Bagaimana Resonansi Nasionalisme di Dunia Maya?

Bagaimana Resonansi Nasionalisme di Dunia Maya?

Jika selama ini kita percaya bahwa upacara bendera dapat mempertebal rasa nasionalisme dari godaan ideologi tertentu, maka kepercayaan itu mungkin saja perlu diuji kembali. Kok bisa?

Bagaimana Resonansi Nasionalisme di Dunia Maya?

Akhir-akhir ini artikulasi wacana nasionalisme meningkat dalam bentuk pro-kontra RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri juga bahwa wacana yang mengitari di sekitarnya tidak bisa dilepaskan dari riwayat dua-tiga tahun lalu ketika gelombang islamisme menguat dan meninggalkan hantu wacana ‘khilafah’ beserta dua wacana antagonisnya ‘nasionalisme’ dan ‘komunisme.’

Grafik-grafik yang akan dipapakan dalam artikel ini adalah hasil rekam Social Network Analysis (SNA) saya di hari Selasa tanggal 14 Juli 2019 tentang topik ‘nasionalisme’ di ruang maya. Sayangnya, karena keterbatasan kemampuan alat dan waktu, intipan ini hanya sanggup menunjukkan apa yang terjadi di hari itu saja.

Padahal, boleh jadi jika upaya ini dilakukan secara berkala (katakanlah setiap seminggu sekali selama 3 atau 6 bulan berturut-turut) atau secara maraton, mungkin kita akan mendapatkan gambaran lebih utuh tentang bagaimana nasionalisme dipahami, siapa yang penafsir nasionalisme yang berpengaruh, bagaimana dinamikanya, siapa yang sedang rebutan tafsir, dan lain sebagainya.

Namun, baiklah, mari masuk ke pembahasan. Intinya adalah, ada tiga bentuk pemahaman tentang nasionalisme di Indonesia, yakni: nasionalisme islamik, nasionalisme kebangsaan (yang agak sedikit memiliki tendensi menjadi chauvinistik) dan nasionalisme sarkastik. Secara visual, hal ini memang tidak terekam oleh SNA, tapi baru akan terlihat ketika kita menyibak latar belakang dan timeline aktor-aktor yang paling berpengaruh dalam obrolan daring.

Gambar 1

Jika selama ini kita percaya bahwa upacara bendera dapat mempertebal rasa nasionalisme diri dari godaan ideologi tertentu, maka kepercayaan itu mungkin saja perlu diuji kembali, mengingat betapa berpengaruhnya ruang maya terhadap konsepsi apapun yang ada dipikiran kita.

Selain itu, grafik di atas menunjukkan bahwa narasi nasionalisme di ruang maya justru di dominasi oleh nafas keislaman (Gambar 1).

Tiga dari lima akun yang paling berpengaruh dalam membawa narasi nasionalisme, misalnya, adalah @felixsiauw, @MCAOps dan @AnginLA. Ketiganya adalah akun islami dengan komitmen terhadap ‘khilafah.’

Bedanya, @felixsiauw adalah ustadz, @MCAOps adalah akun troops alias non-persona namun kolektif, dan @AnginLA adalah sejenis buzzer yang dioperasikan oleh manusia (bukan bot). Berbeda dengan tiga akun islami tersebut, @ChristWamea bercorak nasionalisme kebangsaan sekaligus pro-pemerintah. Sedangkan @PolJokesID adalah akun fanpage meme yang memuat konten-konten meme sarkastik tentang dinamika Indonesia, mulai dari infrastruktur, gelagat elit, hingga wacana-wacana ideologis.

Jadi, sampai pada titik ini, setidaknya sudah ada sedikit gambaran tentang ke mana nasionalisme di Indonesia sedang ditarik.

Gambar 2

Gambar 2 adalah potret relasi antar aktor dalam perdebatan nasionalisme di Twitter. Pada gambar tersebut, ada tiga gelembung yang terlihat. Gelembung pertama, yakni gelembung yang paling ramai (atas), adalah medan inti perebutan wacana nasionalisme. Gelembung ini terdiri dari empat poros inti: @ChristWamea, @MCAOps, @AnginLA dan @felixsiauw. Dapat terlihat bahwa di situ ada benang merah dan hijau. Benang merah menandakan sentimen negatif, sedangkan benang hijau menandakan sentimen positif.

Pada gelembung ini, benang merah dan benang hijau terlihat saling kusut di area perbatasan empat poros inti tersebut. Kekusutan ini menandakan bahwa area perbatasan adalah area perdebatan. Yang menarik adalah, diantara poros inti tersebut, hanya benang poros @felixsiauw yang terlihat paling hijau dibanding tiga poros lainnya. Menurut hemat penulis, hal ini berkaitan dengan relasi tipe akun dan segmentasi audiens yang didapatnya.

@felixsiauw sebagai akun persona yang dikenal menyasar kalangan anak muda urban, tentu memiliki audiens dengan taraf literasi tertentu. Audien yang berasal dari kategori itu biasanya berasal dari kalangan kelas menengah yang memiliki taraf pendidikan yang memadai. Segmentasi audiens yang demikian, terlepas dari preferensi corak berislamnya, sepertinya punya cukup terliterasi untuk tidak akan mengonsumsi informasi yang berasal dari bot ataupun buzzer. Sehingga, dapat terlihat poros @felixsiauw punya cukup banyak nods berbenang hijau yang tidak tersambung dengan kerumunan benang merang.

Namun jika diperhatikan lebih dekat, ternyata poros @felixsiauw memiliki sebagian nods (titik-titik) yang, (1) terhubung dengan perdebatan di poros @MCAOps, @ChristWamea dan @AnginLA. Dan (2) terhubung jauh ke gelembung sebelah kiri bawah (gelembung Nasionalisme Kebangsaan Y).

Oleh karena itu, dari poros @felixsiauw, ada beberapa hal yang bisa digarisbawahi: pertama, konsepsi nasionalisme yang ditawarkan @felixsiauw mendapat penerimaan yang cukup positif dari sebagian besar nods yang mengitarinya. Kedua, ada sebagian audiens @felixsiauw yang cukup betah berlayar di lautan sentimen negatif-positif tentang nasionalisme. Kedua, tidak semua audiens @felixsiauw memiliki selera konsumsi informasi yang kredibel.

Adapun @ChrisWamea, @AnginLA dan @MCAOps, cenderung lebih banyak dikelilingi sentimen negatif. Meskipun, jika diperhatikan, di balik kusutnya benang merah pada tiga poros tersebut, ada benang hijau yang terlihat samar-samar. Terlepas dari apa yang dipromosikannya, kita tahu bahwa akun troops, bot dan buzzer punya kualitas informasi yang beragam, namun sering kali kualitasnya jauh lebih rendah dibanding informasi yang berasal dari akun persona.

Ramainya nods yang mengelilingi dan saling menjembatani tiga poros tersebut dapat dikatakan sebagai kelompok audiens yang lebih impulsif dan reaktif terhadap penafsiran ‘nasionalisme islamik’ dan ‘nasionalisme kebangsaan’ yang berasal dari sumber referensi nasionalisme yang kurang kredibel.

Pada Gambar 2, ada dua lokus ‘Nasionalisme Kebangsaan,’ yakni: lokus nasionalisme kebangsaan (X) yang bertumbukan langsung dengan lokus nasionalisme islamik. Selain itu, ada lokus nasionalisme kebangsaan (Y) yang punya cukup banyak nods namun tidak cukup berpengaruh terhadap dinamika perebutan wacana daring.

Lokus nasionalisme kebangsaan (Y) bukan satu-satunya yang tidak terlibat dalam perebutan wacana, namun gelembung nasionalisme sarkastik juga termasuk. Poros @PolJokesID punya nods yang agak lumayan banyak, namun didominasi oleh sentimen negatif. @PolJokesID adalah page yang memuat meme-meme sarkastik yang menaruh rasa ketidak-percayaan, sinisme dan skeptisisme terhadap wacana yang merepresentasikan nasionalisme di Indonesia, baik itu yang berangkat dari kacamata keislaman, ataupun dari kacamata kebangsaan.

Nods yang berkerumun pada poros ini adalah mereka-mereka yang percaya bahwa, nasionalime islamik tidak memadai untuk dijadikan pedoman, dan nasionalisme kebangsaan adalah modus keberpihakan militer dan swasta.

Gambar 2 dapat disimpulkan sebagai berikut: satu, sumber wacana nasionalisme di ruang maya Indonesia justru didominasi dari akun-akun yang memiliki kredibilitas rendah. Kedua, padatnya nods yang berada pada gelembung perdebatan utama menandakan bahwa sentimen perseteruan antara nasionalisme islamik pro-islamisasi Indonesia dan nasionalisme kebangsaan yang menyimpan tendensi ultra-nasionalis cenderung tinggi.

Berkaitan dengan temuan tersebut, uraian berikutnya akan memuat: (1) tentang peta persaingan wacana (PKI, Anti-PKI, Khilafah, Pancasila, Demokrasi, dan kata kunci lain yang berkaitan) yang dibawa oleh kelompok nasionalisme islamik dan nasionalisme kebangsaan; (2) tentang kesenjangan antara realita di media sosial dan media pemberitaan daring; (3) tentang catatan tambahan terkait temuan data-data tersebut. Namun, karena keterbatasan ruang, maka uraiannya akan diulas dalam lain diskusi.

Bersambung di sini