Dalam hadis ditegaskan bahwa Rasulullah Saw diutus untuk menyempurnakan budi pekerti atau akhlak. “Innama bu‘itstu li utammima makarima al-akhlaq (Aku diutus tiada lain untuk menyempurnakan akhlak)” kata Rasulullah.
Kata “akhlaq” merupakan derivasi dari kata “kha–la–qa” yang berarti ciptaan. Dari kata yang terdiri dari tiga huruf itu lahir kata “khalq” dan “khuluq”. “Khalq” adalah ciptaan yang tampak, yakni fisik seseorang seperti ganteng, cantik, jelek, tinggi, pendek dan seterusnya. Sedangkan “khuluq” yaitu istilah untuk menyebut ciptaan yang tidak tampat atau watak seseorang (sajiyyah, thab‘).
“Khalq” atau bentuk fisik bersifat ilahi, yakni fitrah, sedangkan “khuluq” bersifat insani, yakni manusia dapat mengubah dan mengusahakannya menjadi baik atau buruk. Dari kata “khuluq” ini kata “akhlaq” tercipta. Karenanya “akhlaq” atau yang diindonesiakan menjadi “akhlak” (dengan huruf “k”) artinya watak seseorang.
Rasulullah Saw diutus untuk menyempurnakan akhlak, artinya mengajak manusia untuk memiliki watak yang baik. Watak yang baik atau husnu al-khuluq tampak melalui sikap atau perilaku yang lahir dari anggota tubuh seseorang secara reflektif. Jika seseorang melakukan kebaikan dan datang dari wataknya maka ia disebut “orang yang berakhlak baik”. Jika kebaikan dilakukan karena terpaksa atau tersimpan niat jahat maka ia bukan orang yang berakhlak baik.
Rasulullah Saw bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya. Seorang mukmin ialah orang yang orang lain merasa aman atau terlindungi jiwa dan hartanya” (al-muslimu man salima al-muslimuna min lisanihi wa yadihi, wa al-mu`minu man aminahu al-mu`minuna ‘ala anfusihim wa amwalihim).
Sabda Rasulullah Saw di atas bagian dari penegasan bahwa menjadi “muslim” berarti harus membuat orang lain merasa nyaman, dan menjadi mukmin sama dengan membuat orang lain merasa “aman”. Sebagai manifestasinya, Rasulullah antara lain memerintahkan umatnya untuk melakukan 3 hal.
Pertama; Mengawali menyampaikan salam.
Rasulullah Saw memerintahkan jika seseorang bertemu dengan orang lain maka disunnahkan atau dianjurkan mengawali menyampaikan salam. Salam di sini artinya “menyapa”, bisa dengan kata “assalamu‘alaikum” atau sapaan seperti “apa kabar”, “mau kemana” dan perkataan baik lainnya, bukan dengan kata buruk seperti “kafir”, “murtad”, “ahli bid‘ah”, “wahai musuh Allah dan Rasul-Nya” dan kata kasar lainnya.
Kedua; Murah senyum.
Rasulullah Saw berpesan apabila seseorang berjumpa dengan orang lain maka dianjurkan memperlihatkan wajah yang ramah, melempar senyum dan lemah lembut. Rasulullah Saw bersabda: “Senyummu di hadapan temanmu adalah sedekah”. Tentu akhlak terpuji ini tidak akan bisa dilakukan jika wajah seseorang menggunakan penutup seperti sarung kepala ninja, helm full face atau cadar.
Ketiga; Rendah hati dan tidak sombong.
Rasulullah Saw pernah bersabda bahwa Allah telah memberikan wahyu kepadanya supaya beliau menyampaikan kepada umatnya untuk rendah hati dan tidak sombong (tawadlu’). Sikap tawadlu’ dan tidak sombong ini sangat penting mengingat salah satu penyakit hati yang kerap muncul di kalangan orang yang rajin beribadah yaitu merasa dirinya paling saleh, paling taat dan paling bertakwa daripada yang lain.
Dalam hadis diceritakan, Rasulullah Saw bersabda: “Jika ada orang mengatakan ‘manusia telah binasa’, maka sesunggunya orang yang mengatakan itulah yang paling binasa”. Imam al-Ghazali (w. 505 H) dalam kitabnya, Ihya` ‘Ulumiddin menjelaskan, alasan yang menjadikan orang itu justru paling binasa karena ia sombong, yakni meremehkan makhluk Allah. Orang itu pada dasarnya telah terbujuk oleh amal ibadahnya yang tanpa disadari telah dibelokkan oleh syaitan. (2004: III, 444).
Tiga hal di atas jika dilakukan maka siapapun yang berjumpa pasti akan merasa nyaman dan aman, bahkan kehadirannya akan membuat orang lain merasa terlindungi. Dengan demikian untuk membuat orang lain nyaman menurut tuntunan Rasulullah Saw adalah dengan cara mengejawantahkan akhlak terpuji dalam aksi nyata sehari-sehari.