Pandemi virus corona kini telah melanda sedikitnya 185 negara di dunia. Tercatat ada 11.201 kematian per 22 Maret karena terjangkit virus ini. 48 kasus di antaranya terjadi di Indonesia. Mengingat penyebarannya yang begitu cepat, berbagai langkah preventif dilakukan untuk menghentikan lonjakan korban, salah satunya mengenai penanganan para korban Covid-19 yang telah meninggal. Pertanyaannya, apakah orang meninggal karena virus corona masih dapat menularkan sehingga harus mendapat penanganan khusus?
Berdasarkan penelusuran penulis, ditemukan dua pendapat berbeda dari ahlinya. Yang pertama adalah Direktur Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Mohammad Syahril. Ia mengatakan bahwa virus corona atau Covid-19 akan ikut mati bersama pasien positif corona yang telah meninggal dunia. Senada dengan Syahril, anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan virus corona hanya dapat menginduk pada tubuh manusia yang masih hidup (tagar.id/16/03/20).
Sedangkan pendapat yang kedua datang dari Spesialis Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Universitas Indonesia Dr. dr. Budiman Bela, Sp. MK. Di dalam berita yang diterbitkan oleh suara.com (12/03/20) ia menyampaikan bahwa jenazah akibat virus corona masih bisa menularkan virus, karena cairan tubuh yang membuatnya bisa bertahan. Daya tahan tubuh memiliki cairan biologis yang disebut protein yang bisa melindungi dia (virus) dan bertahan cukup lama. Ia melanjutkan karena virus masih bisa bertahan, maka cairan yang ada dalam tubuh jasad itu masih bisa menginfeksi mereka yang mengurus jenazahnya.
Alih-alih memperdebatkan kedua pendapat di atas, demi mencegah yang terburuk terjadi, penulis cenderung untuk bersandar pada pendapat yang kedua, bahwa seseorang yang meninggal dengan membawa virus corona masih dapat menularkannya pada orang lain. Maka dari itu, diperlukan kehati-hatian dalam memberikan penanganan untuk jenazah tersebut.
Bagi umat Islam, hukum mengurus jenazah adalah fadhu kifayah, di mana jika di suatu kaum telah ada yang mengurusnya maka gugur kewajiban bagi yang lain untuk mengurusnya. Imam Nawawi rahimahullah, salah satu ulama otoritatif dari kalangan Mazhab Syafi’i, menjelaskan:
“Memandikan mayit adalah fardhu kifayah secara ijma’. Makna fardhu kifayah ini adalah bahwa bila sudah ada seseorang yang melakukan dengan niat kifayah, maka gugur tanggungan bagi yang lain. Dan jika sama sekali tidak ada yang melakukan, maka semuanya berdosa. Ketahuilah, sesungguhnya memandikan mayit, mengafaninya, menshalatinya, adalah fardhu kifayah, tanpa khilaf.” (Al-Majmu Syarah al-Muhadzab, Juz 5, halaman 128, nu.or.id/14/03/20).
Dikutip dari dream.co.id (16/03/20), Menteri Agama Fachrul Razi telah memberikan petunjuk dalam mengurus jenazah yang menjadi korban covid-19. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
Pertama, sebelum memandikan/semayamkan jenazah, petugas perlu melindungi diri dengan memastikan keamanan dan kebersihan dirinya terlebih dahulu. Caranya:
- Mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan, dan masker. Semua komponen pakaian pelindung harus disimpan di tempat yang terpisah dari pakaian
- Tidak makan, minum, merokok, maupun menyentuh wajah saat berada di ruang penyimpanan jenazah, autopsi, dan area untuk melihat
- Menghindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh
- Selalu mencuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol. Jika memiliki luka, menutupnya dengan plester atau perban tahan
- Sebisa mungkin, mengurangi risiko terluka akibat benda
Kedua, apabila petugas terkena darah atau cairan tubuh jenazah, berikut hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Jika petugas mengalami luka tertusuk yang cukup dalam, segera bersihkan luka dengan air
- Jika luka tusuk tergolong kecil, cukup biarkan darah keluar dengan
- Semua insiden yang terjadi saat menangani jenazah harus dilaporkan kepada
Ketiga, perawatan jenazah ketika terjadi wabah penyakit menular umumnya juga melibatkan desinfeksi. Desinfeksi biasanya dilakukan dengan menyemprotkan cairan klorin pada jenazah serta petugas medis yang akan menangani jenazah.
Tetapi, desinfeksi saja tidak cukup untuk menghalau penyakit infeksi. Petugas medis tetap harus menggunakan pakaian dan alat pelindung, sering mencuci tangan, serta mandi dengan sabun khusus setelah menangani jenazah.
Keempat, pengurusan jenazah dengan penyakit menular biasanya diakhiri dengan penguburan atau kremasi, tergantung kondisi. Apabila jenazah dikubur, lokasi penguburan harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum. Lokasi penguburan juga harus berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat.
Kelima, jenazah harus dikubur setidaknya pada kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup dengan tanah setinggi satu meter. Tanah perkuburan pun harus diurus dengan hati-hati. Jika terdapat jenazah lain yang hendak dikubur, jenazah tersebut sebaiknya dikubur di area terpisah.
Keenam, bila keluarga ingin jenazah dikremasi, lokasi kremasi setidaknya harus berjarak 500 meter dari pemukiman terdekat. Kremasi sebaiknya tidak dilakukan pada beberapa jenazah sekaligus untuk mengurangi polusi asap.
Ketujuh, setelah seluruh prosedur perawatan dilakukan, semua bahan, zat kimia, ataupun benda lainnya yang tergolong limbah klinis harus dibuang di tempat yang aman. Desinfeksi pun dilakukan kembali pada petugas medis dan semua barang yang digunakan dalam perawatan jenazah.
Kedelapan, perawatan jenazah dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular. Tetapi, selama dilakukan sesuai prosedur keamanan dan kebersihan, perawatan jenazah justru dapat membantu mencegah penularan penyakit lebih lanjut.
Menteri Agama juga menyarankan agar prosedur menangani jenazah korban Covid-19 ditangani oleh tim medis dari rumah sakit rujukan pemerintah. Karena wabah ini dialami oleh hampir seluruh negara di dunia, kini keberadaan alat-alat medis sebagai syarat keselamatan dan kesehatan di rumah sakit menjadi semakin langka. Oleh karena itu, mari bantu hentikan penyebaran virus Covid-19 dengan tetap di rumah saja. Semoga tidak ada lagi korban meninggal akibat terjangkit virus ini.