تَدُومُ سَبْعَ سِنِينَ “. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ يُقَالُ لَهُ: الْمُسْتَوْرِدُ بْنُ خَيْلَانَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ إِمَامُ النَّاسِ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: ” مِنْ وَلَدِي، ابْنُ أَرْبَعِينَ سَنَةً، كَأَنَّ وَجْهَهُ كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ، فِي خَدِّهِ الْأَيْمَنِ خَالٌ أَسْوَدُ، عَلَيْهِ عَبَاءَتَانِ قَطْوَانِيَّتَانِ، كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ بَنِي إِسْرَائِيلَ، يَمْلِكُ عِشْرِينَ سَنَةً، يَسْتَخْرِجُ الْكُنُوزَ، وَيَفْتَحُ مَدَائِنَ الشِّرْكِ»

Artinya:

“Ada suatu masa di antara kalian dan bangsa Romawi terdapat empat kali gencatan senjata. Gencatan senjata yang keempat itu berada di bawah kekuasaan anggota keluarga Heraklius yang berkuasa selama 7 tahun. Seseorang dari keturunan Abdul Qais bernama al-Mustaurid bin Khailan itu bertanya pada Rasulullah, “Rasul, siapakah nanti imam kami pada saat itu?” “Dia dari keturunanku, berusia 40 tahun, wajahnya bagai bintang berkilau, di pipi kananya terdapat tanda hitam, memiliki dua selendang katun, seperti keturunan Bani Israel, berkuasa selama 20 tahun, mengeluarkan harta karun, dan membebaskan kota-kota syirik.” (HR al-Thabrani).

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Lisanul Mizan mengatakan bahwa hadis di atas merupakan hadis yang tidak shahih (khabar bathil), karena terdapat rawi bernama Anbasah bin Abi Shagirah. Hal senada diperjelas oleh Imam Ibnu Katsir dalam Jami‘ al-Masanid wa al-Sunan. Menurutnya, Anbasah itu tidak dikenal secara baik identitasnya. Dalam ilmu hadis, kategori rawi seperti ini disebut dengan majhul (tidak diketahui sosok dan identitas). Oleh karena itu, riwayat yang dinisbatkan kepada Rasulullah atau dikenal dengan hadis marfu’ ini dapat dinilai sebagai hadis dhaif.

Redaksi Hadis dalam al-Fitan Karya Nu‘aim bin Hammad

حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ، قَالَ: «يَخْرُجُ الْمَهْدِيُّ وَهُوَ ابْنُ أَرْبَعِينَ سَنَةً، كَأَنَّهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ

Artinya:

“Diriwayatkan dari al-Walid; dari Said; dari Qatadah; dari Abdullah bin al-Harits yang berkata: “al-Mahdi itu akan keluar pada usianya yang ke-40, dan dia seperti lelaki keturunan Bani Israil.”

Dalam sanad hadis ini terdapat rawi bernama Qatadah. Ia adalah Qatadah bin Diamah al-Sadusi. Imam al-Alai dalam kitab Jami‘ al-Tahshil menyebutkan bahwasanya Qatadah itu salah satu tabiin yang masyhur seringkali melakukan tadlis (pengelabuan periwayatan) dan irsal (penisbatan terhadap guru yang bukan semestinya). Selain itu, al-Alai mencantumkan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal bahwa Qatadah itu tidak pernah mendengarkan hadis dari Abdullah bin al-Harits al-Hasyimi. Sosok Abdullah menurut kebanyakan ulama merupakan tabiin, bukan sahabat Nabi.

Dalam keterangan lain di kitab Tarikh Dimasyq, Imam Ibnu Asakir menyebutkan bahwa Qatadah mendengar hadis Abdullah bin al-Harits itu melalui Abu al-Khalil Shalih bin Abi Maryam. Artinya, Qatadah tidak menyembunyikan Shalih bin Abi Maryam dari rangkaian sanad. Qatadah langsung menyebutkan Abdullah bin al-Harits yang padahal ia tidak pernah mendengar hadis darinya. Artinya, hadis di atas dikategorikan sebagai hadis mursal khafi. Ulama berbeda pendapat mengenai hukum mengamalkan hadis mursal. Ada yang menerima secara mutlak, ada yang menolak secara, dan ada juga yang menerima dengan syarat.

Katakanlah misalnya hadis ini diterima dengan mengikuti salah satu pendapat ulama hadis bahwa hadis mursal dari ulama-ulama 3 abad dari awal hijriah itu dapat dijadikan hujah. Tetapi ada hadis yang secara spesifik menyebutkan bahwa al-Mahdi yang dimaksud adalah Umar bin Abdul Aziz. Ini pun merupakan pendapat Qatadah, dan tidak dapat dinisbatkan pada Rasulullah. Informasi yang dimaksud itu terdapat dalam kitab as-Sunan karya Abu Umar al-Dani sebagaimana berikut:

كَانَ يُقَالُ الْمَهْدِيُّ ابْنُ أَرْبَعِينَ سَنَةً، يَعْمَلُ بِأَعْمَالِ بَنِي إِسْرَائِيلَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ عُمَرُ فَلَا أَدْرِي مَنْ هُوَ

“Al-Mahdi itu berusia 40 tahun, yang bekerja sebagaimana pekerjaan Bani Israil. Kalau dia bukan Umar (bin Abdul Aziz) maka saya tidak tahu (lagi) siapa dia itu.”

Doktor Muhammad al-Muqaddam mencatat dalam bukunya al-Mahdi wa Fiqh Asyrath as-Sa’ah (Imam Mahdi dan Pemahaman Tanda Kiamat), paling tidak ada 19 orang yang mengaku atau dianggap sebagai Imam Mahdi oleh masyarakat Muslim pada zamannya. Di antaranya Umar bin Abdul Aziz. Beliau dianggap sebagai al-Mahdi karena keadilannya sebagai khalifah.

Pada abad ke-20, ada juga orang Arab yang dianggap sebagai al-Mahdi, yaitu Muhammad bin Abdullah al-Qahthani, masyarakat Arab Saudi pada sekitar tahun 1979. Ia dianggap oleh Juhaiman Al-Utaibi, pemberontak Kerajaan Arab Saudi, sebagai Imam Mahdi. Muhammad al-Qahthani ini merupakan ipar dari Juhaiman. Tidak hanya itu, para pengikut ISIS mendakwakan diri sebagai pasukan panji hitam pengikut Imam Mahdi. Abu Bakar al-Baghdadi dianggap sebagai Imam Mahdinya.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kemunculan al-Mahdi pada usianya yang ke-40 itu tidak berasal dari Rasulullah, akan tetapi merupakan pendapat tabiin. Selain itu, klaim mengenai al-Mahdi seringkali menimbulkan perpecahan dan pertumpahan darah terlebih dahulu, seperti kasus Muhammad al-Qahthani dan para pengikut ISIS. Ini karena mereka mengklaim diri sebagai al-Mahdi dan mengaitkannya dengan hadis-hadis peperangan di akhir zaman.

Oleh karena itu, yang lebih selamat itu kita tidak perlu memperdalam mengenai sosok al-Mahdi seperti apa dan kapan munculnya. Kita cukup meyakini bahwa di akhir zaman nanti akan ada al-Mahdi tanpa perlu mengaitkan dan mengklaim dengan hal-hal yang berada di luar hadis Nabi.