Shoshana Zuboff (2019) cendikiawan berkebangsaan Amerika Serikat, berseloroh tentang rumah:”Rumah adalah tempat di mana kita bisa mengetahui dan diketahui, mencintai dan dicintai. Rumah adalah kemampuan penguasaan, kehangatan percakapan, kerapatan pergaulan, kedamaian Pesanggrahan, ruang berkembang, berlindung dan berpengharapan”
Rumah bukan hanya tempat berteduh dari hujan dan terik matahari, tetapi lebih dari itu, rumah adalah tempat (place) sekaligus ruang (space) di mana seseorang diterima utuh sebagai manusia. Ada dialog, ada empati, ada simpati, dan tentu saja, semuanya terangkum menjadi ada cinta. Itulah rumah sejati, rumah ideal, yang tidak hanya tempat pertemuan tubuh tetapi juga ruang perjumpaan hati.
Dan, sejak era revolusi industri, kualitas rumah terus meredup nan memudar dirampas kebutuhan mesin korporasi dan dorongan kapitalisme. Rumah kehilangan penghuninya, ia hanya menjadi seonggok bangunan tanpa nyawa. Semakin banyak dan terus berlipat ganda, manusia yang menghabiskan waktu di pusat-pusat kapitalisme dan keramaian; mereka pulang ke rumah hanya untuk melepas lelah; tak ada kehangatan pergaulan dan kerapatan percakapan dalam rumah itu. Cinta meranggas di tempat yang seharusnya cinta itu tumbuh, rumah..!
Adalah benar, modernisasi dan kapitalisme membuat bangunan rumah menjadi lebih variatif dan megah; namun di dalam rumah yang megah itu; banyak manusia modern justru terasing dari dirinya sendiri, tidak menemukan mata air kebahagiaan.
Manusia modern justru mencari dan menumbuhkan kebahagiaan bukan di dalam rumah melainkan di tempat-tempat hiburan, traveling berwisata ria, nongkrong berjam-jam di kedai-kedai kopi, berselancar dan bercengkrama di medsos, atau bergelayut asmara dengan wanita/pria idaman lain.
Lantas, apakah dengan cara itu, manusia modern menemukan kebahagiaan ?
Manusia modern mencari kebahagiaan dengan cara mencampakkan tempat yang seharusnya menjadi sumber kebahagiaan, rumah….!
Di titik inilah, pandemi Korona hadir untuk menghentak kesadaran manusia agar pulang, kembali ke rumah, menemukan kembali cinta yang diabaikan. Pulanglah..! Berdiamlah di rumah..! Sapa istrimu, ibumu, adik-adik perempuanmu. Dengarkan cerita dari suamimu, ayahmu, atau adik-adik laki-lakimu. Dan, tentu saja, yang jauh lebih penting, sapa dan dengarkan dirimu sendiri…!!
Korona mengirim pesan agar manusia tidak terpukau dengan yang di luar sana, tetapi lebih menghargai apa yang ada di dalam sini. Adakalanya, yang di luar tampak lebih indah; tetapi yang di dalam jauh lebih berharga. Rumput tetangga yang tampak lebih hijau hanyalah halusinasi.
Korona menuntun manusia untuk lebih menghargai rumah dan menumbuhkan cinta di dalamnya. Rumah adalah titik nol, tempat semua keajaiban di mulai.
Berdiam dirilah di rumah dan temukan dirimu yang hilang. Bukankah Nabi Muhammad pernah bersabda : “Rumahku, surgaku”