Kajian tentang al-Quran dan budaya manusia, tidak terhenti pada wilayah teks-konteks saja. Tetapi juga kajian pada media teks itu sendiri, sebagai manuskrip yang masih terawat dan terdapat di berbagai wilayah, termasuk di Indonesia. Salah satunya adalah Bayt Al-Quran Al-Akbar, ukiran kayu al-Quran raksasa khas Melayu di Palembang.
Secara konsep, pembuatan mushaf al-Quran ukir khas Palembang sejatinya berlandaskan pada empat hal, yaitu: Pertama, landasan etis yang dilambangkan oleh berbagai macam bentuk keragaman budaya Palembang (seperti kerajinan tangan, seni ukir, dan pahat, arsitektur lokal, lambang kebesaran daerah, tanaman khas daerah, dan sebagainya). Kedua, landasan filosofis, yang mengandung arti bahwa falsafah seni rupa Islam melambangkan kedalaman makna al-Quran yang menjadi landasan kehidupan dunia dan akhirat. Ketiga, landasan estetis, yang mengandung arti bahwa Islam identik dengan keindahan, sesuai dengan firman Allah Swt, bahwa Allah sangat mencintai keindahan. Keempat, tujuan pembuatan Bayt Al-Quran Al-Akbar ini adalah untuk mendakwahkan ajaran Islam ke masyarakat luas.
Bayt Al-Quran Al-Akbar memiliki ayat suci al-Qur’an lengkap 30 juz yang dipahat atau diukir dengan ukiran khas Palembang dalam lembaran-lembaran kayu Tembesu (Tembusu). Masing-masing lembaran kayu tersebut berukuran 177 x 140 x 2,5 cm dan tebal keseluruhannya termasuk sampul mencapai 9 m.
Keberadaan al-Quran al-Akbar sangat menyita perhatian masyarakat dunia dan menjadi salah satu obyek wisata andalan Kota Palembang. Apalagi sejak al-Quran tersebut dikukuhkan sebagai satu-satunya yang ada di dunia dan masuk rekor Museum Rekor Indonesia (MURI), berbondong-bondong wisatawan baik lokal maupun manca negara mengunjunginya. Mereka terkagum-kagum akan keindahan ukiran kayu Bayt al-Quran al-Akbar dan menyaksikannya secara langsung adalah pengalaman yang tidak ada duanya.
Sejarah Bayt Al-Quran Al-Akbar
Gagasan awal pembuatan al-Quran terbesar ini tercetus pada tahun 2002, oleh ustadz Sofwatullah Mohzaib (akrab dipanggil ustadz Opat). Ketika itu ustadz Opat baru saja merampungkan pemasangan kaligrafi pintu dan ornamen Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Konon, tak lama kemudian pada malam bulan suci Ramadhan, ustadz Opat tertidur dan bermimpi membuat mushaf al-Qur’an dari kayu seperti kaligrafi yang ia buat di jendela dan pintu Masjid Agung. Berawal dari sinilah gagasan pembuatan Bayt al-Quran al-Akbar dimulai.
Adapun secara historis, pembangunan Bayt a-Quran al-Akbar dimulai tepat pada 15 Maret 2002 atas inisiatif H. Marzuki Alie dan pengurus Masjid Agung Palembang. Satu lembar ukiran yang telah dibuat yaitu Surat al-Fatihah dan dipamerkan pada acara peringatan tahun baru Islam.
Proses pembuatan al-Quran terbesar ini dikerjakan di kediaman Ust. Opat. Pembuatan Al-Quran Al-Akbar menggunakan kayu Tembesu yang dikenal sebagai “kayu raja Sumatera”. Di samping utamanya untuk memuliakan al-Quran, penggunaan kayu ini juga agar mushaf ini awet dan tahan lama.
Sebelum diukir di atas papan, ayat-ayat al-Quran terlebih dahulu ditulis diatas kertas karton, lalu tulisannya dijiplak ke kertas minyak. Tulisan ayat al-Quran di atas karton ini dikoreksi oleh tim pentashih yaitu para ulama ahli al-Quran dan para Hafidz al-Quran sehingga jika terjadi kesalahan bisa langsung diperbaiki (Narasi sejarah ini dapat dilihat langsung ketika masuk ke area wisata religi Bayt al-Quran al-Akbar).
Seiring berjalannya waktu pada tahun 2010, Dr. H. Marzuki Alie terpilih sebagai presiden PUIC (Parliamentary Union of the OIC Member States) atau Persatuan Parlemen Negara-negara Organisasi Konferensi Islam di Kampala, Uganda Afrika. Konferensi PUIC berikutnya dilaksanakan di Indonesia pada tanggal 25-30 Jnauari 2012 di kota Palembang yang dihadiri oleh sekitar 51 negara Islam di Dunia.
Pada momentum inilah peresmian Bayt Al-Quran Al-Akbar oleh Presiden RI Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono, sekaligus dilakukan penandatanganan prasasti Al-Quran Al-Akbar dihadapan peserta konferensi PUIC. Seluruh peserta sepakat menobatkan manuskrip mushaf ini sebagai satu-satunya dan terbesar di dunia dari jenis ukiran kayu.
Motif dan Karakter Ukiran Khas Pelembang
Karakter ukiran khas Palembang juga dapat dilihat pada ukiran motif yang menggunakan ragam hias Palembang, yaitu motif sulur dan motif bunga kembang. Ragam hias tersaji di setiap lembarannya yang berfungsi sebagai penghias ukiran itu sendiri. Keberadaan ragam hias tidak semata-mata sebagai pengisi bidang yang kosong, akan tetapi bertujuan untuk memberi nilai keindahan atau nilai estetika pada ukiran kayu Al-Quran Al-Akbar tersebut. Selain itu, ukiran yang digunakan dalam penulisan Bayt Al-Quran Al-Akbar ini menggunakan jenis huruf atau Khat Naskhi sebagai standar tulisan al-Quran.
Pembuatan Al-Quran Al-Akbar ini adalah salah satu dakwah Islam melalui estetik. Ini menghadirkan semangat baru dalam mengabadikan jejak-jejak peradaban Islam yang telah berlangsung lama. Sejak zaman dahulu, hampir semua kerajaan Islam di Nusantara memiliki muatan corak mushaf al-Quran yang beraneka ragam.
Tentunya dengan melanjutkan jejak masa silam, kita memperoleh spirit dan kekuatan baru untuk meraih masa depan. Membincang kaligrafi sangatlah menarik, karena kesenian dalam agama Islam menciptakan gairah keindahan tersendiri dalam beragama.
Pada akhir tahun 2011, al-Quran ini dinilai layak untuk dipublikasikan. Kemudian pada tanggal 30 Januari 2012, SBY bersama seluruh delegasi OKI meresmikan penggunaan al-Quran terbesar yang dicetak di atas lembar kayu tembesu tersebut. Kehadiran Bayt Al-Quran Al-Akbar ukiran Palembang ini sangat berarti bagi masyarakat Indonesia umumnya, dan bagi masyarakat kota Palembang khususunya. Mengingat kota Palembang sejak zaman dahulu dikenal memiliki banyak ragam kebudayaan, baik seni ukir maupun budaya lainnya. Al-Qur’an Ukir ini adalah terobosan baru dalam dunia seni dan kaligrafi al-Quran. Setidaknya dalam mengenang romantisme kejayaan Islam di Palembang.
Dengan demikian, Bayt Al-Quran Al-Akbar, Palembang ini menjadi manuskrip yang penting dan mampu menjadi ikon manuskrip di Indonesia bahkan dunia. Manuskrip ini penting untuk dikaji sebagai bagian dari realitas historis, yang mana teks al-Quran bukan hanya bisa dibaca, tetapi juga dinikmati dan diresapi keindahannnya. Tampilan dari ukiran kayu tambesu Bayt Al-Quran Al-Akbar menjadi salah satu ikon yang unik dan menjadi salah satu karya seni Islam yang penting dalam sejarah manuskrip di Nusantara.