Andai saja aib seluruh manusia dibuka niscaya tak ada manusia sombong di muka bumi, tak ada manusia yang berkoar: “Aku baik, kau busuk”, “aku benar, kau sesat”, dan seterusnya, dan sebagainya.
Kesombongan menjadi raja karena manusia terlalu sibuk melihat aib orang lain, terlalu sibuk melihat kelemahan orang lain ; yang membuatnya buta melihat aib diri sendiri. “buta diri” itulah yang membuat manusia merasa tinggi, bahkan lebih tinggi dari Tuhan ; merasa mulia bahkan lebih mulia dari Tuhan.
Manusia berasal dari air mani yang hina, yang keluar dari tempat hina; tetapi sebagian besar manusia lupa akan asal-muasal itu. Al quran bertutur: “dari air mani yang hina tiba-tiba manusia menjadi makhluk yang suka membantah”.
Lupa atau “ghaflah” merupakan watak buruk paling mendasar manusia. Karena lupa itulah Adam dan Hawa jatuh ke lubang “dosa awal” sebagai manusia. Lupa membuat Adam dan Hawa mengunyah “buah keabadian” yang dilarang Tuhan.
Buta diri dan lupa adalah dua hal yang menjadikan manusia terpenjara dalam kesombongan itu. Buta melihat aib diri dan lupa asal-usul.
Muhammad pernah bersabda bahwa ciri manusia sombong adalah enggan mendengar nasehat dan melihat orang lain dengan mata merendahkan. Mereka yang berjarak dengan nasehat adalah laksana orang buta yang tidak mau menggunakan tongkat. Mereka yang melihat orang lain dengan mata merendahkan adalah orang yang lupa bahwa manusia sejatinya berasal bentuk dari air mani yang sama.
Di titik ini, ketika seluruh manusia di muka bumi bisa melihat aib diri dengan sungguh-sungguh niscaya tidak ada kesombongan itu. “sesungguhnya, bukan mata itu yang buta, tetapi hati yang ada di dalam dada” seru al quran.
Di titik ini, ketika manusia sibuk mengingat, sibuk berdzikir niscaya tak ada manusia yang lupa (ghafilun) akan asal-usul dan terjerumus pada kesombongan.
Dan, dunia adalah perjumpaan antara manusia buta dengan manusia awas. Antara manusia yang lupa dengan manusia yang ingat. Perjumpaan dua kutub itulah yang membuat dunia penuh dengan drama yang gaduh sekaligus indah.