Sesi terakhir ngaji Fikih Ramadhan bersama PCI NU Jerman, ada yang disampaikan oleh Prof. Hendro Wicaksono bahwa sebagian masyarakat Muslim di Jerman yang bermadzab Hanafi di Jerman melakukan itikaf dan shalat Tasbih pada malam 27 Ramadhan.
Memang ada beberapa riwayat dari para sahabat bahwa malam Lailatul Qadar tidak berpindah dari hari-hari ganjil, yakni 27 Ramadhan saja:
قال أُبيُّ بنُ كَعبٍ رضِيَ اللهُ عنه في لَيلةِ القَدْرِ: واللهِ، إنِّي لأَعلمُها، وأكثرُ عِلمي هي اللَّيلةُ التي أَمرَنا رسولُ اللهِ صلَّى الله عليه وسلَّمَ بقِيامِها، هي ليلةُ سَبعٍ وعِشرينَ
Artinya:
“Ubay bin Ka’b berkata tentang Lailatul Qadar, ‘Demi Allah saya mengetahui Lailatul Qadar. Pengetahuan saya yang terbanyak adalah malam saat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memerintahkan kepada kami agar melakukan ibadah di malam tersebut, yaitu 27 Ramadhan'”. (HR Muslim)
Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi juga mencantumkan riwayat:
ﻛَﺎﻥَ ﻋﻤﺮ ﻭَﺣُﺬَﻳْﻔَﺔ ﻭﻧﺎﺱ ﻣﻦ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏ ﺭَﺳُﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳﻠﻢ ﻻَ ﻳَﺸﻜﻮﻥَ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﻟَﻴْﻠَﺔ ﺳﺒﻊ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ
Artinya:
“Umar, Hudzaifah dan segolongan Sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak meragukan bahwa Lailatul Qadar adalah malam 27 Ramadhan.” (Tafsir Ad-Durr Al-Mantsur)
Syekh Nawawi al-Bantani juga mencantumkan riwayat dari Ibnu Abbas dalam kitab Tafsirnya:
فقال ابن عباس : أحب الإعداد إلى الله تعالى الوتر وأحب الوتر إليه السبعة
Artinya:
“Ibnu Abbas berkata bahwa bilangan yang dicintai oleh Allah adalah ganjil. Dan yang paling dicintai dari ganjil adalah 7 (27 Ramadhan).”
Namun pendapat para ulama yang lain bahwa Lailatul Qadar adalah malam rahasia yang tidak diketahui kapan terjadinya berdasarkan beberapa riwayat hadis yang lain.
*Artikel ini diambil dari FB. KH. Ma’ruf Khozin