Kita tentu sering mendengar nama Habib Ali al-Jufri, seorang dzurriyaturrasul yang senantiasa mendakwahkan Islam ramah seperti ajaran Baginda Nabi Muhammad Saw. Dakwahnya teduh, tidak pernah mencaci, tidak pernah memusuhi.
“Jika ada saudara saya yang beragama Yahudi, maka saya akan tetap mengasihinya sebagai manusia,” begitu kira-kira petikan ceramahnya yang begitu viral di kalangan warganet.
Suatu hari saat ia mengisi pengajian di depan para jamaahnya, tiba-tiba dari arah pintu, muncul sosok yang sangat ia kagumi, Syekh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, seorang guru yang sangat ia hormati.
Saat al-Buthi datang, seketika Habib Ali menghentikan pengajiannya untuk menyambut kehadiran sang guru. Sayangnya, al-Buthi malah lebih memilih bergabung bersama para jamaah yang lain. Al-Buthi duduk di barisan kanan paling belakang.
Melihat ini, Habib Ali lantas mempersilahkan al-Buthi untuk duduk di sampingnya menghadap ke arah jamaah. Mendapati guru yang sangat ia muliakan datang di majelisnya, Habib Ali lantas menyampaikan kepada para jamaahnya agar bisa mengambil istifadah dari kehadiran al-Buthi. Habib Ali lantas memohon kepada al-Buthi untuk memberikan sedikit sambutan.
Saat gurunya memberikan sambutan, Habib Ali turun dari kursinya dan duduk bersama dengan jamaah yang lain. Hal ini ia lakukan sebagai penghormatan kepada sang guru. Saat al-Buthi selesai memberikan sambutan, Habib Ali meminta Syekh al-Buthy untuk melanjutkan dan memberikan siraman kepada segenap jamaah yang hadir.
Sayangnya, al-Buthi tidak berkenan, karena majelis tersebut adalah mejelisnya Habib Ali. Bahkan al-Buthi berharap bisa mendengarkan ceramah dari muridnya tersebut. Habib Ali namun tetap meminta kepada al-Buthi untuk melanjutkan.
“Silahkan lanjutkan wahai guruku. Ceramah saya telah usai sebelum engkau datang. Kini saatnya kami mendengarkan ceramahmu.”
Begitulah akhlak dzurriyah Rasulullah Saw. Andaikan semua ulama’ dan dzurriyah Rasul memberikan contoh demikian.
Wallahu A’lam.