Penggunaan hadis untuk mendukung agenda politik kekuasaan-kekerasan merupakan fenomena yang lumrah terjadi dalam dunia Islam. Berdirinya Daulah Bani Abbas pada abad kedua hijriah misalnya, banyak didukung dengan kampanye politik yang menggunakan hadis-hadis Nabi tentang akhir zaman. Khususnya hadis tentang Al-Mahdi dan pasukan panji hitam.
Belakangan, ada kelompok tertentu yang menggunakan hadis-hadis Nabi saw. tentang akhir zaman sebagai legitimasi gerakan politik mereka yang penuh kekerasan dan kesadisan. Mereka berupaya menarik dukungan umat Islam dengan menggunakan hadis-hadis Nabi saw. Salah satunya, mereka mengklaim sebagai pasukan panji hitam yang datang di akhir zaman mengawal kedatangan sang juru selamat, Al-Mahdi. Tujuannya tidak lain adalah agar umat Islam mendukung gerakan mereka.
Mereka menggunakan hadis tentang pasukan panji berikut:
يَقْتَتِلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمُ ابْنُ خَلِيفَةَ، ثُمَّ لَا يَصِيرُ إِلَى وَاحِدٍ مِنْهُمْ، ثُمَّ تَطْلُعُ الرَّايَاتُ السُّودُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ فَيُقَاتِلُونَكُمْ قِتَالًا لَمْ يُقَاتِلْهُ قَوْمٌ – ثُمَّ ذَكَرَ شَيْئًا فَقَالَ – إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ، فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ اللَّهِ الْمَهْدِيُّ
Tiga golongan saling berperang memperebutkan kekuasaan kalian. Mereka adalah anak-anak penguasa. Kekuasaan tidak menghampiri seorang pun dari ketiganya. Lalu muncul pasukan dengan bendera hitam dari arah timur. Mereka memerangi kalian dengan peperangan yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh suatu kaum. Ketika kalian melihat pasukan panji hitam, berbaiatlah kepadanya, sekalipun dengan cara merangkak di atas salju. Sungguh, ia adalah khalifah Alllah, Al-Mahdi (HR. Al-Hakim)
Hadis pasukan panji hitam disebutkan dalam sejumlah kitab hadis.Yaitu Musnad Ahmad, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Ibn Majah, al-Fitan, al-Malahim, Musnad al-Bazzar dan al-Mustadrak. Secara umum hadis tentang pasukan panji hitam berkualitas lemah. Berikut adalah penjelasannya:
Riwayat Al-Bazzar berkualitas lemah karena ada dua orang yang perlu dicurigai. Pertama, Ibrahim bin Yazid bin Qais. Ia dikenal thiqah tetapi banyak meriwayatkan hadis secara mursal (salah satu jenis terputusnya sanad yang menyebabkan hadis menjadi daif.) Kedua, al-Hakam bin Utbah perawi yang dikenal thiqah-thabat,tetapi sering melakukan praktik tadlis (mengkaburkan riwayat/sumber agar terlihat sahih). Al-Hakam meriwayatkan hadis dari gurunya menggunakan redaksi ‘an. Perawi pelaku tadlisdilarang menggunakan redaksi tersebut. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hadis pasukan panji hitam dalam riwayat al-Bazzar adalah daif (lemah).
Riwayat Imam Ahmad dan Al-Tirmidzi bermasalah karena terdapat perawi bernama Risydin bin Sa’d yang dinilai dha’if (lemah), mukhtalith (kacau hafalannya), dan sayyi’ul hifzh (buruk hafalannya). Dari aspek hafalan, perawi ini memiliki kekurangan yang menyebabkan hadisnya menjadi daif (lemah).
Riwayat Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Thauban juga memiliki masalah. Dalam sanad Ibnu Majah, terdapat perawi bernama Abdurrazzaq yang dinilai majruh (memiliki cacat). Dia dinilai thiqah dan hafizh, namun di sisi lain beliau kemudian mengalami penurunan kemampuan hafalan dan cenderung kepada paham/aliran syiah (tasyayyu’). Hal ini menyebabkan hadis yang berasal darinya dinilai bermasalah (baca: daif).
Pada riwayat al-Hakim terdapat perawi bernama Khalid al-Haddza’ yang dikenal thiqah namun banyak meriwayatkan secara mursal. Karena perawi ini dinilai memiliki cacat, harusnya hadisnya dinilai lemah. Namun al-Hakim melihat bahwa cacat yang terdapat pada perawi ini tidak berpengaruh terhadap hadis pasukan panji hitam. Tidak ada bukti bahwa hadis ini diriwayatkan secara mursal atau terpotong sanadnya yang dapat menyebabkan hadisnya menjadi lemah. Karenanya, al-Hakim menilai hadis ini sahih berdasarkan standar al-Bukhari dan Muslim.
Seandainya Khalid Al-Hadzdza’ diterima, riwayat Al-Hakim masih punya masalah lain. Yaitu pada perawi bernama Muhammad bin Ibrahim bin Arumah dan Abu Abdillah al-Shaffar yang tidak diketahui biografinya (majhul). Hadis yang dalam sanadnya terdapat perawi majhul patut dicurigai, dan dalam beberapa kasus, dianggap tidak ada alias munqathi’. Di sini dapat disimpulkan riwayat ini daif.
Riwayat Imam Ahmad dari Thauban sepertinya harus mengalami nasib yang sama. Dalam sanad ini terdapat perawi bernama Ali bin Zaid biografinya belum ditemukan (majhul). Majhul-nya seorang perawi menyebabkan jalur periwayatan menjadi meragukan dan cenderung lemah (daif).
Berdasarkan analisis ini, dapat disimpulkan bahwa hampir semua sanad hadis pasukan panji hitam, bermasalah (baca: daif). Simpulan ini meneguhkan pernyataan Ibnu Kathir (w. 774 H.) yang menyatakan semua sanad hadis pasukan panji hitam bermasalah. Karena terdapat perawi-perawi kurang kredibel dalam masing-masing sanad.
Mengomentari hadis-hadis yang digunakan dalam kampanye politik pendukung Daulah Abbasiyyah, khususnya terkait pasukan panji hitam, Ibnu Katsir berkata, “Hadza Kulluhu Tafri’un ‘Ala Shihhati Hadzihi al-Ahadith, wa Illa fala yakhlu sanadun minha kalamun wa allahu subhanahu wa ta’ala a’lam bi al-shawab.” (Perdebatan tentang kandungan hadis-hadis mahdi dan peristiwa akhir zaman, didasarkan pada asumsi kesahihan hadis-hadisnya. Bila tidak, maka sebenarnya seluruh sanad hadis-hadis tersebut memiliki cacat yang perlu dikomentari. Allah SWT yang maha tahu yang benar). (Ibnu Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jilid 6, hlm. 278).
Kandungan Hadis
Hadis tentang pasukan panji hitam tidak dapat dilepaskan dari narasi kedatangan Al-Mahdi. Narasi ini sudah digunakan Abu Muslim Al-Khurasani, jenderal pendukung Bani Abbas, memobilisasi bangsa Muslim Persia untuk melawan Dinasti Bani Umayyah pada tahun 129 H. Kampanye berhasil dan umat Muslim Persia berbondong-bondong menyerang Damaskus, pusat pemerintahan Bani Umayyah. Abu Muslim memerintahkan pengikutnya memakai simbol kemiliteran serba hitam, termasuk bendera dan panjinya. Ia mengklaim sebagai kelompok Al-Mahdi yang disabdakan Rasulullah saw.
Ibnu Katsir (w. 774 H.) memberi komentar bahwa Al-Mahdi dan pasukan panji hitam hanya akan datang di akhir zaman. Bukan pada masa ambruknya kekhalifahan Bani Umayyah. Hal ini dengan asumsi bahwa hadis tentang Al-Mahdi dan panji hitamnya sahih. Karena, sebagaimana disebut sebelumnya,hadis pasukan panji hitam adalah hadis daif sebab ada perawi-perawi bermasalah dalam sanadnya.
Al-Suyuthi mencatat bahwa dalam sejarah umat Islam, terdapat banyak kelompok yang mengklaim sebagai gerakan Al-Mahdi. Menurutnya, semua itu bentuk kebohongan belaka. Kelompok-kelompok tukang klaim tersebut mempermainkan dalil-dalil agama seperti anak-anak memainkan mainannya. Mereka berusaha mencocok-cocokkan ciri-ciri pemimpin serta kelompoknya dengan Al-Mahdi dan pendukungnya.
Ciri tukang klaim tersebut, kata Al-Suyuthi, adalah mereka membuat standar keimanan sendiri bahwa umat Islam yang mendukungnya sebagai mukmin dan yang menolak bergabung bersama mereka disebut kafir. Ciri lainnya, mereka berani membunuhi para ulama (Al-Suyuthi, Syarah Sunan Ibn Majah, jilid 1, hlm. 300).
Hari ini, ciri-ciri kelompok pengklaim itu hadir di hadapan kita. Mereka mengklaim para pengikutnya sebagai ahli tauhid, muwahhid, mukmin sejati dan mujahid. Sedang umat Islam yang enggan mendukung, mereka sebut kafir, musyrik, dan thaghut. Selain itu, tidak sedikit ulama yang dimusuhi, dikafirkan, dan dibunuh. Ini sesuai dengan pernyataan Al-Suyuthi. Wallahu A’lam.