Belajar Melatih Anak Berpuasa dari Para Sahabat Rasulullah Saw

Belajar Melatih Anak Berpuasa dari Para Sahabat Rasulullah Saw

Belajar Melatih Anak Berpuasa dari Para Sahabat Rasulullah Saw

Para orangtua punya cara yang berbeda-beda untuk melatih anak-anaknya menjadi taat beribadah. Dalam hal ibadah puasa yang merupakan rukun Islam, misalnya, orang-orang Jawa di Indonesia biasa melatih anaknya dengan puasa mbedug, yaitu puasa setengah hari. Ketika tepat pukul 12.00 siang, ditabuhlah bedug di masjid sebagai tanda matahari telah istiwa’, bayang-bayang benda sama sekali tak terlihat, pertanda berakhirnya waktu Dluha dan akan dimulainya waktu Zuhur.

Saat itulah anak-anak membatalkan puasanya. Makan dan minum seperlunya. Lalu melanjutkan puasa lagi hingga maghrib.

Beda lagi dengan cara orang zaman old, zaman para sahabat Nabi. Mereka memiliki cara yang khas.

عَنِ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذِ بْنِ عَفْرَاءَ قَالَتْ أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِى حَوْلَ الْمَدِينَةِ «مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ» فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ. رواه البخاري

Menurut cerita al-Rubayyi’ binti Mu’awwidz, saat itu puasa wajibnya umat Islam masih puasa Asyura. Setiap pagi hari Asyura, Nabi biasa mengutus seseorang untuk keliling Madinah. Tugasnya adalah menyampaikan pengumuman.

“Siapa yang pagi ini sudah (berniat) puasa, maka lanjutkanlah puasanya. Siapa yang pagi ini sudah terlanjur berbuka/sarapan, maka hendaklah menyempurnakan harinya ini dengan puasa.”

Setelah itu, kami pun langsung berpuasa Asyura. Kami juga menyuruh anak-anak kami yang masih kecil untuk ikut berpuasa. Lalu, kami pergi ke masjid. Kami berikan mereka mainan dari bulu. Jika mereka menangis karena minta makan, kami berikan mainan itu hingga bisa bertahan sampai berbuka. (HR. al-Bukhari)

Dalam riwayat lain,

وَحَدَّثَنَاهُ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَرٍ الْعَطَّارُ عَنْ خَالِدِ بْنِ ذَكْوَانَ قَالَ سَأَلْتُ الرُّبَيِّعَ بِنْتَ مُعَوِّذٍ عَنْ صَوْمِ عَاشُورَاءَ قَالَتْ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رُسُلَهُ فِى قُرَى الأَنْصَارِ. فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ بِشْرٍ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ وَنَصْنَعُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَنَذْهَبُ بِهِ مَعَنَا فَإِذَا سَأَلُونَا الطَّعَامَ أَعْطَيْنَاهُمُ اللُّعْبَةَ تُلْهِيهِمْ حَتَّى يُتِمُّوا صَوْمَهُمْ.رواه البخاري ومسلم

Dari situ, setidaknya dapat kita temukan beragam cara untuk melatih anak-anak berpuasa. Sebagian tradisi, memilih agar anak-anak dilatih dengan cara puasa setengah hari. Ada yang melatihnya dengan cara mengalihkan perhatian dan rasa lapar mereka dengan mainan. Dengan permainan itu, kemudian mereka lupa makan dan tidak merasa lapar.

Apapun caranya, yang jelas anak-anak itu belum mukallaf. Belum terbebani hukum, belum wajib hukum, termasuk  puasa. Namun, tetap perlu dilatih untuk tata hukum, taat agama agar kelak ketika dewasa dan dan menjadi wajib hukum, sudah terbiasa dan ringan dalam menjalankan kewajiban agamanya. Kemudian, apapun caranya melatih untuk menjadi wajib hukum, semuanya adalah cara yang baik.

Memang, tradisi membuatkan mainan agar anak-anak lupa lapar dan dahaga hingga maghrib adalah tradisi masa Nabi. Karenanya, ia juga sunnah menurut definisi ahli hadis. Yaitu tradisi (adat, ‘urf) yang dibiarkan oleh Nabi (sunnah taqririyyah). Namun, ia tidak mesti menjadi sunnah menurut ulama ushul fikih. Mbedug adalah tetap tradisi yang tidak bertentangan dengan sunnah tersebut, karena tujuan utama dari sunnah tersebut jelas, yaitu melatih anak-anak berpuasa (tashwim; nushawwim shibyanana).

Lalu, mulai usai berapakah anak-anak dilatih untuk berpuasa dan cara apa yang tepat?

وقال الغزالي إذا بلغ الصبي سن التمييز فينبغي ألا يسامح في ترك الصلاة والطهارة بالصوم في بعض أيام رمضان.

“Menurut Imam al-Ghazali, anak-anak ketika telah mencapai usia tamyiz, idealnya sudah tidak ditolerir lagi untuk meninggalkan salat dan puasa di beberapa hari Ramadhan.”

Usia tamyiz adalah usia di mana anak-anak telah mulai mampu membedakan mana hal baik dan mana hal buruk. Mereka biasanya telah mulai bernalar.

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari menegaskan bahwa para ulama salaf, di antaranya Imam Ibnu Sirin dan Imam al-Zuhri berpendapat anak-anak sudah harus diperintahkan untuk berpuasa untuk latihan. Sama dengan latihan salat, latihan puasa dimulai sejak mereka mereka berusia tujuh hingga sepuluh tahun. Asumsinya, pada usia tersebut anak-anak telah dianggap mampu berpuasa. Imam al-Syafi’i juga berpendapat demikian.

Bahkan, imam Ibnu al-Majisyun dari mazhab Maliki menegaskan, jika anak-anak di usia tersebut ada yang tidak berpuasa, maka harus dilatih juga untuk menggantinya (menqadla’) di hari lain.

Wallahu a’lam.

Artikel ini sebelumnya dimuat di wikihadis.id