Sosok Nabi Muhammad Saw adalah sosok yang sering disalahpahami, khususnya dalam kacamata Barat. Gambaran atau citra Islam yang masih buruk di belahan dunia Barat memang berimbas pada sosok Nabi dari Jazirah Arab ini. Seakan-akan terorisme yang seringkali dikait-kaitkan dengan Islam merupakan ajaran yang dibawa oleh pendiri Islam ini.
Namun, tidak perlu mencari kambing hitam. Buruknya citra Islam di mata dunia akhir-akhir ini tidak lepas dari kontribusi sebagian umat Islam sendiri. ISIS, Al-Qaeda, Taliban atau Boko Haram adalah sebagian kelompok yang menjustifikasi tindakannya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw.
Padahal, tindak-tanduk yang mereka lakukan, seperti bom bunuh diri, pembunuhan, persekusi hingga penghancuran rumah ibadah penganut agama lain tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Lantas mengapa memakai Islam sebagai kendaraan ? Hal ini sebenarnya tidak aneh. Semua agama bisa dijadikan alat atau topeng untuk kepentingan lain yang alasannya tidak ada kaitannya dengan agama tersebut. Bisa saja karena alasan ekonomi, politik, atau bahkan alasan remeh belaka. Charles Kimball sudah menukil hal ini dalam bukunya, When Religion Become Evil. Dalam hal ini Islam tidak dikecualikan.
Nah, persoalannya adalah bagaimana mengembalikan sosok Rasulullah Saw sesuai dengan julukannya sebagai Rahmatan lil ‘Alamin. Penyebutan Rahmatan lil ‘Alamin bukanlah rekaan Muhammad atau pengikutnya, namun sebutan Allah, Sang Maha Pencipta sendiri.
Pengembalian citra ini penting terlebih ada pemuka agama, atau Ustadz yang beberapa waktu lalu menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw belum berhasil mewujudkan Rahmatan lil ‘Alamin dalam masa hidupnya. Rahmatan lil ‘Alamin baru tercapai ketika era kekhalifahan berdiri.
Ustadz yang sedang kesohor ini berkata: “Kapan Rahmatan lil ‘Alamin itu dapat diwujudkan? Bukan dengan kenabian, bukan dengan Al-Quran di tangan tapi setelah tegaknya Khilafatin Nubuwwah.” Dia mengatakan bahwa tidak ada yang dapatkan mewujudkan Rahmatan lil Alamin selain Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah.
Sayangnya, alasan ini dengan mudah dibantah. Era Khulafaur Rasyidin memang era ketika demokrasi, di mana umat bisa berinteraksi dengan Khalifah, mengeluh atau curhat terhadap problem atau masalahnya secara langsung. Sayangnya, masa ini tidak lama, dan hanya berlangsung selama 30 tahun. Setelahnya, penyebutan Khalifah adalah nama lain dari Raja yang berlangsung turun-temurun.
Dengan demikian, era pasca Khulafaur Rasyidin tidak layak disebut sebagai era Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah. Lantas, dengan menyebut bahwa “Rahmatan lil Alamin” terjadi di era kekhalifahan Khulafaur Rasyidin, maka rahmat bagi semesta alam tersebut hanya berjalan sebentar atau hanya 30 tahun saja? Begitu pendeknya masa tersebut!
Lalu, bagaimana maksud “Rasulullah menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta” itu? Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala dengan gamblang menyebut bahwa kehadiran Rasulullah ke muka bumi ini adalah pengejawantahan dari Rahmatan lil ‘Alamin. Seperti termaktub dalam ayat ini, ”Tidakkah Kami utus engkau wahai Muhammad, kecuali hanya sebagai rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya : 107).
Dus, lahirnya jabang bayi Rasulullah Saw ke dunia ini sudah merupakan rahmat bagi semesta alam. Mengutip Michael H.Hart dalam bukunya yang terkenal yang menempatkan Nabi Muhammad di urutan nomor satu dari seratus tokoh paling berpengaruh dalam sejarah, “Dialah Nabi Muhammad, satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.”
Berikut penulis nukilkan beberapa uswah Nabi Saw yang membuktikan bahwa Beliau Saw adalah “Rahmatan lil ‘Alamin.”
Toleransi Beragama
Pernah suatu ketika utusan suku Kristen dari Najran menghadap kepada Beliau Saw di Medinah untuk bertukar pikiran mengenai masalah-masalah keagamaan. Percakapan diadakan di dalam mesjid dan berjalan selama beberapa jam. Pada suatu saat utusan itu minta izin meninggalkan mesjid dan mengadakan upacara kebaktian di suatu tempat yang tenang. Rasulullah Saw. bersabda bahwa mereka tidak perlu meninggalkan masjid yang memang merupakan tempat khusus untuk kebaktian kepada Tuhan dan mereka dapat melakukan ibadah mereka di masjid tersebut.
Rasulullah Saw Membawa Kedamaian
Faktanya berbanding terbalik dengan apa yang sekarang dipraktekkan oleh para teroris yang mengaku memerjuangkan Islam. Menurut Hazrat Mirza Masoor Ahmad, Jika melihat sejarah kita akan menemukan bahwa kekacauan yang terjadi di dunia Arab, Islamlah yang menghapuskannya. Rasulullah saw selama 13 tahun dizalimi di Mekkah, padahal beliau Saw membawa ajaran yang mengajarkan kedamaian.
Allah Ta’ala mengizinkan Muslim untuk berperang ketika mereka dizalimi, diusir dari kampung halaman dan begitu teraniaya. Perang hanya diizinkan untuk menciptakan kedamaian. Islam tidak pernah mendahulukan mengangkat pedang. Rasulullah saw terpaksa berperang karena harus menciptakan perdamaian, jika tidak maka akan banyak orang yang tidak berdosa terbunuh dan semakin tercipta kekacauan.
Islam mengajarkan, apabila Islam menguasai sebuah negara Kristen maka umat Muslim dilarang untuk menghancurkan Gereja mereka. Islam mengajarkan untuk melindungi Gereja seperti halnya melindungi Masjid. Orang yang menghancurkan rumah ibadah umat lain maka mereka bertentangan dengan ajaran Islam.
Perilaku Nabi Muhammad Saw terhadap Hewan
Beliau memeringatkan kaum beliau terhadap kekejaman terhadap hewan dan memperingatkan agar memperlakukan hewan- hewan dengan baik. Beliau seringkah menceriterakan contoh mengenai seorang wanita Yahudi yang dihukum oleh Allah Ta’ala karena membiarkan kucingnya mati kelaparan.
Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan: “Tengah kami berada dalam perjalanan bersama Rasulullah s.a.w., kami melihat dua ekor anak merpati dalam sarang dan kami menangkap dua ekor burung itu. Kedua burung itu masih kecil. Ketika induknya datang ke sarangnya dan tidak didapatinya anak-anaknya, ia terbang kian-kemari dengan sangat gelisah. Ketika Rasulullah Saw. datang ke tempat itu, beliau melihat merpati itu dan bersabda, “Jika salah seorang dari antara kamu telah menangkap anak-anaknya, ia harus segera melepaskannya biar si induk jadi tenang” (HR. Abu Daud).