Bahagia ketika Dekat dengan Allah

Bahagia ketika Dekat dengan Allah

Kenapa kita harus mencari kebahagiaan, padahal dekat dengan Allah sudah cukup?

Bahagia ketika Dekat dengan Allah
Masjid Al-Ikhlas Pasar Minggu dengan keindahan menyembul di antara menara. Pict by Hexa R

Uangnya banyak, istrinya cantik, suaminya ganteng, demikian juga dengan rumah, kendaraan dan segala keperluan yang bisa didapat lebih dari cukup, anak-anak tumbuh dengan ceria, entah berapa kali memposting momen kebersamaan yang kelihatannya membahagiakan di media sosial, siapa yang menduga rumah tangganya ternyata kandas di tengah jalan.

Segala apa yang dimiliki mendadak tidak berguna sama sekali, dunia terasa hancur, langit terasa runtuh, karena suami yang selama ini dicintai malah mengkhianatinya.

Terpilih menjadi salah seorang anggota Dewan, dikenal sebagai keluarga pejabat, banyak sekali orang-orang yang mendatangi rumahnya dengan harapan mendapatkan bantuan, segala fasilitas dunia boleh dibilang serba lengkap, siapa sangka, endingnya justru berpisah dengan suaminya, sang Bapak pun wafat, ibunya sakit berkepanjangan, dan kini tidak terpilih menjadi anggota dewan untuk lima tahun berikutnya.

Dua paragraf di atas hanya contoh dari sekian banyak ketentuan dari Allah bagi siapapun yang justru menjauh dari-Nya. Disadari atau tidak, kelihatannya bahagia benar-benar telah diraih, tetapi di saat yang sama kebahagiaan itu justru menjauhkannya dari Allah.

Merasa hidupnya tenang bukan karena ingat Allah, melainkan karena hidupnya merasa terjamin karena uangnya banyak, jabatannya tinggi dan banyak disegani oleh orang. Ini potret hidup yang hanya sibuk mengejar kebahagiaan harta dan dunia, bukan sibuk mengejar pertolongan Allah.

Itulah mengapa bahwa bahagia itu justru manakala dekat dengan Allah. Hidup yang pijakannya adalah Allah.

Apapun yang akan dilakukannya karena Allah. Apapun yang Allah takdirkan untuknya akan diterima dengan sepenuh hati. Sebab buat apa uang banyak, tetapi malah semakin menjauhkan diri dari Allah.

Jangan sampai kebahagiaan yang tengah dirasakan justru kebahagiaan semu yang akhirnya malah menjadi malapetaka.

Orang yang dekat dengan Allah, adalah orang yang mengikuti tuntunan-Nya.

Jujur di tengah banyaknya kebohongan, menjauhkan diri dari kerumunan kecurangan, apalagi hidup sekadar ikut-ikutan kebanyakan orang yang tidak peduli lagi halal-haram. Dengan alasan mengikuti anggah-ungguh zaman, segala cara pun dihalalkan. Akal sehat dan hati nurani semuanya tumpul kalau sudah bicara uang. Yang penting kenyang dan banyak mendapat keuntungan.

Ibadahnya orang yang dekat dengan Allah, tercermin ke dalam perilaku dan amal shalehnya. Ingin ini dan itu bukan dengan sibuk berpikir bagaimana caranya supaya segera tercapai, tidak peduli dosa dan haram, semuanya aturan syariat ditabrak lantaran dilakukan banyak orang, padahal keinginan yang membahagiakan itu kalau ditolong Allah.

Oleh karena itu, mestinya berpikir dan sibuk untuk bagaimana caranya agar kita pantas mendapatkan pertolongan Allah. Tidak ada yang mustahil, kalau Allah berkenan menolong kita.

Tidak akan ada satu takdir yang baik maupun buruk yang kemudian terlewat, apabila Allah sudah berkehendak. Allah akan menganugerahkannya di saat yang tepat dengan cara-Nya. Karena di sinilah keberkahan berada. Tanpa pertolongan Allah, apapun yang kita dapatkan boleh jadi membahagiakan tetapi kebahagiaan itu tidak mengandung keberkahan. Fokus saja kepada ikhtiar kita agar bisa semakin dekat dengan Allah. Apakah melalui ibadah maupun amal shaleh.

Terakhir, mengapa ada banyak orang yang seolah-olah bahagia karena merasa punya banyak jaminan harta, tetapi hatinya mudah robek, hidupnya menderita? Itu karena hatinya melekat kepada selain Allah.

Oleh karena itu, tidak perlu kita iri dengan segala kemelekatan  harta dan jabatan orang lain, irilah kepada orang yang hatinya melekat dengan Allah karena kebahagiaan hanya bisa diraih ketika kita dekat dan melekat dengan Allah. Subhanallah.