Malam Nisfu Sya’ban merupakan salah satu malam pengampunan dosa. Sayyid Muhammad bin Alawy al Maliki menjelaskan bahwa malam Nisfu Sya’ban adalah lailatul Maghfirah, yakni malam pengampunan atas dosa-dosa. Sayyid Muhammad menyebutkan beberapa hadis yang menunjukkan bukti bahwa malam Nisfu Sya’ban adalah malam maghfirah. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Thabrani dan Ibnu Hibban dari Mu’adz bin Jabal:
يطلع الله الي جميع خلقه ليلة النصف من الشعبان فيغفر لجميع خلقه الا لمشرك او مشاحن
Allah mendatangi semua mahluknya pada malam Nisfu Sya’ban kemudian mengampuni semua makhluknya (manusia) kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang munafiq yang menyebabkan perpecahan.
Hadis di atas adalah salah satu hadis tentang pengampunan di malam Nisfu Sya’ban. Walaupun hadis di atas dhaif, namun masih tetap bisa diamalkan. Karena terkait dengan fadhail a’mal dan kedhaifannya tidak terlalu parah. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama’ hadis sebagaimana yang telah disebutkan oleh An-Nawawi dalam Taqribnya.
Walaupun malam Nisfu Sya’ban adalah malam ampunan, namun tidak serta merta semua dosa bisa diampuni pada malam tersebut. Dan juga tidak serta merta orang-orang yang tidak melakukan apa-apa pada malam ini mendapat ampunan.
Sayyid Muhammad al Maliky setelah menyebutkan amalan-amalan yang mestinya dilakukan pada malam nisfu syaban (seperti membaca al-Quran, Beristighfar, dan berdzikir), beliau menyebutkan dosa-dosa yang tidak serta merta diampuni dimalam Nisfu Sya’ban.
Selain Syirik dan orang munafiq yang menyebabkan perpecahan sebagaimana yang telah disebutkan pada hadis di atas, ada beberapa dosa yang tidak bisa serta merta diampuni pada malam Nisfu Sya’ban.
Menurut Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliky, dosa-dosa yang tergolong sebagai dosa besar juga tidak akan diampuni pada malam-malam pengampunan dosa seperti Nisfu Sya’ban dan juga malam-malam pengampunan yang lain. Bahkan dosa-dosa seperti ini adalah dosa-dosa yang patut dijauhi baik di malam yang penuh ampunan seperti Nisfu Sya’ban, bulan Ramadhan, Asyhurul Hurum, serta malam-malam ampunan yang lain.
Hal ini jelas disebutkan dalam hadis sahih riwayat Bukhari, Tirmidzi dan Nasa’i dari Ibnu Mas’ud:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ :« أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ ». قَالَ : ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ :« أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ ». قَالَ : ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ :« أَنْ تُزَانِىَ حَلِيلَةَ جَارِكَ »
Dari Abdullah bin Mas’ud: Wahai Rasulullah, Dosa apakah yang paling berat? Kemudian Rasulullah menjawab: menjadikan suatu hal sebagai persamaan dari Allah yang telah menciptakanmu (Syirik). Kemudian Abdullah berkata: Apalagi wahai Rasulullah? Rasul menjawab: Membunuh orang tuamu karena engkau takut dia makan bersamamu. Abdullah bertanya lagi: Kemudian apalahi wahai Rasul? Kamu berzina dengan istri tetanggamu.
Dari hadis di atas bisa difahami bahwa selain Syirik ada dosa-dosa lain yang termasuk sebagai dosa besar dan tidak serta merta bisa diampuni pada Nisfu Sya’ban. Yaitu, membunuh orang tua dan berzina.
Dari prilaku “membunuh orang tua” ini bisa dikatakan bahwa tidak hanya membunuh yang termasuk dosa besar dan tidak bisa diampuni di malam Nisfu Sya’ban, tetapi juga durhaka kepada orang tua. Karena dari prilaku membunuh orang tua itu juga termasuk durhaka kepada orang tua. Dosa-dosa besar tersebut bisa diampuni jika pelaku dosa tersebut bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya (taubat nasuha).
Dan pengampunan dari Allah atas dosa-dosa adalah hak perogratif Allah. Bahkan dosa besar bisa diampuni dengan fadhl dari Allah.
Waallahu a’lam.