Di antara bukti Allah Maha Adil adalah setiap cobaan atau ujian yang diberikan pada manusia tak pernah di luar batas kemampuannya (laa yukallifullahu nafsan illaa wus’ahaa). Begitupun setiap syariat yang disedurkan pasti berdasar atas kesanggupan manusia, tak ada alasan karena syariat datang bukan untuk menjadi beban, melainkan pelindung dan memberi kemudahan.
Meskipun sudah pasti dengan syariat itu tak akan dipersulit, tapi manusia tetap dituntut merendahkan dirinya untuk memohon kepada-Nya. Sebagaimana Allah tegaskan pada akhir surat al-Baqarah ayat 286: Wahai Tuhan Kami, jangan Engkau pikulkan pada kami apa yang tak sanggup kami lakukan. Ayat ini menurut pemaparan Syahrullah Iskandar dengan merujuk pada Tafsir Min Wahyi al-Qur’an adalah doa bentuk harapan bagi orang beriman kepada Allah, agar tak mendapati beban yang berat dalam menjalani ajaran dan syariat agama, sehingga ia bisa dijalani dengan mudah.
Dalam tuntunan syariat ada perintah ada larangan, pada sisi yang lain tak menghendaki hamba-Nya dipersulit dengan syariat-Nya. Tapi jika diperhadapkan antara yang sulit dan berat baginya, maka jalan yang mesti diambil adalah yang memudahkan. Karena itu, Nabi SAW jika dihadapkan pada pilihan yang agak sulit dan berat untuk dijalankan oleh sahabatnya, maka Nabi lebih memilih dan menganjurkan yang mendatangkan kemudahan.
Mengapa hal itu dilakukan oleh Nabi SAW? Tak lain Nabi SAW ingin mempertegas Islam adalah agama yang memudahkan tak ingin memberatkan (yuriidu bikumullahul yusra wa laa yuriidu bikumul ‘usr). Misalnya, shalat perintah utamanya dilakukan dengan berdiri, tapi pada kondisi yang memberatkan untuk berdiri dibolehkan untuk duduk, atau dalam perjalanan Allah memberi kelonggaran bisa dikerjakan dengan mendahulukan (jama’ taqdim) atau mengakhirkan shalatnya (jama’ ta’khir).
Ibadah haji pun bagi mereka yang mampu baik secara materi maupun fisik. Ada orang yang mampu secara materi, tapi kebugaran tubuh tak mendukung maka kewajiban haji-pun baginya gugur, apalagi hanya mampu secara fisik tapi tak didukung dengan kemampuan materi. Karena itu, tak ada perintah dan kewajiban syariat agama yang keluar dari koridor kemampuan manusia. Kesulitan akan mengantar manusia pada kemudahan. Karena syariat agama Islam berjalan sesuai dengan naluri kemanusiaan.
Setelah meminta kepada Allah agar diberi kemudahan untuk menjalankan tuntunan agama, bentuk permohonan selanjutnya adalah wa’fu ‘anna (maafkanlah kami). Do’a ini dipanjatkan agar dosa dosa dihapuskan (yamhuu al-sayyiaat) dan berharap siksaan Allah digugurkan. Jadi, meminta agar dihapuskan dosanya berarti tak ada lagi jejak kesalahan dan dosa yang ada dalam diri, maka pada hakikatnya meminta karena minta agar dihapus dan digugurkan siksaan-Nya. Doa semacam ini, kerap dipanjatkan oleh Nabi SAW, allahumma innaka afuwwun tuhibbu al ‘afwa fa’fu anni (Ya Allah Engkaulah Yang Maha memaafkan dan suka memaafkan, maka hapuslah kesalahanku).
Setelah itu, seraya meminta waghfirlana (ampunilah kami). Do’a ini mencakup permohonan agar ditutupi aibnya dan diberikan ampunan-Nya. Sebab dosa dan kesalahan bagian dari aib manusia, sudang barang tentu semua manusia memiliki aib dengan harapan aibnya ditutupi oleh Allah dan dimaafkan. Bukankah sekian banyak dosa yang dilakukan, kebobrokan, kecurangan selama ini tak diketahui orang lain? Karena itu, permohonan fa’fuu (ampunilah) lebih luas makna dan cakupannya ketimbang waghfirlana. Sebab menghapus itu menghilangkan jejak sedangkan menutupi berarti masih ada tapi tak diperlihatkan (wal mahwu ablaghu min al satri)
Lalu ayat ini ditutup dengan dua permohonan yaitu warhamna (sayangilah kami), selipan harapan agar selalu dalam balutan kasih-sayang-Nya. Mengapa memohon kasih sayang Allah? kalau bukan sifat rahman (Pengasih-Nya) maka hidup tak bisa dinikmati dengan bahagia dan menyenangkan. Dengan sifat rahiim (Maha Penyayangnya) pula yang menjadi penolong dihari kemudian bukan sebab utama karena pengabdian atau ibadah. Lalu ayat doa ini ditutup dengan fanshurna ‘alal qaumil kafirin bentuk doa agar terhindar dari gangguan orang orang yang dzolim. Sebab tak ada pertolong kecuali dari Allah.