Tertangkapnya anak muda yang mengancam akan memenggal kepala presiden RI menambah daftar dampak absennya budi pekerti dalam pendidikan kita. Juga semakin mendesaknya pelajaran budi pekerti agar dihadirkan kembali di rumah dan di kelas, sejak dini.
Selain itu, perilaku anak muda itu juga menunjukkan absennya akhlak dalam agama. Padahal akhlak tak bisa dipisahkan dari agama. Meski pada kenyataannya, banyak muncul orang yang beragama tapi tidak berakhlak – padahal bergelar ustadz dan ulama.
Padahal, produk akhir dari agama adalah akhlak – Umat Islam menyebutnya “Akhlakul Kharimah” yang artinya “Akhlak yang Mulia” – tercermin dalam kata kata, penampilan dan perilaku, sebagai menjadi modal pergaulan dengan orang lain dengan umat lain.
Anda shalat, puasa dan berhaji itu hak dan kewajiban pribadi Anda kepada Allah SWT. Urusan pribadi Anda – urusan kamar Anda. Habluminallah.
Tapi bersopan santun menjaga lidah, penampilan dan menata perilaku adalah kewajiban kepada sesama. Habluminanas.
Sebagaimana undang undang, perda, dan aturan publik umumnya, berlaku untuk semua orang; apa pun agama, suku dan budaya anda, wajib untuk taat aturan lalu lintas. Budi pekerti demikian halnya.
Sudah lama Indonesia kehilangan pendidikan budi pekerti. Para agamawan dan tokoh tokoh politik merasa pendidikan agama mencukupi. Tapi ternyata tidak!
Munculnya anak anak muda yang menghina aparat, tokoh yang dihormati dan kepala negara adalah contohnya.Sebaliknya, agama malah memproduksi radikalisme dan sikap intoleransi. Penerapan dan tafsir agama yang keliru melahirkan aksi aksi persikusi, anarkisme dan perilaku destruktif. Juga terorisme dan tindakan keji dengan mengatas-namakan ayat suci.
Simbol simbol agama digunakan untuk mencaci maki, mengintimidasi, menista, memeras, menindas umat dan golongan lain dan merugikan kepentingan umum.
Agama secara masif, sistemik dan terstruktur juga telah melepas akar budaya pengikutnya. Orang orang Jawa mulai kehilangan keJawaannya, orang Indonesia kehilangan keIndonesiaannya; mereka menjadi robot bahkan zombie agama serta antek budaya asing.
BUDI PEKERTI
secara konsepsional adalah budi yang “dipekertikan”; dilaksanakan dan diaktualisasikan, dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan pribadi, sekolah, pergaulan di tengah masyarakat, bangsa, dan negara.
Budi pekerti merupakan suatu perilaku baik yang dilakukan melalui kebiasaan, – karena diajarkan sejak dini – agar berperilaku positif, santun sejak masa kecil sampai dewasa, melalui latihan-latihan, dalam cara berbicara, cara menyapa dan berpakaian, menghormati orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah, dan sebagainya.
Pendidikan budi pekerti – dalam jangka panjang – membentuk karakter generasi khususnya para remaja yang masih labil, di persimpangan jalan.
Pengembangan karakter anak tidak bisa mengandalkan bahan yang diberikan guru di sekolah, karena siswa di sekolah diajarkan ilmu kognitif. Padahal, dalam kehidupan bermasyarakat, kapasitas intelektual dan budi pekerti berguna membangun karakter bangsa.
Di negara maju, budi pekerja diajarkan dengan disiplin dan etika. Sportifitas. Sehingga meski mereka minim pengetahuan agama – bahkan tidak beragama sama sekali – seperti di negeri negeri sekuler dan komunis; mereka bisa luwes dalam pergaulan dan adaptif dengan siapa pun.
Sebaliknya, di negeri negeri yang kuat agamanya, justru menonjol sikap menang sendiri, merasa paling benar, terlindungi oleh ayat ayat, sehingga semena mena kepada pihak lain yang berseberangan pendapat. Mengkafirkan orang lain.
Dengan menanam budi pekerti, Anda tak perlu pamer pamer diri paling beragama – tapi mencaci maki, kasar dan tidak hormat pada aparat negara dan pelayan rakyat. Juga kepada pegawai minimarket.
Dalam kehidupan bermasyarakat, moral, etika serta disiplin jauh lebih penting dibanding agama.
Anda bergama dan tidak beragama itu urusan anda – taat dan tidak taat ibadah itu urusan anda. Tapi ketika Anda merusak fasilitas publik dan tidak taat aturan lingkungan dan lembaga negara dan masyarakat – Anda menjadi beban bagi orang orang di sekitar anda. Anda warga parasit.
Budi pekerti adalah pendidikan moral dan etika untuk semua kalangan semua suku semua agama tanpa kecuali.
Budi pekerti ialah perilaku kehidupan sehari-hari dalam bergaul, berkomunikasi, maupun berinteraksi antar sesama manusia maupun dengan penciptanya.
Budi pekerti yang kita miliki terdiri dari kebiasaan atau perangai, tabiat dan tingkah laku yang lahir disengaja tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan. Semangat yang dikandung dalam budi pekerti adalah hormat yang lebih tua, cinta sesama dan sayang pada yang lebih muda.
Pendidikan budi pekerti adalah sarana dan protokol untuk kehidupan bermasyarakat yang akan menjaga keharmonisan dan ketertiban. Juga disiplin.Budi pekerti bersifat non sektarian; berlaku untuk semua suku, agama dan budaya – yang disesuaikan dengan kondisi serta tata cara dan adat istiadat dari daerah yang bersangkutan.
Semua agama mengajarkan hormat pada yang lebih tua dan sopan – itulah budi pekerti. Dan itu non sektarian. Berlaku untuk semua suku, agama dan semua kalangan.
Menjaga adab adalah sebutan lain dari budi pekerti. Tata krama – unggah ungguh.Di mana pun Anda – dengan siapa pun Anda berbicara, jika mengungkapkan dengan kata kata sopan Anda akan disambut dan diterima.
Tapi menyampaikan ayat suci dengan menuding menuding, melotot lotot, dalam diksi kebencian, Anda akan mendapat perlawanan dan antipati. Kecuali di antara sesama pembeci.
Dan bukan agama jika mengajarkan kebencian dan membenci. Apalagi tindakan keji.
Demi agama – yang notabene datang dari negeri asing – mengancam kepala negara yaitu pemimpin bangsa sendiri – Demi membela Palestina, malah menista saudara sesama warga, mengintimidasi orang yang sedang bekerja.
Di mana akhlaknya? Siapa yang dulu mengajarkan agama kepadanya? ***
PS : Terima kasih kepada jajaran Polri, khususnya aparat Polda Metro Jaya, yang telah sigap menangkap pelaku pengancaman kepada kepala negara.