Benarkah Dosa Kita Dibalas di Tanah Suci?

Benarkah Dosa Kita Dibalas di Tanah Suci?

Benarkah Dosa Kita Dibalas di Tanah Suci?
Seorang muslim berdoa di Masjidil Haram Makkah

Ada salah satu kepercayaan di masyarakat kita yang menyebutkan bahwa dosa-dosa ataupun kesalahan yang sering kita lakukan dalam hidup, nanti akan dibalas di tanah suci, khususnya pada saat kita sedang melakukan ibadah haji atau umroh.

Ada banyak sekali cerita yang membumbui kepercayaaan ini, seperti cerita seorang tukang penagih utang yang tiba-tiba ditagih suruh membayar 400 real sesaat sesudah dia mencium hajar aswad, ataupun cerita lainnya.

Begitupun juga di sisi sebaliknya, ada pula kepercayaaan bahwa kebaaikan yang kita lakukan akan menuai buahnya nanti di tanah suci, seperti cerita seorang nenek tua penyapu jalanan yang melenggang santai saat hendak mencium hajar aswad, padahal saaat itu, jamaah sedang ramai-ramainya.

Bagi penulis, dilihat dari baik dan buruknya, kepercayaan semacam ini ada baiknya, namun lebih banyak buruknya. Penulis katakan ada baiknya karena akan membuat keseharian kaum muslimin Indonesia senantiasa menghindari dosa dan melakukan kebaikan. Lebih banyak buruknya karena hal ini akan menimbulkan sikap-sikap yang jauh dari yang diharapkan oleh syariat islam.

Dengan mempercayai hal tersebut, bagi yang belum haji atau umroh akan membuat mereka malas berangkat karena takut akan dibalas dosanya disana, bagi yang sedang melaksanakannya akan menimbulkan rasa cemas dan takut yang berkelebihan, dan salah-salah akan menimbulkan sikap berputus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah.

Haji dan Umroh sebagai “Ladang Pengampunan”

Satu hal yang perlu diingat oleh kita adalah bahwa ibadah haji dan umroh bukan merupakan “ladang pembantaian”, dimana dosa-dosa akan mendapatkan balasannya pada saat itu, namun haji dan umroh merupakan “ladang pengampunan”. Hal ini sudah dengan gamblang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ﴿العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ﴾.

Dari Abu Hurairah RA berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh SAW bersabda, “Umrah satu ke Umrah lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.”

 

Alih-alih memperbesar kepercayaan bahwa dosa kita akan dibalas di tanah suci, penulis lebih memilih untuk mengajak pembaca agar memperbesar rasa optimisme kita dalam beribadah, sebagaimana hadits Nabi:

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى

Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku

Dari dua hadits diatas, kita bisa memahami bahwa Allah sudah menjanjikan ampunan yang besar bagi kita saat kita melaksanakan ibadah umroh, dan menjanjikan surga apabila kita mengerjakan haji yang mabrur.

Dan di sisi lain Allah juga mengajarkan kepada kita agar bersangka yang baik (husnudzon) kepada Allah, oleh karenanya sepatutnya jika yang kita kedepankan adalah rasa optimisme bahwa insyaallah ibadah haji dan umroh kita akan diterima oleh Allah, dosa-dosa kita akan terhapus dan akan mendapatkan balasan surga. Amin.

Menuju Haji dan Umroh yang Mabrur

Untuk bisa mendapatkan ampunan Allah, dan untuk mendapatkan balasan surga, Allah mensyaratkan agar haji dan umroh tersebut haruslah mabrur. Menurut para ulama. diantara yang harus kita usahakan agar mendapatkan kemabruran tersebut diantaranya ialah:

  1. Menyelesaikan hak adami terlebih dahulu sebelum berangkat ke tanah suci. Hak adami yang dimaksud disini ialah kewajiban-kewajiban kita terhadap sesama manusia seperti menyelesaikan hutang, memutus persengketaan, meminta maaf, dan lain sebagainya. Hal ini perlu dilakukan agar ketika berada di tanah suci, kita bisa fokus beribadah kepada Allah, dan karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima ibadah seorang hamba yang belum menyelesaikan persengketaannya dengan hak adami.
  2. Berpasrah diri memohon ampunan Allah sambil bertawakkal dan mengakui segala dosa-dosa yang telah diperbuat di hadapan Allah.
  3. Ongkos yang digunakan berasal dari harta yang halal, karena Allah Maha Suci dan hanya menerima harta-harta suci yang diperoleh dari jalan yang halal.
  4. Melepaskan diri dari perbuatan rafats, fusuq, dan jidal saat berada di tanah suci.
  5. Sekembalinya ke tanah air, berusaha sekuat tenaga untuk menjadi pribadi yang lebih baik, karena diantara ciri haji yang mabrur ialah haji yang sepulangnya dari ibadah haji, ia menjadi pribadi yang lebih baik.