Masyarakat Indonesia memiliki latar belakang agama yang beragam. Ada Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan seterusnya. Keragaman ini perlu dirawat dan dibiasakan, supaya tidak berujung pada perbecahan. Di antara cara yang bisa dilakukan adalah membiasakan untuk bergaul dengan orang yang berbeda, agar tidak kaget dan terbiasa dengan perbedaan.
Karena itu, orang tua perlu membiasakan anaknya untuk hidup dalam keragaman. Kalau anak tidak terbiasa melihat perbedaan, dikhawatirkan nanti dia tidak terbiasa hidup berdampingan dengan orang yang berbeda. Karena itu, menurut Ustadz Ahong, tidak ada masalah bila orang tua membiarkan anaknya untuk bergaul dengan orang yang berbeda, misalnya, muslim bergaul dengan non-muslim.
“Kalau saya sih ya, saya membiarkan anak saya berteman dengan siapa saja, baik yang satu agama ataupun berbeda agama,” Kata Ustadz Ahong.
Alasannya, di dalam Islam sendiri, tidak ada larangan orang Islam berteman dengan non-muslim. Nabi saja punya beberapa teman dari pemeluk agama lain. Mukhairiq misalnya, pemuka Yahudi yang mendermakan hartanya untuk perjuangan Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW memujinya dengan megatakan, “Mukhairiq sebaik-baik Yahudi.”
“Jadi membiarkan anak kita berteman dengan non-Muslim itu berati sedang mengajarkan keragaman, bahwa di Indonesia ini tidak hanya orang Islam saja, tetapi juga ada pemeluk agama Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Konghucu, dan agama lokal,” Jelas Ustadz Ahong.
Membiarkan anak bergaul dengan orang yang berbeda diharapkan menjadi kebiasaan bagi anak untuk melihat perbedaan. Ketika mereka sudah terbiasa berbeda sejak dini, mereka akan semakin dewasa dan bijak dalam menghadapi persoalan keragaman di kemudian hari.