Bagaimana puasa di tempatmu? Jika hal ini kautanyakan ke warga Atareb, sebuah tempat yang terletak di barat laut Suriah, jawabannya mungkin ada di reruntuhan puing gedung-gedung akibat perang saudara. Perang saudara di Suriah yang telah berlangsung beberapa tahun meninggalkan duka yang mendalam. Tidak hanya ribuan warga yang tewas, tetapi juga terpisah satu sama lainnya. Datangnya bulan Ramadhan tahun ini memberikan berkah tersendiri bagi para korban perang yang berkepanjangan ini.
Para warga kembali berkumpul dan melakukan buka puasa bersama. Puing-puing reruntuhan bangunan menjadi saksi bisu kebahagiaan mereka di tengah bulan suci ini. Menjelang buka puasa, tampak beberapa anak-anak dan orang dewasa duduk berderet menjelang buka puasa. Diatas gundukan reruntuhan puing-puing bangunan, mereka bercengerama satu sama lainnya menanti kumandang adzan Magrib sebagai tanda berbuka puasa tiba.
Adanya gencatan senjata antara kubu pemerintah dengan pemberontak memungkinkan mereka berani melakukan hal ini. Di hari biasanya, yang terdengar hanyalah desing peluru dan suara mortir yang memekakan telinga.
“Ini adalah pertama kalinya kami dapat berkumpul setelah kehancuran besar melanda kota kami. Kami kembali mengunjungi rumah kami. Banyak orang kamp pengunsian ingin kembali kerumah mereka walau sudah hancur atau setengah hancur. Lebih baik di rumah daripada di pengungsian,” ungkap Mohammad Jabar seperti dilansir laman arabnews.com.
Seorang relawan dari sebuah badan amal yang mengatur makanan para pengungsi, Abdul Malek al Syekh mengatakan dengan kegiatan mengabarkan kepada dunia bahwa mereka tabah menghadapi kehancuran yang mereka terima dari perang saudara ini.
“Di tengah perang saudara kami ingin mengatakan kepada dunia bahwa kehidupan dan harapan baik akan muncul (di negeri kami,” ujar Sheikh.