Suatu ketika seorang Filsuf moral yang terkenal singgah di kota Ak Shehir tempat Nasruddin Hoja tinggal. Filsuf itu telah banyak mendengar tentang kebijaksanaan Nasruddin Hoja, ia bermaksud mengajaknya berdiskusi. Untuk itu ia mengundang Nasruddin Hoja makan di suatu restoran.
Setelah memesan makanan, mereka pun berdiskusi. Tak lama kemudian pelayan datang menghidangkan dua ekor ikan bakar. Salah satu ikan bakar itu memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari ikan lainnya. Tanpa ragu-ragu Nasruddin Hoja mengambil ikan yang terbesar.
Sang Filsuf mengerenyitkan keningnya menatap Nasruddin Hoja dengan tatapan yang tak percaya. Kemudian Sang Filsuf mengatakan bahwa apa yang dilakukan Nasruddin adalah suatu hal yang hina dan egois dan bertentangan dengan prinsip-prinsip moral, etika dan kepercayaaan masyarakat pada umumnya. Nasruddin Hoja mendengarkan khotbah Sang Filsuf dengan sabarnya sampai Sang Filsuf kehabisan tenaga.
“Kalau begitu Tuan, seharusnya apa yang akan kau lakukan?” Tanya Nasruddin Hoja kemudian.
“Kalau saya, sebagai orang yang bijak. Saya tidak akan mementingkan diri sendiri dan tentunya akan mengambil ikan yang lebih kecil untuk diriku sendiri,” kata Sang Filsuf.
“Silahkan kalau begitu!” Kata Nasruddin Hoja singkat, sambil menyodorkan ikan yang kecil pada Sang Filsuf.
Dari kisah di atas, kita akan belajar tentang ukuran moralitas dalam teori dan moralitas dalam prakteknya. Kita seringkali memakai ukuran moral itu untuk orang lain bukan untuk diri kita sendiri.
Pada kisah Nasruddin Hoja dan Filsuf di atas, Sang Filsuf menegur dan menceramahi Nasruddin karena Sang Fisuf menganggap Nasruddin ini egois dan bertentangan dengan prinsip-prinsip moral.
Melihat jawaban Sang Filsuf bahwa ia tidak akan mementingkan diri sendiri dan akan mengambil ikan yang lebih kecil, rupa-rupanya ia telah mengukur moralitas Nasruddin. Harusnya sebagai seorang Filsuf moral yang bijak, ia mestinya menerima saja ikan yang kecil itu. Karena dengan menerima ikan yang kecil sebenarnya Sang Filsuf telah mempraktekkan moral yang ada pada dirinya.
Tapi pada kenyataannya tidak, Sang Filsuf malah menceramahi Nasruddin dan memakai ukuran moralitas untuk dipraktekkan oleh Nasruddin.
Sementara Nasruddin setelah mendapat jawaban yang seperti itu dari Sang Filsuf, dengan polosnya dia lantas menyodorkan ikan yang kecil itu kepada Sang Filsuf. Seolah-olah Nasruddin membantu Sang Filsuf untuk mempraktekkan apa yang telah ia sampaikan sebelumnya.
Hikmah yang bisa kita petik dari sini adalah bahwa kita harusnya belajar betapa seringnya kita mengukur moralitas yang ada pada orang lain. Ukuran moralitas seolah-olah berlaku untuk selain kita, sementara kita abai akan moralitas kita sendiri.
Wallahu A’lam