Hidayah Islam, menurut keyakinan saya, adalah salah satu kenikmatan luar biasa yang dianugerahkan oleh Allah bagi umat muslim. Apalagi, bagi seseorang yang sejak lahir telah berada di keluarga muslim. Hidayah itu sendiri bisa muncul dari manapun dan kapanpun. Ada yang mendapatkannya setelah mengkaji Islam, atau terinspirasi tokoh muslim. Ada juga yang mendapatkannya setelah mengalami kejadian tak terduga sekalipun, seperti kisah khalifah Umar bin Khattab, yang berniat membunuh Nabi, namun justru masuk Islam setelah mendengar bacaan Al-Qur`an yang dilantunkan oleh putrinya.
Di Indonesia yang masyarakatnya terdiri atas berbagai agama dan keyakinan, sebagian dari kita mungkin pernah berinteraksi dengan saudara sebangsa yang non-muslim. Dalam interaksi tersebut, bisa jadi saudara kita ada yang tertarik untuk belajar tentang Islam. Ada yang memiliki kemampuan untuk belajar secara pribadi, namun ada juga yang tidak memilikinya, sehingga mungkin akan bertanya kepada kita tentang seluk beluk Islam. Lalu, untuk mendakwahkan Islam kepada non-muslim yang tertarik untuk belajar Islam, bagaimana cara dakwah yang bisa kita lakukan?
Pertanyaan ini pernah diajukan oleh seorang santri kepada Prof. M. Quraish Shihab. Ia bertanya, “Apa hal menarik dari Islam yang bisa kita tawarkan kepada mereka agar tertarik untuk masuk Islam?” Menurut sang penanya, hal itu penting untuk diketahui, mengingat jika yang kita utarakan kepada orang non-muslim sekedar perihal kebaikan, maka tentu setiap agama telah mengajarkannya. Lalu, apa jawaban dari Quraish Shihab?
“Cari apa yang paling mereka butuhkan, lalu tawarkan,” jawab penulis Tafsir Al-Misbah itu.
Mencari kebutuhan di sini bisa dipahami sebagai upaya untuk mengetahui kondisi non-muslim yang akan menerima dakwah kita.
Ia menjelaskan, “Jangan bicara zakat di depan orang miskin.” Hal itu tentu tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Jika hal semacam itu terjadi, mereka malah merasa bahwa ajaran Islam memberatkan.
“Apa yang mereka butuhkan? Apa problem mereka? Jadi, pelajari,” tegas Quraish Shihab.
Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa memahami problem yang dihadapi oleh objek dakwah itu penting. Agar penjelasan kita bisa menjawab keresahan mereka dengan tepat. Dengan begitu, kita bisa memberikan kesan bahwa Islam mampu menawarkan solusi atas problem yang mereka hadapi.
“Jadi, saya tidak bisa berkata apa yang harus kita tawarkan, saya hanya beri prinsip. Apa yang paling mereka butuhkan? Jelaskan hal itu, ajak mereka ke sana. Kalau di depan orang kaya, silahkan berbicara zakat, silahkan ancam dia dengan neraka kalau dia tidak bayar zakat, misalnya,” terang ulama asal Sulawesi Selatan itu.
Selain kebutuhan dari objek dakwah, mempelajari karakteristik masyarakat tempat objek dakwah berasal juga penting. Quraish Shihab menekankan, “Jadi, saya kira rumusnya seperti itu, dan itu bisa berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.”
Terlihat bahwa dalam berdakwah, kita tidak bisa melakukannya dengan sembarangan. Banyak hal yang harus dipelajari terlebih dahulu. Tidak hanya yang berkaitan dengan materi dakwah, melainkan juga tata cara yang harus dilakukan dalam proses berdakwah. Apalagi, ketika dakwah kepada orang non-muslim yang ingin belajar Islam, jangan sampai hal-hal yang kita sampaikan justru menyinggung perasaannya dan perasaan umat agama lain. [NH]