Apakah Rasulullah pernah bertengkar dengan istrinya? Ternyata, dalam sejarah, Rasulullah pernah loh bertengkar dengan istri laiknya rumah tangga lain. Lalu, apa yang dilakukan Rasulullah ketika bertengkar dengan istri tersebut?
Pertengkaran tidak bisa dihindari dalam rumah tangga, seolah pertengkaran adalah bumbu wajib, tapi tidak selamanya pertengakaran itu buruk. Selain bisa memicu keretakan hubungan, pertengkaran juga mampu merekatkan hubungan jika pengelolaan penyelesaian pada pertengkaran itu baik. Pertengkaran diawali dengan adu pendapat, perbedaan pendapat kerap kali disertai dengan ego ‘aku yang benar’, tapi meskipun dalam adu pendapat ada ego yang muncul, untuk menyelesaikannya kamu butuh menurunkan ego bukan?
Kamu yang pernah adu pendapat dengan pasangan pasti merasakan, jika hanya mengutamakan ego maka hubungan kalian akan retak, tapi jika keduanya mau menurunkan ego, memulai dialog dua arah, mendengar dan didengar, mengerti dan dimengerti, maka pertengkaran yang telah terjadi menjadi pembelajaran penting bagi kedua belah pihak.
Tidak jarang pula pertengkaran yang berujung pada kekerasan, pada kasus-kasus KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) yang terjadi di sekitar kita maupun muncul di berita, KDRT diawali dengan pertengkaran. Jika tidak mampu mengelola ego, maka akan timbul ‘aku yang paling benar, dan kamu harus menurut’, pernah merasakan perasaaan seperti itu saat bertengkar dengan pasanganmu? Perasaan ingin selalu dituruti segala kehendaknya bisa jadi kamu ingin menguasai pasanganmu, jika itu masih ada dipikiranmu sebaiknya perlahan-lahan kamu hilangkan, karena dari pikiran yang seperti itulah keseimbangan relasi kamu dan pasangan sulit dicapai.
Lalu bagaiamana perilaku yang tepat jika bertengkar dengan pasangan? selain sama-sama menurunkan ego, membuka dialog dua arah juga penting. Rasulullah Saw pun pernah bertengkar dengan istrinya Aisyah Ra, pertengkaran yang heboh hingga Aisyah Ra melengkingkan suaranya, seperti yang terekam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Abu Dawud dalam Sunannya No. 5001 dan Imam Ahmad dalam Musnadnya (No. 18685, dan 18712)
Dari Nu’man bin Basyir ra, berkata: Suatu saat Abu Bakar ra meminta izin bertandang ke rumah Nabi Saw. Ia mendengar suara Aisyah, Istri Nabi Saw melengking keras. Ketika sudah masuk ke dalam, ia hendak menempeleng Aisyah dan menghardik: “Kamu tidak pantas melengking ke atas Rasulullah Saw”. Tetapi Nabi Saw menghalanginya, sehingga ia keluar ruangan sambil marah. Ketika Abu Bakar sudah keluar kamar, Nabi Saw berbicara ke Aisyah: “Bagaimana, kamu lihat kan saya menyelamtkan kamu dari lelaki itu?”. Selang beberapa hari, Abu Bakar ra datang lagi bertandang ketika Nabi Saw dan Aisyah sudah berdamai: “Bisakah saya diizinkan masuk saat kamu berdamai sebagaimana dulu pernah diizinkan saat kamu bertengkar?”. “Ya kami izinkan, silahkan masuk”. (Sunan Abu Dawud).
Hadis tersebut menceritakan meskipun Aisyah Ra melengkingkan suaranya, Rasulullah Saw tidak menghardik, mengancam ataupun melakukaan kekerasan pada Aisayah Ra, bahkan Rasulullah Saw melarang Abu Bakar ra yang merupakan ayah Aisyah Ra untuk memarahi Aisyah Ra. Hal ini juga dikuatkan dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (No. 6195, Imam Abu Dawud dalam Sunannya (No. 4788) dan Imam Ahmad dalam Musnadnya (No. 26354, 26596, dan 27047) bahwa Rasulullah Saw menolak kekerasan dalam rumah tangga.
Dari Aisyah Ra, berkata: Bahwa Rasulullah Saw tidak pernah memukul siapapun dengan tangannya, tidak pada perempuan (istri), tidak juga pada pembantu, kecuali dalam perang di jalan Allah Swt. Nabi Saw juga ketika diperlakukan sahabatnya secara buruk tidak pernah membalas, kecuali kalau ada pelanggaran atas kehormatan Allah Swt, maka ia akan membalas atas nama Allah Swt. (Shahih Muslim).
Menurut Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya 60 Hadis Hak-hak perempuan dalam Islam menyatakan, saat itu masyarakat Arab bahkan hampir seluruh penduduk di dunia menganggap kekerasan yang dilakukan suami pada istri adalah hal yang wajar dengan alasan pendisiplinan dan pendidikan. Sedangkan Rasulullah Saw memilih menjadi pengasih dan penyayang, tidak melakukan kekerasan pada istri dalam keadaan apapun, seharusnya ini menjadi panutan, terutama bagi umat Islam dalam menyikapi adu pendapat atau pertengkaran.
Karena keluarga adalah tempat menumbuhkan kasih sayang, maka seharusnya kita mengelola dan merawatnya dengan kasih sayang, sehingga cita-cita dari adanya rumah tangga bisa tercapai, yaitu sakinah mawaddah dan warohmah.