Ketika itu Rasulullah duduk bersama istrinya, Aisyah, di rumahnya. Mereka berbincang tentang banyak hal, termasuk keluarga. Hingga sampai pada obrolan tentang cinta.
Nabi berkisah bahwa ia begitu mencintai keluarganya. Ketika berbincang itu, masuklah Putri beliau, Fatimah. Nabi pun merangkulnya dengan penuh cinta, dan menciumnya.
“Wahai Rasul, Junjunganku. Seberapa seringkah engkau mencium putrimu, Fathimah,” tanya Aisyah,
Nabi tersenyum. Lalu, ia malah balik bertanya kepada Aisyah. “Menurutmu, Kekasihku, mengapa aku sering menciumi Fatimah?”
Aisyah menggelengkan kepala. Nabi tersenyum kembali. Lalu, Nabi mulai bercerita:
“Waktu aku Isra’ ke langit, aku masuk ke dalam surga. Lalu, di depan pintu surga aku melihat sebuah pohon Tubba’. Buahnya lebih kecil dari Delima dan lebih besar dari buah apel, rasanya begitu manis. Warna buah itu sendiri putih, lebih putih dari susu dan lembut,” tutur Nabi.
Nabi berhenti sejenak. Lalu beliau melanjutkan bahwa ketika berada di tempat tersebut, beliau ditemani oleh malaikat jibril. Jibril lalu memberikan satu buah kepada beliau.
“Di akar pohon itu ada sebuah mata air yang air. Warnanya lebih putih dari Susu dan bercahaya. Sinarnya terang seperti matahari. Kemudian jibril mengambilkan air dari sana dan kuminum,” jawabnya.
Ketika kembali ke bumi, beliau ingin sekali berjumpa Khadijah. Tak lama, Khadijah hamil dan mengandung janin Fatimah.
“Dialah bidadari berbentuk manusia,” tambah Nabi berbinar. “Begitulah, bila aku merindukan bau surga… aku akan mencium putriku Fatimah,” tutup beliau. []
*Disarikan dari kitab Al-Ghuror hal : 287-288.