Membaca komentar orang-orang di IG Ust Yusuf Mansur sedih banget. Komentar kasar, menyerang, dan nampak bagaimana hubungan terbangun bukan antara santri-guru, melainkan penggemar ke seseorang yang diidolakan yang lalu jadi tak menarik dan tak dihormati lagi karena bergesernya preferensi politik.
Saya punya pengalaman menarik berinteraksi kecil dengan Ust Yusuf Mansur. Setahunan lalu, saya dan Agus (Penulis-red) diundang santri-santri Ust YM untuk berdiskusi membangun web kanal sedekah mereka. Kami juga mampir di kompleks pesantren Daarul Quran di Jakarta, juga ke asrama mahasiswa tahfidz penerima manfaat PPPA Darul Quran.
Beberapa pekan sesudahnya, saya mengisi pelatihan menulis untuk teman-teman PPPA DQ di Yogyakarta. Teman-teman inilah yang kelak ditugaskan untuk berdakwah di luar Jawa juga di daerah-daerah terpencil (sebagai cara membalas jasa beasiswa yang sudah mereka terima) di mana dakwah masih jarang.
Saya lalu menulis beberapa kegiatan dakwah PPPA DQ yang menurut saya inovatif pada salah satu kolom saya di Detik. Saya bercerita kegiatan mereka mendampingi mengaji anak-anak dhuafa di Kalicode dan lain-lain. Tulisan tersebut ternyata sampai ke Ust YM. Oleh Ustaz, tulisan tersebut lalu dicapture dan diunggah di feed Instagram pribadi beliau.
Satu hal yang menggelikan saat itu adalah, setengah jam kemudian, unggahan tersebut dihapus lagi. Saya sempat berpikir kenapa, padahal caption unggahan saat itu jelas-jelas hanya bilang terima kasih karena sudah bercerita soal dakwah santri DQ.
Saya lalu paham. Saat itu, peristiwa kasus Ahok masih panas-panasnya. Istilah bela Islam sedang menggema di mana-mana. Beberapa orang di sekitar Ustaz YM mungkin mengenal nama saya (sebagai pihak yang kontra aksi bela Islam wkwkwk) lalu meminta Ustaz YM untuk lebih baik menghapus unggahan itu daripada berisiko jadi kemelut dengan tokoh-tokoh lain.
Saya sedikit kecewa. Tapi tak berapa lama, ada whatsapp masuk. Ustaz YM mengirim pesan ke ponsel saya. Beliau bilang terima kasih banyak sudah beberapa kali datang melatih santri menulis dan telah menulis hal baik tentang santri DQ. Saya jawab, sama-sama Ustaz.
Lalu, saya bercerita kalau saya dan Bapak senang menyimak pengajian Ustaz di Antv dahulu selepas solat subuh. Di wasapan yang singkat itu, saya cerita dengan bercanda kalau saya menghapal surah Al Waqiah dan Al Mulk gara-gara terpengaruh Ustaz sebab saya ini miskin dan Bapak saya utangnya banyak. Pengajian Ustaz soal rejeki amat berpengaruh ke kami. Ustaz YM ketawa.
Begitu saja, saya tidak bertanya mengapa postingan tulisan saya dihapus di feed IG beliau.
Ust YM pernah datang memberi ceramah di pesantren tempat saya belajar di blora. Pak Yai saya bercerita kalau amplop yang jadi hak beliau, saat itu dikembalikan lagi ke pesantren.
Lepas dari kontroversi soal bisnis-bisnis Ust YM, saya sedih membaca komentar banyak orang yang kasar dan tampak tanpa hormat di akun beliau. Mengherankan bagaimana seseorang terkadang bisa dijunjung sedemikian rupa karena dianggap membela umat, lalu relasinya berubah seperti kepada orang yang dibenci. Ust YM dianggap sudah tidak bersama umat karena keputusan politiknya beberapa waktu lalu.
Bagaimana orang-orang ini merasa lebih Islam dari Islam itu sendiri?