Beberapa hari lalu, tepatnya pada 3 Maret Tara Basro sempat menghebohkan dunia maya dengan postingannya yang berupa foto dirinya tanpa busana dan yang hanya memakai bikini. Banyak orang mendukungnya karena ia telah turut mengkampanyekan citra tubuh positif. Sayangnya, pemerintah kita (baca: Kemenkominfo) justru menganggapnya sebagai tindakan pornografi. Lalu bagaimana seharusnya kita sebagai umat Islam menanggapi hal tersebut?
Bagi Anda yang merespon positif tindakan Tara Basro tentu dapat mengerti bahwasanya apa yang dilakukannya adalah sebentuk kampanye untuk menunjukkan kecintaan terhadap diri sendiri. Seseorang dapat dengan mudah memahami hal ini jika ia melihat konteks unggahan tersebut yang padu dengan isi caption yang ia tulis di bawahnya:
“Dari dulu yang selalu gue denger dari orang adalah hal jelek tentang tubuh mereka, akhirnya gue pun terbiasa ngelakuin hal yang sama.. mengkritik dan menjelek2an. Andaikan kita lebih terbiasa untuk melihat hal yang baik dan positif, bersyukur dengan apa yang kita miliki dan make the best out of it daripada fokus dengan apa yang tidak kita miliki. Setelah perjalanan yang panjang gue bisa bilang kalau gue cinta sama tubuh gue dan gue bangga akan itu. Let yourself bloom.”
Apa yang dilakukan oleh Tara Basro mewakili suara orang-orang terutama perempuan untuk tidak lagi insecure dengan apapun kondisi tubuh mereka. Apalagi ia yang notabenenya adalah seorang aktris tentu saja hal tersebut adalah tindakan yang sangat berani untuk menampilkan sisi ketidaksempurnaannya.
Namun jika Anda termasuk orang yang melihat tindakan Tara ini sebagai bentuk pornografi sebagaimana Kemenkominfo (https://tagar.id/tara-basro-pamer-foto-bugil-kominfo-langgar-uu-ite), sepertinya Anda perlu sedikit melonggarkan pola pikir Anda. Sebab, pelabelan demikian terletak dalam kesalahan dalam memahami apa itu pornografi. Di dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008, arti pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Apakah foto Tara memuat kecabulan?
Jika Anda masih mengatakan ‘iya’, berarti ada yang salah dalam pola pikir Anda, yang artinya, mohon maaf, Anda mempunyai otak mesum. Bagaimana bisa banyak orang merasa biasa saja bahkan mengapresiasi Tara karena ekspresi citra positif tubuhnya, tetapi yang Anda pikirkan justru hanyalah lekuk tubuhnya yang terbuka itu?
Penulis yakin bukan hanya Tara Basro, melainkan banyak orang termasuk diri kita mungkin pernah mengalami penghakiman atas pilihan dan hak dalam memperlakukan tubuh kita. Apalagi jika penghakiman itu dilakukan dengan mengatasnamakan agama. Perempuan biasanya menjadi sasaran utama soal peraturan tubuh. Misalnya mendorong para perempuan untuk menutup aurat dengan memakai hijab sebagaimana yang mereka pahami dalam QS. Al-Ahzab ayat 59. Padahal masih terdapat khilafiyah dalam penafsiran ayat ini di antara para ulama soal batasan aurat itu sendiri.
Bagi penulis, memakai jilbab atau tidak merupakan hak masing-masing perempuan. Hanya diri mereka sendiri yang boleh menilai pantas tidaknya dirinya dalam berbusana jenis apapun. Yang seharusnya menjadi alasan dalil mengenai hubungan kita dengan orang lain di dalam masalah tubuh dan pilihan berbusana adalah QS. An-Nur ayat 30-31. Kedua ayat ini menyuruh baik laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Inilah yang seharusnya menjadi benteng kita supaya tidak terjerumus dalam godaan syaitan untuk berbuat maksiat, dan apalagi kemudian menghakimi pilihan orang lain sebagai sumber kemaksiatan kita.
Mengapa laki-laki dan perempuan? Karena keduanya berpotensi untuk tergoda atas lawan jenis. Jangan salah, bukan hanya perempuan yang dikira dapat membangkitkan syahwat, lelaki juga. Tergodanya Zulaikha terhadap ketampanan Yusuf adalah contoh yang nyata bahwa laki-laki pun dapat menimbulkan syahwat dalam diri perempuan. Namun apakah Yusuf dianggap berdosa? Tidak, justru Zulaikha lah yang berdosa karena telah menuruti hawa nafsunya (QS. Yusuf: 29).
Dengan demikian, yang seharusnya diperbaiki adalah bagaimana pola pikir kita dalam merespon gambar atau model berpakaian orang lain. Unggahan Tara Basro yang dianggap oleh Kemenkominfo adalah pornografi perlu kita pertanyakan, apakah pola pikir pemerintah kita ini berisi hawa nafsu kotor? Jika benar, biarlah Kemenkominfo saja, kita jangan.