“Wahai manusia! Barangsiapa menyakiti Abbas bin Abdul Muthalib, pamanku, berarti ia telah menyakitiku, karena paman bagi seseorang adalah saudara kandung ayahnya.”
Itu lah sabda Rasulullah dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, yang menceritakan tentang keutamaan salah satu paman Nabi. Rasulullah memuliakannya sebagaimana ia mencintainya. Beliau pun memujinya, dan menyebut-nyebut kebaikan budi pekertinya yang paling pemurah dan sangat ramah.
Abbas bin Abdul Muthalib, paman sekaligus teman sebaya Rasulullah yang sangat dekat dengan beliau sejak kecil. Abbas lahir dari pasangan Abdul Muthalib bin Hasyim dan Natilah binti Khabbab bin Kulaib, serta merupakan saudara termuda dari ayah Nabi, Abdullah bin Abdul Muthalib. Jarak antara usia Rasulullah dengan Abbas adalah sekitar tiga tahun. Dalam Thabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa’ad mengutip riwayat dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Ayahku dilahirkan tiga tahun sebelum datangnya pasukan gajah”. Yang berarti bahwa Abbas dilahirkan tiga tahun lebih dahulu sebelum Rasulullah, karena Rasulullah lahir pada tahun yang bertepatan dengan peristiwa itu.
Baca juga: Biografi Abdullah, Ayah Rasulullah SAW
Sejak Rasulullah menjadi yatim piatu dan berada dalam asuhan kakeknya, Abbas kecil merupakan teman sepermainan Rasulullah. Di masa kecil Abbas berada dalam asuhan ayahnya Abdul Muthalib. Karena usia antara keduanya tidak terlampau jauh, Abbas dan Rasulullah dikenal sangat akrab, bahkan dari kecil, remaja hingga beranjak dewasa.
Menurut Ibnu Hisyam, dalam Sirah Nabawiyyah, karena keakraban Abbas dengan Rasulullah sejak kecil, ketika orang-orang mencari Rasulullah, seringkali mereka bertanya kepada Abbas.
Abbas juga selalu menemani Rasulullah di Ka’bah, seperti yang diutarakan oleh Ka’ab bin Malik yang pada saat itu hendak mencari Rasulullah, “Kami (saya dan Al-Barra’ bin Ma’rur) mencari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat itu kami tidak tahu dan belum mengenal Rasulullah sebelumnya. Kami bertemu dengan salah seorang dari penduduk Kota Mekah, kami pun menanyakan di mana kami bisa menemui Rasulullah. Ia balik bertanya, ‘Apakah kalian berdua mengenalnya?’ Kami menjawab, ‘Tidak!’. Ia lalu bertanya, ‘Kalian mengenal Abbas bin Abdul Muthalib, pamannya?’ Kami menjawab, ‘Ya!’ memang kami sudah mengenalnya karena ia sering datang ke negeri kami membawa dagangan. Orang tadi lalu berkata, ‘Kalau kalian masuk ke Masjidil Haram, orang yang duduk di sebelah Abbas itulah orang yang kalian cari (Rasulullah)!’. Kemudian, kami masuk ke Masjidil Haram. Dan ternyata, kami menemukan Abbas duduk di sana dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di sebelahnya.”
Pada awal-awal tahun perjuangan Rasulullah mendakwahkan Islam, Abbas bin Abdul Muthalib mendukung penuh kegiatan dakwah Rasulullah, meskipun ia tidak secara langsung menerima dan menyatakan keislamannya. Ia senantiasa melindungi Rasulullah dan mengancam siapa pun yang berani menyakiti dan mencelakakan keponakannya itu, termasuk tokoh-tokoh musyrik Quraisy.
Hal ini pun terlihat saat peristiwa Bai’at Aqabah II, Abbas memberikan dukungannya dan menjadi penasihat utama Rasulullah, karena Rasulullah sangat mempercayainya dan membutuhkan pendapatnya. Disebutkan dalam Sirah Nabawiyyah, bahwa Abbas menemani Rasulullah untuk menemui utusan Anshar yang telah memeluk Islam untuk berbaiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Proses pertemuan ini sangat rahasia dan sembunyi-sembunyi dalam kegelapan malam, dilaksanakan di sebuah lembah yang terletak di samping Aqabah. Kala itu, setelah majelis dipersiapkan, pembicaraan pun dimulai dan Abbas merupakan orang yang berbicara pertama kali untuk memberikan penjelasan dan penegasan akan konsekuensi dari perjanjian tersebut. Ia pun meminta jaminan keamanan serta keselamatan Rasulullah.
Baca juga: Sanad Tauhid Gus Dur Sampai kepada Abdul Muthalib, Kakek Nabi SAW
Para ulama dan ahli sejarah memiliki beragam pendapat terkait dengan islamnya Abbas bin Abdul Muthalib. Seperti pendapat sejarawan Baladzuri yang menyebut bahwa Abbas telah masuk Islam sejak awal dakwah Rasulullah. Sedangkan sebagian lain berpendapat sebelum hijrah, namun ia menyembunyikan keislamannya. Ada pula yang menyebut sebelum perang Badar, setelah perang Ba’dar, dan ada pula yang mengatakan pada saat perang Khaibar. Sebagaimana disebutkan Abu Rafi’, pelayan Rasulullah yang menceritakan bahwa keislaman Abbas terjadi sebelum perang Ba’dar, ia menuturkan, “Pada waktu itu, ketika aku masih kecil, aku menjadi pembantu di rumah Abbas bin Abdul Muthalib. Pada waktu itu Islam telah masuk ke dalam rumah tangganya, baik Abbas maupun istrinya Ummul Fadhl, keduanya telah masuk Islam. Akan tetapi, Abbas menyembunyikan keislamannya dari kaumnya”.
Abbas bin Abdul Muthalib atau “Abu Fadhl” yang merupakan nama kunyah nya, menikah dengan Lubabah al Kubra binti al Harits yang juga dikenal dengan sebutan Ummu Fadl. Dari pernikahannya ini Abbas memiliki beberapa anak anak bernama: al Fadhl, Abdullah, Ubaidullah, Qasim, Abdurrahman, Ma’bad dan Ummu Habibah. Selain itu, dari istrinya yang bernama Ummu Wali, Abbas juga memiliki anak bernama: Katsir, Tamam, dan Umaimah. Ada juga putranya yang bernama Harits bin Al Abbas dari istrinya yang bernama Hujailah binti Jundab. (AN)
Baca juga kisah lain tentang Abbas bin Abdul Muthalib dan Sirah Nabawiyah