Ada jamaah umrah yang merekam saat ziarah di makam Baqi’, lalu keadaan makam ini dibandingkan dengan makam yang ada di Indonesia. Baik soal tata cara ziarahnya, membangun kuburan dan sebagainya. Lalu ustadznya dengan pede-nya juga meyakinkan pakai dalil dalam tafsirannya sendiri. Jadi, mereka jauh-jauh datang ke makam Baqi’ hanya untuk belajar menyalahkan saudaranya yang berbeda madzhab. Terlihat sekali ustadz ini berseragam travel Al-Mawaddah. Berhati-hatilah mencari travel dan pembimbing umrah.
Berikut saya tuliskan dalil-dalil yang membantah terhadap keyakinan ustadz dan jamaah tersebut:
1. Membaca Al-Qur’an dan Fatihah di Makam
Masalah ini adalah khilafiyah, seharusnya ustadz dan jamaah tadi menyampaikan duduk persoalan diantara para ulama. Berikut dalil yang dijadikan landasan diperbolehkan membaca Qur’an di makam.
– Pendapat Syekh Ibnu Taimiyah Berdasarkan Atsar Sahabat
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ وَصَّى أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ دَفْنِهِ بِفَوَاتِحِ الْبَقَرَةِ وَخَوَاتِمِهَا وَالرُّخْصَةُ إمَّا مُطْلَقًا وَإِمَّا حَالَ الدَّفْنِ خَاصَّةً
“Dari Ibnu Umar bahwa beliau berwasiat setelah dimakamkan untuk dibacakan pembukaan surat al-Baqarah dan penutupnya. Dispensasi ini bisa jadi secara mutlak (boleh baca al-Quran di kuburan kapan saja), dan bisa jadi khusus ketika pemakaman saja” (Ibnu Taimiyah, Jami’ al-Masail III/132)
– Para Sahabat Ansor Bergantian Mengaji Qur’an Di Makam
وَذَكَرَ الْخَلَّالُ عَنِ الشُّعْبِي قَالَ كَانَتِ الْأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ المَيِّتُ اخْتَلَفُوْا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُوْنَ عِنْدَهُ الْقُرْآنَ
Al-Khallal menyebutkan dari Syu’bi bahwa jika ada diantara sahabat Ansor yang wafat, maka mereka bergantian ke makamnya, membaca al-Quran di dekatnya” (Ibnu Qayyim, ar-Ruh 1/11)
Riwayat ini dinilai dlaif oleh Syaikh Albani. Namun dijadikan fatwa oleh Imam Ahmad bin Hambal di bawah ini.
– Fatwa Imam Ahmad
قال الْمَرُّوذِيُّ : سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُولُ : إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ ؛ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ ، وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ الْأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ ؛ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ
“Ahmad bin Hambal berkata ”Jika kalian masuk kubur bacalah Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas, hadiahkan untuk ahli kubur, maka akan sampai. Inilah kebiasaan sahabat Anshor yang bolak-balik kepada orang yang meninggal untuk membaca al-Quran” (Mathalib Uli an-Nuha 5/9)
2. Nabi Ziarah Di Kubur Tidak Lama?
Di tayangan video ini ustadz tersebut mengatakan Nabi tidak lama dalam berziarah, hanya mengucapkan salam, berdoa lalu kembali. Sepertinya ustadz ini hanya mendengar dari gurunya saja dan tidak pernah ngaji kitab Sahih Muslim. Mari dilihat dengan seksama hadis berikut:
ﺛﻢ اﻧﻄﻠﻘﺖ ﻋﻠﻰ ﺇﺛﺮﻩ، ﺣﺘﻰ ﺟﺎء اﻟﺒﻘﻴﻊ ﻓﻘﺎﻡ، ﻓﺄﻃﺎﻝ اﻟﻘﻴﺎﻡ، ﺛﻢ ﺭﻓﻊ ﻳﺪﻳﻪ ﺛﻼﺙ ﻣﺮاﺕ
Kemudian saya (Aisyah) berjalan di belakang Nabi. Hingga Nabi sampai di Baqi’. Lalu Nabi berdiri, lama berdirinya Nabi. Kemudian Nabi mengangkat kedua tangannya sebanyak 3 kali (HR Muslim)
3. Makam Sahabat Tidak Pakai Bangunan
Makam Baqi’ hari ini memang rata dengan tanah, ustadz dan jamaah tadi ingin menunjukkan beginilah kuburan yang benar. Rupanya ustadz tadi ingin menutup sejarah keberadaan makam-makam di Baqi’. Perhatikan tulisan para ulama ahli sejarah:
وَأَمَّا اْلمَشَاهِدُ الْمَعْرُوْفَةُ الْيَوْمَ بِالْمَدِيْنَةِ فَمَشْهَدُ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ وَالْحَسَنِ بْنِ عَلِيّ وَمَنْ مَعَهُمَا عَلَيْهِمْ قُبَّةٌ شَامِخَةٌ قَالَ ابْنُ النَّجَارِ وَهِيَ كَبِيْرَةُ عَالِيَةُ قَدِيْمَةُ الْبِنَاءِ وَعَلَيْهَا بَابَانِ
“Adapun makam-makam yang terkenal saat ini di Madinah adalah makam Abbas bin Abdil Muthallib, makam Hasan bin Ali dan orang yang bersamanya. Diatas makam-makam mereka ada kubah yang tinggi. Ibnu an-Najjar berkata: Kubah itu besar, tinggi dan bangunan kuno, yang memiliki 2 pintu” (Khulashat al-Wafa 1/262)
Dan catatan Al-Hafidz Adz-Dzahabi, murid Ibnu Taimiyah
وَمَاتَ (الْعَبَّاسُ) سَنَةَ اثْنَتَيْنِ وَثَلاَثِيْنَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ عُثْمَانُ. وَدُفِنَ بِالْبَقِيْعِ. وَعَلَى قَبْرِهِ الْيَوْمَ قُبَّةٌ عَظِيْمَةٌ مِنْ بِنَاءِ خُلَفَاءِ آلِ الْعَبَّاسِ
“Abbas (paman Rasulullah Saw) meninggal pada tahun 32 H. Disalati oleh Utsman, dimakamkan di Baqi’ dan diatas kuburnya ada kubah besar yang dibangun para Khalifah keluarga Abbas” (Siyar A’lam an-Nubala’ 2/97)
Syaikh al-Arnauth yang mentahqiq kitab tersebut berkata:
هَذَا كَانَ فِي عَصْرِ الْمُؤَلِّفِ أَمَّا اْلآنَ فَلَمْ يَبْقَ لَهَا أَثَرٌ
“Ini ada di masa muallif (al-Hafidz adz-Dzahabi). Sedangkan saat ini sudah tidak ada bekasnya”
Jadi jelas sudah, makam di Madinah dahulu banyak kubahnya. Kurang jelas ustadz?
4. Hadis Larangan Membangun Makam
Riwayat larangan mengijing dan membangun makam memang terdapat dalam hadis Imam Muslim. Namun para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan hadis tersebut. Kelompok Salafi-wahabi memang menolak dan merobohkan makam yang ada bangunan di atasnya.
Namun menurut Madzhab Syafi’iyah ada pengecualian:
ﻭﻣﺤﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ اﻟﻤﻴﺖ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﺼﻼﺡ ﻭﻣﻦ ﺛﻢ ﺟﺎﺯﺕ اﻟﻮﺻﻴﺔ ﺑﻌﻤﺎﺭﺓ ﻗﺒﻮﺭ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺇﺣﻴﺎء اﻟﺰﻳﺎﺭﺓ ﻭاﻟﺘﺒﺮﻙ اﻩـ. ﺣ ﻟ
Larangan membangun makam tersebut selama mayitnya bukan dari kalangan Ulama. Oleh karena itu boleh hukumnya berwasiat membangun makam orang-orang saleh, karena hal itu dapat menghidupkan ziarah kubur dan mencari berkah dari Allah (Hayisyatul Jamal 2/207)
5. Larangan Makam Dijadikan Tempat Ibadah
Ustadz dalam video tersebut memakai dalil tentang laknat Allah kepada Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para Nabi sebagai masjid. Masjid ia tafsirkan sebagai ‘tempat ibadah’. Sehingga membaca Qur’an di kuburan dilarang, karena membaca Qur’an adalah ibadah. Ini adalah penafsiran yang salah dan bertengkar dengan ulama ahli hadis. Berikut ini penegasan ulama ahli hadis yang disampaikan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar:
ﻭﻗﺎﻝ اﻟﺒﻴﻀﺎﻭﻱ ﻟﻤﺎ ﻛﺎﻧﺖ اﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭاﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﻳﺴﺠﺪﻭﻥ ﻟﻘﺒﻮﺭ اﻷﻧﺒﻴﺎء ﺗﻌﻈﻴﻤﺎ ﻟﺸﺄﻧﻬﻢ ﻭﻳﺠﻌﻠﻮﻧﻬﺎ ﻗﺒﻠﺔ ﻳﺘﻮﺟﻬﻮﻥ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ ﻧﺤﻮﻫﺎ ﻭاﺗﺨﺬﻭﻫﺎ ﺃﻭﺛﺎﻧﺎ ﻟﻌﻨﻬﻢ ﻭﻣﻨﻊ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻋﻦ ﻣﺜﻞ ﺫﻟﻚ
Al-Baidlawi berkata: Ketika orang Yahudi dan Nasrani bersujud ke kuburan para Nabi mereka sebagai bentuk pengagungan, dan menjadikan kuburan sebagai kiblat (tempat menghadap) saat shalat dan lainnya, serta menjadikan kuburan sebagai berhala maka Allah melaknat mereka dan melarang umat Islam untuk meniru hal tersebut (Fath Al-Bari 1/525)
Jadi jelas, yang dimaksud larangan menjadikan kuburan sebagai masjid maksudnya adalah tempat bersujud.
Kalau memang kata masjid ditafsirkan sebagai tempat ibadah, lalu mengapa Nabi melakukan shalat jenazah di dekat kubur? Berikut hadisnya:
«ﺃﻓﻼ ﻛﻨﺘﻢ ﺁﺫﻧﺘﻤﻮﻧﻲ ﺑﻪ ﺩﻟﻮﻧﻲ ﻋﻠﻰ ﻗﺒﺮﻩ – ﺃﻭ ﻗﺎﻝ ﻗﺒﺮﻫﺎ – ﻓﺄﺗﻰ ﻗﺒﺮﻫﺎ ﻓﺼﻠﻰ ﻋﻠﻴﻬﺎ»
“Mengapa kalian tidak memberi tahu kepada ku tentang kematiannya (tukang sapu masjid Nabi). Tunjukkan padaku kuburnya” kemudian Nabi datang ke kuburnya dan shalat di atas kuburnya” (HR Bukhari)