Saat ini adalah era antara laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk urusan publik, tanpa terkecuali menduduki jabatan strategis di pemerintahan, politik dan lain sebagainya. Perempuan tidak lagi seperti yang distereotipkan masyarakat, yang hanya mengurusi urusan rumah tangga saja, tapi perempuan dapat juga andil dalam berbagai urusan publik, menjadi Penghulu salah satunya.
Masyarakat selama ini berpandangan bahwa penghulu haruslah seorang laki-laki seperti kebiasaanya. Ketika seorang perempuan ingin menjadi penghulu dianggap hal yang tidak wajar dan harus diluruskan oleh sebagian masyarakat. Lebih parahnya lagi orang tua atau keluarga juga berpikiran sama, bahwa ini bukan wilayah kerja perempuan. Sejak kapan pekerjaan mempunyai jenis kelamin?.
Menurut PMA (Peraturan Mentri Agama) Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah pasal 1 ayat 3, penghulu adalah pejabat fungsional Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk menurut agama Islam dan kegiatan kepenghuluan. Menurut pengertian di atas menunjukkan bahwa Pegawai Negeri Sipil bisa saja laki-laki atau perempuan, jadi perempuan ada peluang untuk bisa menjadi penghulu.
Selanjutnya bagaiamana menurut Islam, apakah perempuan bisa menjadi penghulu. Agama Islam menentukan bahwa pernikahan sah apabila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama. Suatu pernikahan dihukumi sah apabila telah terpenuhi syarat dan rukunnya. Syarat dan rukun itu adalah calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab qabul. Di dalamnya tidak ada penghulu yang menjadi syarat maupun rukun.
Selama ini yang diketahui masyarakat bahwa tugas penghulu adalah menikahkan. Ini adalah pemahaman yang salah sebenarnya walaupun juga biasanya penghulu juga menerima mandat menikahkan. Akan tetapi sebenarnya yang bertugas menikahkan adalah wali dari mempelai perempuan. Tugas dari penghulu hanya mengawasi berjalnya akad nikah dan syarat-syarat pernikahan. Penghulu menikahkan ketika wali dari pihak perempuan tidak kuasa untuk menikahkan.
Tugas dari penghulu seperti yang sudah dijelaskan di atas, adalah melaksanakan dan mengawasi jalannya pernikahan, dari mulai syarat, walinya, dan juga melakukan pencatatan perkawinan (pasal 3 ayat 1 PMA Nomor 11 Tahun 2007. Pasal ini menjelaskan bahwa pegawai pencatatan perkawinan (PPN) adalah kepala KUA akan tetapi dalam melaksanakan tugasnya dapat diwakili oleh penghulu atau Pembantu PPN.
Dari penjalasan diatas dapat diambil benang merah bahwa bisa saja seorang perempuan menjadi penghulu. Karena tugas penghulu adalah mengawasi jalannya perkawinan , memeriksa syarat-syarat, melakukan pencatatan perkawinan, dan bukan yang bertugas menikahkan, maka tugas penghulu bisa di lakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Wallahu a’lam.