Ada sebagian kelompok umat Muslim yang beranggapan bahwa jihad dan dakwah itu sudah satu paket dan tidak dapat dipisahkan. Menurut mereka, selain jihad, dakwah pun harus disampaikan kepada pemerintahan yang tidak menerapkan hukum Islam seperti di Indonesia ini.
Dalam membenarkan perbuatannya tersebut mereka seringkali menjadikan hadis Nabi sebagai pembenaran terhadap perbuatan kekerasan atas nama jihad yang mereka lakukan. Mereka berdakwah kepada masyarakat awam dengan Alquran dan hadis-hadis Nabi untuk memusuhi bahkan menyakiti siapa pun yang mereka anggap musuh, sekalipun orang yang dimusuhinya itu beragama Islam, apalagi non-Muslim.
Biasanya hadis yang dijadikan landasan pembenaran mereka dalam melakukan aksi kekerasan atas nama jihad adalah hadis riwayat Anas bin Malik yang mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ، وَأَنْفُسِكُمْ، وَأَلْسِنَتِكُمْ
Berjihadlah kalian dengan harta, jiwa dan lisan.
Hadis ini diriwayatkan dalam banyak kitab-kitab hadis, di antaranya Sunan Abi Daud, Sunan an-Nasai, Sunan ad-Darimi, Musnah Ahmad ibn Hanbal, Shahih Ibn Hibban, al-Mustadrak, dan lain sebagainya. Menurut Syu’aib al-Arnauth, ulama hadis asal Damaskus yang wafat pada 2016, kualitas sanad hadis ini sahih. Konteks hadis ini dikatakan Nabi Saw. bukan untuk orang musyrik secara umum dan dimanapun berada. Konteks hadis ini diperuntukkan bagi umat Muslim Mekah yang saat itu disakiti, dianiaya, dan tidak diberi kebebasan memeluk agama Islam oleh kaum musyrik Mekah.
Senada dengan hadis di atas, Ammar bin Yasir meriwayatkan sebuah hadis demikian:
لَمَّا هَجَانَا الْمُشْرِكُونَ، شَكَوْنَا ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: ” قُولُوا لَهُمْ كَمَا يَقُولُونَ لَكُمْ “
Ketika orang-orang musyrik menyakiti kami (umat Islam) dengan kata-kata, kami pun mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. pun menganjurkan kepada kami, “Balaslah perkataan mereka sesuai yang mereka lakukan.” (HR Ahmad)
Selain itu, sahabat Barra bin Azib pun pernah meriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah menyuruh Hassan bin Tsabit, penyair di masa Nabi, untuk membuat syair hinaan terhadap orang-orang musyrik yang menghina dan menyakiti umat Islam
روي أن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال لحسان: “هَاجِهِمْ وَجِبْرِيْلُ مَعَكَ”
Diriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah meminta Hassan bin Tsabit, “Hassan, hinalah orang musyrik dengan syairmu. (Jangan kau takut), karena Jibril bersamamu (HR Bukhari).
Menurut Al-Aini dalam ‘Umdatul Qari, hukum menghina musyrik dengan kata-kata itu tidak boleh dilakukan apabila mereka tidak mendahului melakukan hinaan tersebut. Hal ini sesuai dengan perintah dalam Alquran:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Janganlah kalian, wahai orang-orang Mukmin, mencela patung-patung yang disembah oleh orang-orang musyrik selain Allah. Hal itu akan membuat mereka marah lantaran perbuatan kalian, dengan berbalik mencela Allah akibat sikap melampaui batas dan kedunguan mereka. Seperti apa yang Kami hiasi mereka dengan rasa cinta terhadap patung-patungnya, masing-masing umat juga Kami hiasi dengan pekerjaannya sesuai kesiapannya. Kemudian, semuanya hanya akan kembali kepada Allah di hari kiamat. Dia akan memberitahu mereka hasil perbuatannya dan akan memberikan balasannya (QS al-An’am (6): 108)
Menurut Thahir ibn ‘Asyur, ayat ini turun berkenaan dengan sikap orang-orang Muslim yang menghina dan melecehkan berhala-berhala orang-orang musyrik Mekah. Menurutnya, orang-orang yang mencintai Islam sampai melampaui batas tanpa pengetahuan yang mumpuni tidak jarang melakukan hal-hal tercela ini. Padahal Nabi Saw. sendiri tidak pernah memerintahkan untuk mencaci dan berkata kotor kepada yang bukan beragama Islam.
Terkait ayat-ayat keras dalam berdakwah ataupun menyampaikan hal baik kepada non-Muslim atau orang musyrik, Syekh Thahir bin ‘Asyur mengutip pendapat Imam al-Qurthubi sebagaimana demikian:
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ: قَالَ الْعُلَمَاءُ: حُكْمُهَا بَاقٍ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، فَمَتَى كَانَ الْكَافِرُ فِي مَنَعَةٍ وَخِيفَ أَنَّهُ إِنْ سَبَّ الْمُسْلِمُونَ أَصْنَامَهُ أَوْ أُمُورَ شَرِيعَتِهِ أَنْ يَسُبَّ هُوَ الْإِسْلَامَ أَوِ النَّبِيءَ- عَلَيْهِ الصّلاة والسّلام- أَو اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يُحِلَّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَسُبَّ صُلْبَانَهُمْ وَلَا كَنَائِسَهُمْ لِأَنَّهُ بِمَنْزِلَةِ الْبَعْثِ عَلَى الْمَعْصِيَةِ اهـ، أَيْ عَلَى زِيَادَةِ الْكُفْرِ
Imam al-Qurthubi menyampaikan pendapat ulama, “Hukum ayat di atas berlaku bagi umat Nabi Muhammad sampai kapan pun, juga ketika orang kafir dalam keadaan kuat ataupun lemah. Jika umat Islam mencaci berhala atau ajaran agama mereka itu dapat menyebabkan orang kafir menghina Islam, Nabi, dan Allah Swt, maka seorang muslim tidak boleh menghina sesembahan mereka, menghancurkan gereja-gereja mereka, karena hal itu akan membangkitkan kemaksiatan yaitu bertambahnya keingkaran mereka terhadap Islam.
Kita pun pantas bertanya, menghina orang musyrik saja tidak boleh, apalagi membunuhnya bukan? Terlebih lagi bila hadis-hadis di atas ditunjukkan kepada pemerintah Indonesia yang mereka sebut sebagai thagut atau anshar thagut itu jelas keliru. Oleh karena itu, tidak benar apa yang dipahami oleh sebagian umat Islam yang berpemahaman keras dalam menggunakan hadis-hadis di atas untuk melakukan kekerasan atas nama jihad.