Seorang yang dianggap wali saja ketika berdakwah memakai rujukan. Beliau adalah Sunan Bonang, guru Sunan Kalijaga yang juga akrab dipanggil Khalifah Asmoro (Sebutan ini juga pernah disandang Syekh Ibrahim dengan julukan Asmoro Qodi).
Dalam berdakwah beliau tidak hanya mengandalkan retorika tetapi juga mengedepankan sumber rujukan bahan yang diceramahkan.
Sunan Bonang memiliki andil besar dalam pengembangan Literasi Islam Nusantara. Kehati-hatian beliau dalam menyampaikan materi dakwah ditunjukkan dengan sikap beliau di hadapan kolega para wali maupun santri-santrinya agar merujuk “kitab kuning”.
Melalui Serat Bonang tergambar sumber bacaan para wali penyebar Islam di tanah Jawa. Misalnya Kitab Ihya Ulumiddin karya Al-Ghazali, Kitab Raudhatut Thalibin karya Imam Nawawi, kitab Mashabihuddunya karya al-Baghawi, dan kitab Tahzdibul Akhlaq karya Ibu Masykawaih (dalam naskah disebut pula dengan judul masadulloh, kitab slamet, kitab yamirshod).
Kitab-kitab tersebut telah dijadikan rujukan dalam Serat Bonang dan dapat dipandang sebagai al-kutubul mu’tabaroh oleh para pendakwah Islam Nusantara di masa-masa awal. Buktinya kehujjahan Kitab-kitab itu juga “diakui” dalam naskah sejarah Banten rante-rante maupun naskah walisanga asal Cirebon.
Belajar dari warisan Sunan Bonang itu dapat dipetik pelajaran bahwa dakwah bukan sekedar panggilan apalagi hanya memanfaatkan kesempatan. Tapi butuh belajar ilmu agama yang mendalam agar berbekas dakwahnya sampai akhir jaman.
Wallahu A’lam.