Intelektual muslim mana yang tidak kenal Tahafut Al-Falasifah karya Al-Ghazali. Al-Ghazali sendiri dikenal sebagai Hujjatul Islam dengan segundang keilmuan. Menitik karir hingga menjadi seorang filosof terkemuka, nama Al-Ghazali kemudian menjelma sebagai seorang sufi. Ia konon pernah menyendiri selama bertahun-tahun di salah satu menara masjid.
Tahafut Al-Falasifah dipuja sebagai karya yang telah berhasil mendongkrak kerancauan para filosof muslim terdahulu seperti Ibn Sina dan Al-Farabi. Menurutnya penting untuk menulis karyanya itu sebagai sanggahan atas para filosof terdahulu serta eksplorasi atas kerancauan dalam keyakinan berikut inkonsistensi berbagai teori mereka dalam persoalan yang terkait dengan metafisika. Di dalamanya Al-Ghazali menghidangkan dua puluh pembahasan yang dinilainya sebagai kerancauan para filosof itu. Sejalan dengan sanggahan-sangahan Al-Ghazali, meski tidak sepenuhnya tepat, masyarakat Muslim mulai meninggalkan filsafat.
Al-Ghazali meninggal pada tahun 505 H. Tak berselang lama setelah meninggalnya, tepatnya pada 520 H, lahir seorang yang kelak akan menjadi saah satu kritikus atas karyanya Tahafut Al-Falasifah itu. Di Barat ia dikenal dengan Averroes. Sedang di Timur ia dikenal dengan Ibnu Rusyd.
Tahafut Al-Tahafut karya Ibnu Rusyd memang disebut-sebut sebagai sanggahan atas karya Al-Ghazali Tahafut Al-Falasifah. Kenyataan itu tidak salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Dalam beberapa persoalan, seperti tentang eternalitas alam misalnya, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa pernyataan Al-Ghazali cukup banyal menuai polemik karena yang disampaikan belum mencapai tataran pembuktian. Tidak ada kepastian tentang kapan Tahafut Al-Tahafut ditulis oleh Ibnu Rusyd. Hanya saja, konon karya itu ditulis setelah Ibnu Rusyd menyelesaikan karyanya Fasl Al-Maqal. Sebuah karya, meski tipis, tapi banyak memuat persoalan agama dan filsafat. Seperti halnya Al-Ghazali yang menulis Maqashid Al-Falasifah sebelum menulis Tahafut Al-Falasifah.
Meski menjadi kritikus atas pendapat-pendapat Al-Ghazali, Ibnu Rusyd tetap memuji kedalaman dan keluasan ilmu Al-Ghazali. Sebuah pemandangan yang jarang sekali kita lihat hari ini. Kritik yang disertasi dengan argumentasi rasional dan pujian dengan tidak berlebihan.
Nama lengkapnya adalah adalah Abu Al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn Ahmad Ibn Rusyd. Ia lahir di Qordova dalam sebuah keluarga terhormat. Muhammad ibn Ahmad Ibnu Rusyd Al-Maliki yang tidak lain adalah kakeknya adalah seorang faqih dan hafidz di zamannya. Begitu pula dengan ayahnya Ahmad Ibn Muhammad, ia adalah seorang faqih. Mereka adalah tetua Ibnu Rusyd yang merupakan seorang hakim dan gemar dengan dunia keilmuan.
Perjamuannya dengan dunia intelektual ditempuh di Qordova. Konon, di sana ia belajar tafsir, hadis, fikih, teologi, dan sastra Arab. Bahkan tidak hanya itu saja, ia juga belajar matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat, dan kedokteran. Di masanya tanah Qordova dikenal sebagai pusat studi-studi filsafat, pesaing setia Damakus, Baghdad, dan Kairo di belahan dunia Timur kala itu.
Atas undangan khalifah Abd Al-Mukin, pada tahun 1153, Ibn Rusyd pindah ke Maroko. Ia di minta untuk ikut mengelola lembaga pendidikan di sana. Kiprahnya dekat dengan para penguasa terus berlanjut sampai ketika Abu Ya’kub menggantikan ayahnya. Ibn Rusyd kini diminta untuk menulis komentar atas karya-karya Aristotetes, salah seorang filosof Yunani terkemuka.
Karirnya terus melangit sampai hingga kira-kira pada tahun 1171. Ia kini diangkat menjadi hakim agung di Qordova. Selain itu, kurang lebih sebelas tahun pasca dianggat sebagai hakim agung di Qordova, ia juga ditugaskan menggantikan Ibn Tufail, menjadi dokter pribadi khalifah Abu Yakub di Marakis.
Tiga tahun menjelang kewafatannya, tepatnya pada tahun 1195, meski akhirnya juga dibebaskan dan kembali ke istana, atas pengaduan sekelompok fuqaha yang tidak sepakat dengan pendapat-pendapatnya, ia bersama filosof yang lain diasingkan ke Yasanah, sebuah perkapungan Yahudi dekat Qordova. Karya-karyanya dalam bidang filsafat konon dibakar, dan dilarang untuk dipelajari.
Tercatat, karya-karya Ibn Rusyd setidaknya mencapai 78 buah, mencakup kedokteran, hukum, teologi, astronomi, sastra, dan tentunya filsafat. Misalnya, dalam bidang kedokteran ia menulis Kulliyah Fi Al-Tib, dalam bidang hukum Bidayah Al-Mujtahid Wa Nihayah Al-Muqtasid, dalam bidang teologi Al-Kasyf An Manahij Al-Adillah Fi Aqaid Al-Millah, dan Tahafut Al-Tahafut, salah satu karyannya dalam bidang filsafat yang sekaligus memuat beberapa sanggahan atas Tahafut Al-Falasifah karya Al-Ghazali.
Ibnu Rusyd merupakan salah seorang yang memiliki jasa besar dalam sinkretisme filsafat dan agama. Pemikiran-pemikirannya berhasil mengandaskan pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa filsafat bertentangan dengan agama. Di tangannya rasionalitas khas Yunani menyatu dengan normativitas khas samawi. Menurutnya, belajar filsafat dan berfilsafat sendiri tidak dilarang oleh agama. Bahkan, beberapa ayat Al-Qur’an justru menghimbau agar mempelajari filsafat.
Ibnu Rusyd merupakan salah satu filosof Muslim yang dikenal dan berpengaruh di Barat. Keilmuannya benar-benar diakui. Ia adalah salah seorang yang haus akan ilmu pengetahuan. Diriwayatkan oleh Ibn Al-Abbas bahwa Ibnu Rusyd tidak pernah berhenti berpikir dan membaca kecuali pada waktu malam perkawinannya dan malam saat ayahnya meninggal dunia.