Shalat subuh adalah satu dari sekian banyak shalat fardlu, yang waktu untuk mendirikannya adalah sebelum terbitnya matahari dari ufuk timur dan berahir dengan ufuk timur sudah semakin terang. Begitulah aturannya, setiap shalat mempunyai waktunya sendiri-sendiri. Sebagaimana firman Allah QS an-Nisa ayat 103:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَٰبٗا مَّوۡقُوتٗا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”
Kehidupan tak selamanya mulus sesuai rencana. Alarm sudah disiapkan dari jam 04.00, namun alangkah terkejutnya ketika mata terbuka sudah menunjukkan jam 06.00. Lantas bagaimana kabar shalah subuhnya? Haruskan mendirikan shalat shubuh pada waktu itu juga? Sekalian digabungkan bersama shalat dhuha? Ataukah besok aja pas pada waktunya?
Menurut jumhur ulama, ketika shalat wajib terlalaikan karena unsur ketidaksengajaan, seperti ketiduran atau lupa, maka wajib qadha ketika seseorag tersebut sadar dan ingat akan kewajiban tersebut. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah:
أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِيَّ النَّوْمِ تَفْرِيطٌ، إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةَ الْأُخْرَى، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا
“Sebenarnya bukanlah kategori lalai jika karena tertidur. Lalai adalah bagi orang yang tidak shalat sampai datang waktu shalat lainnya. Barang siapa yang mengalami itu maka shalatlah dia ketika dia sadar”. (HR. Muslim, 311/681)
Disebutkan juga oleh Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah dalam uraian kitab Fiqhus Sunnah bahwa mengqadha shalat adalah wajib menurut kesepakatan ulama bagi orang yang lupa dan tertidur. Kejadian tersebut juga pernah dialami oleh Nabi dan para sahabat. Maka dari itu, kita bisa mengambil pelajaran dan mengerti bagaimana solusi terbaiknya. Dan yang pasti, hal tersebut bukan untuk menjadi kebiasaaan, tetapi jikalau sesekali terjadi pada suatu waktu.
Kisah Nabi dan para sahabat tersebut diceritakan oleh Imran bin Husain Radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut:
أَنَّهُمْ كَانُوا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسِيرٍ، فَأَدْلَجُوا لَيْلَتَهُمْ، حَتَّى إِذَا كَانَ وَجْهُ الصُّبْحِ عَرَّسُوا، فَغَلَبَتْهُمْ أَعْيُنُهُمْ حَتَّى ارْتَفَعَتِ الشَّمْسُ، فَكَانَ أَوَّلَ مَنِ اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ أَبُو بَكْرٍ، وَكَانَ لاَ يُوقَظُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَنَامِهِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، فَاسْتَيْقَظَ عُمَرُ، فَقَعَدَ أَبُو بَكْرٍ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَجَعَلَ يُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ حَتَّى اسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَزَلَ وَصَلَّى بِنَا الغَدَاة
“Mereka bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah perjalanan yang sampai larut malam hingga menjelang Subuh mereka istirahat. Lalu mereka tertidur sampai meninggi matahari. Pertama yang bangun adalah Abu Bakar, Beliau tidak membangunkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai dia bangun sendiri. Lalu bangunlah Umar, lalu Abu Bakar duduk di sisi kepala nabi. Lalu dia bertakbir dengan meninggikan suaranya sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terbangun. Lalu beliau keluar dan Shalat Subuh bersama kami.” (HR. Bukhari (3571), Muslim (312/682)).
Alhasil, jam berapapun bangunnya bersegeralah melaksanakan shalat shubuh dengan niat mengqadha. Pada saat itu juga, tidak menunggu atau merangkap dalam shalat dhuha. Begitu pula jika baru bangun di waktu dzuhur, maka shalat subuhlah ketika ingat dan sadar.
Adapun niatnya adalah sebagai berikut:
أصلى فرض الصبح ركعتين مستقبل القبلة قضاءً لِله تعالى
“Usholli fardha shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati qadaan lillahi ta’ala”
Saya niat sholat fardhu shubuh dua roka’at,menghadap qiblat, halnya qodho karena Allah.